Makalah Ilmu AlQuran
Qishas
OLEH
:
Eko Hardiansya S
Manikam Aprilani
Nurjannah
Asriana
Wisnu Danang
Erlangga
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah swt. karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini .
Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Allah swt.
Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Samata 6
November 2013
Penyusun
ILMU QISHASH
Adil adalah salah satu sifat Allah l yang mulia dan
sempurna. Oleh karena itu, Allah l mengharamkan kezaliman atas diri-Nya dan di
antara hamba-hamba-Nya. Allah l berfirman di dalam hadits qudsi: يَا عِبَادِي،
إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا
فَلَا تَظَالَمُوا
“Wahai hamba-Ku, Aku mengharamkan kezaliman bagi diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka dari itu, janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim dari Abu Dzar z)
Bahkan, kezaliman adalah salah satu sebab yang akan mendatangkan kesulitan bagi pelakunya nanti di hadapan Allah l, ketika kezaliman tersebut belum terselesaikan di dunia. Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai hamba-Ku, Aku mengharamkan kezaliman bagi diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka dari itu, janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim dari Abu Dzar z)
Bahkan, kezaliman adalah salah satu sebab yang akan mendatangkan kesulitan bagi pelakunya nanti di hadapan Allah l, ketika kezaliman tersebut belum terselesaikan di dunia. Rasulullah SAW bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
“Hindarilah perbuatan zalim, karena kezaliman itu akan
mendatangkan kegelapan (kesulitan) pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim dari
Jabir c) Di antara kegelapan (kesulitan) yang akan menimpa pelaku kezaliman
pada hari kiamat adalah diberlakukannya qishash (pembalasan yang sepadan). Para
pelaku kezaliman yang bisa selamat di dunia, tidak akan selamat di akhirat
kelak. Sebagian ulama Ahlus Sunnah membagi qishash yang akan terjadi di akhirat
nanti—berdasarkan dalil-dalilnya dari sunnah Rasulullah n yang sahih—menjadi
dua macam:
1.Umum
Qishash secara umum, yang terjadi di antara orang-orang zalim, baik orang-orang yang beriman maupun orang-orang kafir. Hal ini terjadi sebelum shirath. Ada yang berpendapat pada waktu hisab.
Qishash secara umum, yang terjadi di antara orang-orang zalim, baik orang-orang yang beriman maupun orang-orang kafir. Hal ini terjadi sebelum shirath. Ada yang berpendapat pada waktu hisab.
Adapun dalil yang menunjukkan terjadinya qishash secara
umum adalah sebagai berikut. Dari Abdullah bin Mas’ud z, Rasulullah SAW
bersabda,
أَوَّلُ مَا يُقْضَى فِيهِ بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ
“Perkara pertama yang akan diputuskan di antara umat
manusia pada hari kiamat adalah masalah darah.” (Muttafaqun alaih)
مَنْ كَانَتْ
عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ
دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ
عَلَيْهِ
“Barang siapa yang telah melakukan kezaliman terhadap
saudaranya (muslim), hendaknya dia meminta kehalalan dari saudaranya
(dimaafkan), karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar atau dirham. (Akan
ditegakkan qishash). Pada awalnya, akan diambil kebaikan-kebaikan dari pihak
yang menzalimi dan diberikan kepada saudaranya yang dizalimi. Apabila orang
yang zalim itu sudah tidak memiliki kebaikan, kejelekan-kejelekan orang yang
dizalimi akan diambil dan diberikan kepadanya (orang yang menzaliminya).”
(Muttafaqun alaih) Rasulullah SAW pernah bertanya:
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ. فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ
هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ
هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ
فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ
فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang sudah tidak memiliki dirham atau dinar.” Rasulullah n berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku (kaum muslimin) adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi, dia juga membawa dosa-dosa (karena) dia telah mencela orang ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Lantas, orang yang dizalimi ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan yang lain juga diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Apabila kebaikannya sudah habis dan seluruh kewajibannya belum tertunaikan, maka sebagian dosa-dosa mereka (orang-orang yang dizaliminya) akan dipikulkan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang sudah tidak memiliki dirham atau dinar.” Rasulullah n berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku (kaum muslimin) adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi, dia juga membawa dosa-dosa (karena) dia telah mencela orang ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Lantas, orang yang dizalimi ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan yang lain juga diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Apabila kebaikannya sudah habis dan seluruh kewajibannya belum tertunaikan, maka sebagian dosa-dosa mereka (orang-orang yang dizaliminya) akan dipikulkan kepadanya, lalu dia dilempar ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin t berkata, “Hadits ini tidaklah berarti seorang muslim yang zalim
akan kekal di dalam neraka. Namun, dia akan diazab sesuai dengan kadar
perbuatan kezalimannya terhadap orang lain yang belum tertunaikan sehingga
diberikan kejelekan-kejelekan orang lain itu kepadanya. Setelah itu, dia akan
masuk ke dalam surga, karena seorang muslim tidak akan kekal di dalam neraka.
