Kamis, 08 Januari 2015

Kemunduran Dan Kehancuran Kerajaan MUGHAL


Faktor utama yang menjadi penyebab kemunduran serta kehancuran suatu bangsa adalah karena lemahnya kesatuan dan persatuan. Suatu bangsa yang besar agar tetap dapat mempertahankan kebesaran bangsanya mutlak harus memegang teguh modal ini, memperkokoh serta memperkuat persatuannya. Namun sejarah selalu terulang, sejarah kehancuran suatu bangsa di masa lalu selalu luput dijadikan ibrah bagi bangsa sesuahnya. Maka tidak salah kalau ada ungkapan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu belajar dari sejarah silamnya.
Kita tahu, walaupun faktor yang menjadi penyebab runtuh atau hancurnya suatu bangsa itu beragam, spesifik dan memiliki karakter sendiri-sendiri. Namun sesungguhnya muaranya sama, bersumber dari satu kesalahan yang serupa, berpecah belah. Sehingga dengan pecah belahnya kesatuan, dengan sendirinya akan melemahkan kekuatannya. Dengan demikian karena kelemahan itu, maka akan lebih mudah disusupi lawan, hingga diserang pihak luar yang memusuhinya. Karena disadari atau tidak suatu bangsa yang besar niscaya akan selalu ada pihak yang memusuhinya.
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15. Kerajaan ini berdiri pada saat di Asia kecil berdiri tegak sebuah kesultanan Turki Utsmani dan di Persia kerajaan Safawi. Ketiganya pada saat yang sama menjadi [1]sebuah negara-negara adikuasa di Dunia. Mereka juga menguasai perekonomian, politik serta militer dan mengembangkan kebudayaan.
Kehancuran Mughal berawal dari sepeninggalan Aurangzeb pada 1707 M, pada saat Kesultanan Mughal mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran karena generasi pemimpin selanjutanya sangat lemah. Sampai tahun 1858 M, sultan-sultan Mughal tidak mampu lagi mengembalikan wilayah yang cukup luas dan kekuatan lokal Hindu yang cukup dinamis, disamping karena konflik diantara mereka sendiri yang berebut kekuasaan. Di bawah ini tercatat beberapa  sultan-sultan pasca Aurangzeb adalah sebagai berikut:
·         Bahadur Syah I (1707-1712 M)
·         Azimusyah (1712-1713 M)
·         Farukh siyar (1713-1719 M)
·         Muhammad syah (1719-1748 M)
·          Ahmad Syah (1748-1754 M)
·         Alamghir II (1754-1759 M)
·         Syah Alam (1761-1806 M)
·         Akbar (1806-1837 M).
·         Bahadur Syah II (1837-1858 M)
Seperti yang kita ketahui hampir semua dinasti maupun kerajaan-kerajaan yang berjaya pada saat mereka menggalami kemunduran itu di sebabkan atau ditandai karena adanya konflik dikalangan keluarga kerajaan, yang intinya adalah saling berebut kekuasaan. Selain karena faktor tersebut, faktor yang paling mendukung kehancuran Mughal juga karena adanya serangan dari bangsa lain.

A.       Awal Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah di bina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan dukungan oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Sehingga yang diwarisi hanyalah kemewahan dan kebesaran dalam istana yang disertai dengan dayang-dayang yang hanya akan melemahkan sendi-sendi kepemimpinan pada kerajaan Mughal tersebut.
Ada dua hal yang mengancam kebesaran Mughal di India ittu selain kerajaan-kerajaan Brahmana yang dibangun hendak melepaskan diri dari kungkungan Mughal, demikian juga beberapa kerajaan Islam yang lain. Adapun dual hal yang mengancam itu ialah
Pertama kerajaan Iran di bawah pimpinan Nadir Syah. Sebagaimana diketahui dalam sejarah Umat Islam Iran yang telah terdahulu, Nadir Syah setelah dapat merampas kekuasaan dari pada keturunan Shafawiy dengan akal yang asangat cerdik, dan setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, akhirnya timbulnya keinginannya yang sangat besar untuk menaklukan kerajaan Mughal di Delhi Agra itu. Dengan berbagai macam alasan terutama dengan tuduhan bahwa kerajaan  Delhi banyak sekali memberikan erbantuan kepada kaum pemberontak Afganistan dan memberikan perlindungan kepada pelarian-pelarian politik, maka diserangnyalah negeri itu (1739), yaitu dua tahun saja setelah kekuasaan Iran bulat di tangannya.[2]
Setelah ada beberapa persetuan antara Sultan Muhammad Syah dan Nadir Syah, yang akhirnya membuat Sultan Muhammad Syah mengakui atas kekuatan yang dimilki oleh Nadir Syah. Hal ini ditandai dengan  penyerahan berbagai upeti yang sangat banyak kepada Nadir Syah sebagai syarat penyerahan diri serta memberikan pengampunan dan perlindungan kepada  Sultan Muhammad Syah dan rakyat Delhi. Diantara benda-benda yang diserahkan kepada Nadir adalah singgasana buruk merak yang sampai sekarang masih dapat dilihat di dalam istana Iran. Demikian juga intan-berlian Koh-i-Nor yang terkenal itu.
Setelah masa-masa pemerintahan Muhammad Syah berakhir maka digantikanlah oleh Sultan Alam Syah. Pada masa ini Sultan Alam Syah berusaha merebut kembali wilayah Benggala dan berhasil, tiba-tiba terjadilah peperangan dengan kompeni Inggris. Tidaklah henti-hentinya peperangan itu. Kerajaan Mughal bertambah lama bertambah lemah, kompeni Inggris bertambah lama bertambah kuat, Inggris mulai mempelajari segi-segi kelemahan India dengan perbedaan agama antara Islam dan Hindu, dan juga keinginannya raja-raja Islam yang masing-masing hendak berdiri sendiri.
Kesesudahannya lemahlah Sultan Alam Syah dan patah semangat perlawanannya, sehingga diterimanya perdamaian dengan Inggris, bahwa dia menyerahkan pemungutan bea-cukai benggala, Bihar, dan Orisa, dengan menerima ganti kerugian 2.600.000 rupiah. Bertambah celaka dan malanglah nasib Sultan Alam Syah seketika seorang panglima perangnya menagkapnya dan menghukumnya dengan mengorek kedua matanya hingga buta (1788), maka bertambah kacau balaulah pertahanan Delhi yang penghabiskan itu. Dari sehari-kesehari pindahlah kewibawaan kekuasaan pemerintahan kepada Inggris.
 Akhirnya kompeni Inggris memberinya saja “ganti rugi ” sebanyak 90.000 rupiah sebuhal, cukup untuk belanjanya dalam istananya saja, dan diberi hak terus memakai gelar “Sultan”, dalam keadaan buta dan seluruh kekuasaan terserahlah mulai waktu itu kepada Inggris. Sultan Alam Syah, cahaya yang akhir dari kerajaan Mughal India itu wafat pada tahun 1806.  Lalu Alam Syah diganti oleh Muhammad Akbar (1806-1837), lalu dilanjutkan oleh Bahadur Syah.
Pada masa pemerintahan Bahadur Syah ini, mulai terjadilah pemberontakan pada tahun 1857 yang diusahakan untuk melawan pemerintahan Inggris dengan kongsi dagangnya yaitu EIC. Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka di usir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan india dan tinggalah di sana umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Adapun maharaja-maharaja India brahmana dan sultan-sultan islam yang tinggal, yang telah banyak berjasa kepada inggris dalma menguatkan imperialismenya di sana, diberi kemegahan dan kekuasaan, memakai gelar pusaka dan diberi bintang-bintang. Seketika Ratu Victoria dialntik menjadi kaisar India, maharaja-maharaja itupun datanglah berduyun-duyun ke London, menjadi pengawal dari Kaisar Ratu Inggris itu, selama peralatan besar diadakan. Sampai akhirnya Indiapun merdeka dan kembali kepada rakyatnya sendiri dan terbelah dengan Pakistan sebab yang beragama Islam ingin hendak mendirikan negara dengan cita-citanya sendiri.[3]
Sebelum Bahadur Syah di usir ke wilayah Rangon atau Birma saat ini, terdapat suatu kejadian yang sangat membuatnya sedih sekali yaitu ketika dia ditangkap dan dipenjarakan, lalu dia pun merasakan lapar dan dia meminta makanan kepada serdadu Inggris. Maka ketika membawa makanan yang berada di dalam talam emas dan dulang emas yang merupakan bekas perhiasan dari istana Inggris. Hal yang tidak disangka-sangka pun terjadi, yaitu ketika tutup dari nampan tersbut dibuka, sekujur tubuhnya gemetar dan pingsan sebab diatas nampan tersebut terdapat dua buah kepala puteranya yang sangat dicintainya. Setelah kejadian tersebut, maka berakhirnya keturunan dari Bahadur Syah.
Namun ada sedikit tambahan bahwasannya pemberontakan yang dilakukan oleh Bahadur Syah dan kawan-kawannya tersebut sering kali disebut dengan “Pemberontakan Sipahi.
B.     Faktor Penyebab Kehancuran Kerajaan Mughal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal ini mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancuran pada tahun 1858 M adalah:
·         Faktor Internal
ü  Para pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan yakni pasca kepemimpinan Jahangir Aurangzeb.
ü  Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik.
ü  Konflik internal kerajaan yakni perang saudara yang berkepanjangan dalam memperebutkan kekuasaan.
ü  Konflik – konlfik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat
ü  Infasi kerajaan lain.
ü  Pemberontakan oleh masyarakat Hindu akibat ketidakadilan penguasa.
ü  Persaingan ekonomi dengan pihak asing terutama bangsa Barat yakni Inggris
·         Faktor Eksternal
ü  Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persejataan buatan Mughal itu sendiri.
ü  Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
ü  Dekadensi moral dan gaya hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
ü  Semua pewaris kerajaan pada masa terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga tidak mampu menangani kemerosotan politik dalam negeri.
     Faktor ini ditandai dengan banyaknya gerakan pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan Mughal setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal yang terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain:
ü  Kaum Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi dan juga kota Sirhind.
ü  Golongan Marata yang dipimpin oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat.
·                   Pada masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan Afghanistan.Adanya perdagangan dan kekuasaan Inggris di India. Pada abad ke-18, terjadi pertempuran antara Prancis dan Inggris yang disebabkan karena perebutan daerah kekuasaan di Asia, pertempuran tersebut dimenangkan oleh Inggris yang nantinya membuat orang-orang Inggris melakukan penaklukan daerah-daerah India satu – persatu. Awalnya Inggris melakukan perdagangan di India melalui EIC (British East India Company, yang memproduksi kain sutra dan tenun dengan mendirikan pabrik-pabrik di Bombay, Madras, dan Kalkuta,
Dari beberapa kejadian yang telah terjadi pada masa-masa kerajaan Mughal tersebut maka dapatlah kita ketahui beberapa hal yang menyebabkan kehancuran kerajaan tersebut terjadi, diantaranya:
1.      Bidang Militer
Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris, Portugal dan Perancis di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2.      Bidang Sosial
ü  Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
ü  Pendekatan Awrangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
3.      Bidang Politik
Kekuasaan politiknya menjadi merosot akibat tahta kepemimpinannya dijadikan rebutan, sehinnga terjadi separatis Hindu, konflik-konflik yang berkepanjangan ini mengakibatkan pengawasan daerah-daerah menjadi lemah dan satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat. Pada pemerintahan Syah Alam (1760-1806 M) kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afganistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Turanni. Kekalahan Mughal dari serangan ini berakibat jatuhnya Mughal pada kedalam kekuasaan Afgan. Ketika kerajaan Mughal dalam keadaan lemah, Inggris semakin kuat posisinya, tidak saja dalam perdagangan, tapi juga dalam bentuk politik dengan dibentuknya EIC (The East India Timur Company ). Militer Inggris berhasil menekan Syah Alam sehingga melepaskan wilayah Kuth & Bengal kepada Inggris.

4.      Bidang Pemerintahan
Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
5.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Lemahnya sentuhan intelektual (pemikiran) dan estetika (satra dan sains) yang ditandai dengan memudarnya karya-karya kreatif disbanding dengan era kejayaan dinasti Abbasiyah.
6.      Bidang Ekonomi
Lemahnya manajemen ekonomi yang tidak dikelola secara sistematis dan paradigmatik. Hal ini menyebabkan krisis ekonomi yang tidak mampu menghadapi perubahan global pada zamannya.


















C. KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR


1.      Kemunduran Kerajaan Usmani

Sesudah Sulaiman al-Qanuni, kerajaan Usmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang kenamaan. Kerajaan ini mulai memasuki fase kemundurannya di abad XVII M. Didalam negeri timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Suriah dibawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Libanon dibawah pimpinan Druze Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara tetangga terjadi peperangan seperti Venetiq (1645-1664 M) dan dengan Syah Abbas dari Persia. Jennisary, nama yang diberikan tentara Usman juga berontak. Sultan-sultan berada dibawah kekuasaan harem-harem.
2.      Kemunduran Kerajaan Mughal

        Masa Mughal dalam Sejarah Kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Baghdad  pada tahun 656 H atau 1258 M sampai masuknya tentara Usmani ke Mesir, kemudian memasuki Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria pada tahun 1517 M dibawah pimpinan Sultan Salim. Kekuasaan Mughol membujur dari perbatasan India di sebelah timur dan perbatasan Syiria disebelah barat.
3.       Kemunduran Kerajaan Safawi 

    
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut  diperintah oleh enam raja, yaitu   Sifa Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memeprlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.




[1] Ajid Thohir. PERKEMBANGAN PERADABAN DI KAWAAN DUNIA ISLAM Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004., hal. 212

[2]. Badri, Yatim. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 159
3. Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.  Hal. 161-162

4. Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.  Hal. 162
5. Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.  Hal. 164
6. .Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam,Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004. Hal. 213

Makalah Hadis Muamalah, Hadis tentang Larangan Bersumpah dalam Jual beli

MAKALAH HADIST MUAMALAH
“LARANGAN BERSUMPAH DALAM JUAL BELI”




DISUSUN OLEH :
MUH. AGUS SYAM
10800113182
AK 7,8



JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, sehingga dengan rahmatnya dan ijinnya saya dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada saya. Makalah Hadist Muamalah saya ditujukan untuk melengkapi dan menyelesaikan tugas yang diembankan kepada saya oleh dosen selaku pemberi matakuliah Hadist Muamalah.
 Semoga apa yang saya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi refresensi materi dari matakuliah Hadist Muamalah yang telah di ajarkan kepada saya.
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran anda sekiranya dalam makalah ini terdapat kekeliruan dan kesalahan sehingga makalah ini dapat bermanfaat Terimakasih.
Wassalaikum Wr.Wb






                                                                       

                                                                       Samata,02 November 2014

                                                                                     Penulis





A. MATAN HADIST
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: الْحَلِفُ مَنْفَقَةٌ لِلسِّلْعَةِ، مَمْحَقَةٌ لِلْبَرَكَةِ


B. ARTI HADIST

1035. Abuhurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Sumpah itu menyegerakan lakunya (terjual) barang tetapi menghapuskan berkatnya rizki yang didapat karena sumpah itu. (Bukhari, Muslim).












C. PENJELASAN HADIST

1.      DEFINISI SUMPAH
Dari segi bahasa, (اليمين) /al-yamiin berarti tangan kanan, kemudian sumpah dinamai dengan istilah al-Yamiin lantaran dahulu orang-orang jahiliyah apabila bersumpah, mereka saling membentangkan tangan kanannya (bersalaman) sebagai tanda penguat sumpah mereka.
Adapun secara istilah fiqih-nya, sumpah adalah menguatkan perkataan dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan dengan bentuk kalimat tertentu.
2.      PENJELASAN DEFINISI DAN SYARAT-SYARAT SUMPAH
Dari definisi yang telah disebutkan di atas, kita bisa mengetahui penjelasan dan syarat-syarat sumpah sebagai berikut;
1. Menguatkanperkataan, berarti orang yang bersumpah harus berniat untuk bersumpah. Apabila hanya sekedar ucapan sumpah yang tidak dimaksudkan, maka tidak dihukumi sebagai sumpah, dan ucapannya termasuk لغول اليمين (sumpah yang tidak dihukumi seba­gai sumpah yang sebenarnya), hal ini sebagaimana firman Alloh;
لاَّ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِيَ أَيْمَانِكُمْ
Alloh tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak kamu maksudkan. (QS. al-Baqoroh [2]: 225)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata tentang ayat di atas: “(Maksudnya) adalah perkataan seseorang (ketika dita nya, lalu menjawab) ‘Tidak, demi Alloh’, atau ‘Benar, demi Alloh’. (padahal dia tidak bermaksud untuk bersumpah.)
2.  Dari devinisi tersebut (menguatkan perkataan), maka seseorang yang  bersumpah  dianggap  bersumpah   apabila   telah   mukallaf (berakal dan  baligh), serta tidak terpaksa.
Sehingga seorang anak yang belum baligh atau sudah baligh tapi tidak berakal (seperti orang gila), ataupun seseorang yang dipaksa apabila bersumpah maka sumpahnya tidak dianggap sah. Hal ini lantaran setiap amalan ti­dak dibebankan kecuali terhadap hamba yang sudah mukallaf, sebagaimana hadits yang mengatakan bahwa ‘Tidak ditulis beban kewajiban/dosa dari tiga golongan, anak kecil sehingga dewasa/baligh, orang gila/tidak berakal sehingga berakal, dan orang yang tidur sehingga dia bangun.'(HR. Abu Dawud no. 4298, Nasa’i 100/2, Ibnu Majah no. 2041, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam al-‘lrwa‘ no. 297)
Dan dalam hadits yang lain termasuk mereka juga orang yang dipaksa.
3.  Dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan,  berarti  harus ada sesuatu yang diagungkan yaitu
Alloh atau nama-Nya atau sifat-sifat-Nya, karena Dia-lah yang Maha Agung dan lebih patut diagung­kan, sedangkan selain-Nya maka semuanya   telah   dilarang   untuk digunakan sebagai sesuatu yang diagungkan   dalam   sumpahnya. Sebagaimana sabda Rosululloh:
Sesungguhnya Alloh melarang ka­lian untuk bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian, barangsiapa hendak bersumpah, maka hendak-lah la bersumpah dengan nama Alloh atau diam. (HR. Bukhori 2/161, dan Muslim 5/81)
Adapun bersumpah dengan menyebut sifat Alloh, maka seperti mengatakan “Aku bersumpah demi kemuliaan Alloh,” atau “Aku ber­sumpah demi keagungan Alloh.” Hal ini didasari oleh banyak hadits, di antaranya;
Dari Anas, bahwasanya Rosululloh bersabda: “Senantiasa neraka Jahannam berkata masihkah ada tam-bahan? sampai Pemilik kemuliaan (Alloh) meletakkan kaki-Nya ke dalamnya, lalu dia (neraka) berkata: Cukup, cukup, (aku bersumpah) demi kemuliaan-Mu.” sehingga berdesakan sebagiannya dengan sebagian yang lain.” (HR. Tirmidzi 5/390, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Sunan Tirmidzi no. 3272)
4. Dari definisi tersebut (dengan menyebutkan sesuatu yang di­agungkan), maka sumpah harus diucapkan dengan lisannya, apabila hanya bersumpah dalam hatinya, maka sumpahnya tidak sah karena bukan termasuk ucapan.
 5. Dengan bentuk kalimat tertentu, dalam istilah bahasa Arab dikenal bentuk-bentuk sumpah semisal huruf wawu (واوالقسم), huruf Ta (تاء القسم ), dan huruf Ba (باء القسم ). Semua huruf-huruf terse­but dipakai sebagai alat untuk ber­sumpah yang artinya dalam bahasa kita adalah demi.
Contoh sebuah perkataan sumpah,والله لأزورنك غداً  artinya, “Demi Alloh aku akan mengunjungimu besok.” ‘Huruf Wawu‘ yang artinya’demi’adalah bentuk kalimat khusus untuk bersumpah. ‘Alloh‘ adalah sesuatu yang diagungkan dalam sumpah.’Aku akan mengunjungimu besok‘ adalah isi sumpah.
Dalam sebuah tafsir ibnu katsir, menurut pendapat Syafi’i bahwa sumpah tidak sengaja hanya menjadi kebiasaan dalam berbicara seperti ucapan, demi Allah tidak, demi Allah benar. Kemudian menurut Abu Hanifah dan Ahmad bahwa sumpah tidak disengaja yaitu sumpah dalam bergurau atau menurut perkiraan.
3.      Hukum Bersumpah Dalam Jual Beli

Apakah boleh bersumpah dalam jual beli jika pelakunya seorang yang jujur..??

Jawaban:
Sumpah dalam jual beli itu secara mutlak hukumnya makruh, baik pelakunya seorang pendusta maupun orang yang jujur. Jika pelakunya seorang yang suka berdusta dalam sumpahnya, sumpahnya menjadi makruh yang mengarah kepada haram. Dosanya lebih besar dan adzabnya sangat pedih, dan itulah yang disebut dengan sumpah dusta. Sumpah itu, jika menjadi satu sarana melariskan dagangan, maka ia akan menghilangkan berkah jual beli dan juga keuntungan. Hal tersebut ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الحَلِفُ مَنْفَقَةٌ لِلسِّلْعَةِ، مَمْحَقَةٌ لِلبَرَكَةِ
“Sumpah itu dapat melariskan dagangan dan menghilangkan berkah.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih milik keduanya. Dan lafazh di atas milik al-Bukhari. Silahkan lihat kitab Fat-hul Baari, jilid IV, hal. 315. Juga didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَايُكَلِّمُهُمً اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَايَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَايُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat kelak Dia tidak  melihat mereka, dan Dia juga tidak akan menyucikan mereka, serta bagi mereka adzab yang pedih.”

Dia mengatakan: “Hal itu dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam sebanyak tiga kali.” Abu Dzarr mengatakan: “Mereka benar-benar gagal dan merugi. Siapakah orang-
orang itu, wahai Rasulullah?” Beliau pun menjawab:
"الْمُسْبِلْ وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَذِبِ"
“Pria yang memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki, dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya, serta orang yang melariskan dagangannya dengan menggunakan sumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya (jilid I hal. 102). Hal senada juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnadnya.

Walaupun sumpah dalam jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka sumpahnya tetap makruh, tetapi makruh dengan pengertian tanzih (sebaiknya dihindari) karena yang demikian itu sebagai upaya melariskan dagangan sekaligus mencari daya tarik pembeli dengan banyak mengumbar sumpah. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٧٧)
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imaran: 77)

Juga didasarkan pada keumuman firman Allah Ta’ala:
وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ (٨٩)
“…dan jagalah sumpahmu…” (QS. Al-Maidah: 89)

Demikian juga firman-Nya yang lain:
وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ (٢٢٤)
“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang…” (QS. Al-Baqarah: 224)

Juga didasarkan pada keumuman hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari as-Sulami, dia pernah mendengar Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي البَيْعِ، فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Hindarilah banyak bersumpah dalam jual beli, karena sesungguhnya sumpah itu memang bisa membuat laris, tetapi kemudian melenyapkan (harta).” (HR. Muslim di dalam kitab shahihnya, Ahmad di dalam kitab al-Musnad, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud).


D. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari makalah ini, sumpah dalam jual beli itu secara mutlak hukumnya makruh, baik pelakunya seorang pendusta maupun orang yang jujur. Jika pelakunya seorang yang suka berdusta dalam sumpahnya, sumpahnya menjadi makruh yang mengarah kepada haram. Sumpah dalam jual beli akan mengakibatkan barang tersebut berkurang berkahnya atau menghilangkan berkahnya. Oleh karena itu, kita seharusnya menghindari bersumpah dalam jual beli agar kita senantiasa mendapat berkah dan rezeki yang melimpah dari Allah SWT.