Akan tetapi, (yang harus kita ingat) neraka itu apinya sangat panas. Seseorang
tidak mungkin bisa sabar bertahan
menghadapi panas api di dunia walaupun hanya sesaat saja, apalagi api neraka.
Mudah-mudahan Allah l menyelamatkan kita semua darinya.” (Syarh Riyadhus
Shalihin 1/532)
2.Khusus
Qishash yang khusus itu akan terjadi setelah shirath. Qishash ini khusus bagi orang-orang beriman yang sudah selamat dari shirath dan akan masuk ke dalam surga. Rasulullah n bersabda:
يَخْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا
“Orang-orang beriman yang telah selamat dari api neraka akan tertahan di Qantharah (sebuah tempat di antara surga dan neraka). Kemudian ditegakkanlah qishash terhadap sebagian mereka akibat kezaliman yang terjadi di antara mereka di dunia. Setelah dibersihkan dan dibebaskan (dari kezaliman), barulah mereka diizinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang di antara mereka lebih paham terhadap tempat tinggalnya di surga daripada tempat tinggalnya di dunia.” (HR. al-Bukhari) Syubhat Mu’tazilah
Qishash yang khusus itu akan terjadi setelah shirath. Qishash ini khusus bagi orang-orang beriman yang sudah selamat dari shirath dan akan masuk ke dalam surga. Rasulullah n bersabda:
يَخْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا
“Orang-orang beriman yang telah selamat dari api neraka akan tertahan di Qantharah (sebuah tempat di antara surga dan neraka). Kemudian ditegakkanlah qishash terhadap sebagian mereka akibat kezaliman yang terjadi di antara mereka di dunia. Setelah dibersihkan dan dibebaskan (dari kezaliman), barulah mereka diizinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang di antara mereka lebih paham terhadap tempat tinggalnya di surga daripada tempat tinggalnya di dunia.” (HR. al-Bukhari) Syubhat Mu’tazilah
Al-Imam al-Qurthubi t berkata,
“Sebagian orang-orang yang lalai, yaitu orang-orang yang mengikuti hawa nafsu
tanpa petunjuk dari Allah l karena memuja-muja akalnya serta menghukumi
kitabullah dan sunnah Nabi-Nya Muhammad n dengan akal yang lemah dan dengan
pemahaman-pemahaman yang lemah pula, mengatakan, ‘Tidak mungkin terjadi pada
hikmah dan keadilan-Nya bahwa Dia l memberikan kejelekan orang yang
melakukannya kepada orang yang tidak melakukannya, lalu diambil kejelekan itu
dari pemiliknya kemudian diberikan kepada orang yang tidak melakukannya.
Menurut anggapan mereka, ini adalah
tindakan penganiayaan. Mereka menakwil firman Allah l:
“Seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (al-Isra: 15) Mereka berkata, ‘Bagaimana hadits-hadits ini menjadi sahih, padahal menyelisihi zahir al-Qur’an, ditambah lagi hal tersebut mustahil menurut akal?’.”
“Seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (al-Isra: 15) Mereka berkata, ‘Bagaimana hadits-hadits ini menjadi sahih, padahal menyelisihi zahir al-Qur’an, ditambah lagi hal tersebut mustahil menurut akal?’.”
Jawabannya, kata beliau t, “Allah l
tidak membangun agama ini di atas akal-akal para hamba. Dia tidak berjanji dan
tidak pula mengancam menurut sesuatu yang dianggap mungkin oleh akal mereka atau
menurut pemahaman yang mampu mereka jangkau. Justru, mereka diberi janji-janji
yang sesuai dengan kehendak dan keinginan-Nya. Allah l memerintah dan melarang
sesuai dengan hikmah-Nya. Seandainya seluruh perkara yang tidak mampu dijangkau
oleh akal itu tidak bisa diterima, niscaya mayoritas syariat itu mustahil,
kalau diukur dengan akal para hamba’.” Misalnya, Allah l mewajibkan mandi
karena keluarnya air mani. Padahal, air mani itu suci, menurut sebagian para
sahabat dan para imam.
Dia l mewajibkan bersuci/istinja’
karena buang air besar, sebuah masalah yang tidak ada khilaf tentang najis,
kotor, dan bau busuknya, di antara para imam dan orang-orang yang berakal
sehat.
Dia l juga mewajibkan wudhu karena keluarnya angin dari dubur, sebagaimana Allah l juga mewajibkan wudhu karena keluarnya air besar yang banyak dan menjijikkan. Lantas, dengan akal yang mana hal ini bisa sebanding? Logika mana yang mewajibkan penyamaan antara angin yang tidak ada wujudnya dengan buang air besar yang ada wujudnya, berbau busuk, dan kotor/najis?
Allah l mewajibkan hukum potong tangan karena mencuri seharga sepuluh dirham, atau menurut sebagian ahli fikih tiga dirham, atau kurang dari itu. Hukum potong tangan karena mencuri dengan kadar ini disamakan dengan potong tangan bagi yang mencuri berkadar seratus ribu dinar. Keduanya sama-sama diberikan hukuman potong tangan. Misal yang lain. Seorang ibu mendapat warisan dari anaknya yang meninggal sebanyak sepertiga dari hartanya. Apabila anak yang meninggal itu memiliki saudara, ibu itu hanya mendapat seperenam. Padahal saudara-saudaranya tidak mendapatkan warisan darinya sedikit pun. Dengan akal mana seseorang bias menjangkau hal-hal ini?
Dia l juga mewajibkan wudhu karena keluarnya angin dari dubur, sebagaimana Allah l juga mewajibkan wudhu karena keluarnya air besar yang banyak dan menjijikkan. Lantas, dengan akal yang mana hal ini bisa sebanding? Logika mana yang mewajibkan penyamaan antara angin yang tidak ada wujudnya dengan buang air besar yang ada wujudnya, berbau busuk, dan kotor/najis?
Allah l mewajibkan hukum potong tangan karena mencuri seharga sepuluh dirham, atau menurut sebagian ahli fikih tiga dirham, atau kurang dari itu. Hukum potong tangan karena mencuri dengan kadar ini disamakan dengan potong tangan bagi yang mencuri berkadar seratus ribu dinar. Keduanya sama-sama diberikan hukuman potong tangan. Misal yang lain. Seorang ibu mendapat warisan dari anaknya yang meninggal sebanyak sepertiga dari hartanya. Apabila anak yang meninggal itu memiliki saudara, ibu itu hanya mendapat seperenam. Padahal saudara-saudaranya tidak mendapatkan warisan darinya sedikit pun. Dengan akal mana seseorang bias menjangkau hal-hal ini?
Tidak ada yang bisa dilakukan selain
berserah diri dan tunduk terhadap Pemilik syariat.
Demikian pula logika tentang qishash terhadap amalan yang baik dan buruk. Allah l telah berfirman dalam hal ini, sedangkan firman-Nya adalah benar. Allah SWT berfirman:
Demikian pula logika tentang qishash terhadap amalan yang baik dan buruk. Allah l telah berfirman dalam hal ini, sedangkan firman-Nya adalah benar. Allah SWT berfirman:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat,
maka tiadalah dirugikan seseorang sedikit pun. Jika (amalan itu) hanya seberat
biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan.” (al-Anbiya’: 47) Orang-orang kafir berkata kepada
orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul
dosa-dosamu.” Mereka (sendiri) sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa
mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. (al-‘Ankabut:
12)
“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya
dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang
mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).
Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (an-Nahl: 25)
Firman Allah SWT ini menjelaskan makna firman-Nya:
Firman Allah SWT ini menjelaskan makna firman-Nya:
“Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain.” (al-Isra: 15)
Maknanya, kata beliau t, “Kamu tidak akan memikul beban/dosa orang lain apabila kamu tidak berbuat zalim. Adapun apabila kamu berbuat zalim, maka akan dipikulkan kejelekan-kejelekan itu dan akan diambil kebaikan-kebaikan itu tanpa persetujuanmu.” (at-Tadzkirah, hlm. 310—311)
Maknanya, kata beliau t, “Kamu tidak akan memikul beban/dosa orang lain apabila kamu tidak berbuat zalim. Adapun apabila kamu berbuat zalim, maka akan dipikulkan kejelekan-kejelekan itu dan akan diambil kebaikan-kebaikan itu tanpa persetujuanmu.” (at-Tadzkirah, hlm. 310—311)
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar