MAKALAH
BAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIA
Tema:
“SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA”
DISUSUN OLEH
AMPE DARYANTI (10800113162)
NIRMAYANTI (10800113191)
NUR ALIM BACHRI (10800113171)
MANIKAM APRILANI (10800113195)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
PERIODE 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan
kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama yang sempurnanya dengan bahasa yang sangat
indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang berjudul “perkembangan bahasa Indonesia”
sebagai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam makalah ini kami mencoba
untuk menjelaskan tentang perkembangan bahasa Indonesia yang kami mulai dari
sumber bahasa Indonesia, proses pemberian nama bahasa Indonesia, pertistiwa- peristiwa
penting yang berkaian dengan bahasa Indonesia serta mengapa bahasa melayu yang
dipilih sebagai sumber bahasa Indonesia.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.
Samata, Nopember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 3
C. Tujuan............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
A. Sumber Bahasa Indonesia................................................................................ 4
B. Peresmian nama bahasa Indonesia................................................................. 10
C. Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.................... 12
D. Peristiwa-peristiwa
penting yang berkaitan dengan bahasa Indonesia.......... 12
BAB III PENUTUP........................................................................................... 16
A. Kesimpulan .................................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................................. 16
Daftar Pustaka..................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Bahasa
adalah yang paling baik dalam menunjukkan identitas kultural suatu bangsa.
Dengan kata lain bahasa menunjukkan bangsa. Itu sebabnya penting bagi bangsa
Melanesia melestarikan sekitar 250 bahasa etnisnya dari arus besar dominasi
‘bahasa Indonesia’. Sejauh mana dominasi itu? Apa dampaknya? Bagaimana proses
historisnya? Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, penting sebagai upaya
melestarikan identitas bangsa Melanesia, yang selama ini ‘lebur’ dalam “NKRI”
dan dalam banyak hal justru mengalami Jawanisasi. Ini kontradiktif dengan
gagasan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Bahasa Indonesia mempunyai
sejarah jauh lebih panjang dari pada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia
telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh sebelum
Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa
persatuan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu
bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar etnis (lingua franca) yang mampu
merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun
bahasa Indonesia mempunyai posisi yang penting. Deklarasi Sumpah Pemuda membuat
semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia
dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan
media cetak. Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa
Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya
sebagai bangsa. Maka dalam makalah ini kami mencoba untuk mensajikan pembahasan
tentang sumber bahasa Indonesia, peresmian nama bahasa Indonesia dan
peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan bahasa Indonesia.
Bahasa juga merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan
seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan
tujuannya. Seperti yang dikatakan
oleh Gorys Keraf dan Abdul Chaer : Bahasa adalah suatu sistem lambing berupa bunyi, bersifat abitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerjasama,
berkomunikasi dan untuk mengidentifikasikan
diri (1998:1).
Pentingnya bahasa sebagai identitas
manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian
bahasa dalam kehidupan bermayarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas
kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa,
manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah
dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum
terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu
terasa nyata dan terungkap. Sering manusia lupa akan misteri dan kekuatan
bahasa. Mereka lebih percaya pada pengetahuan dan pengalamannya. Padahal semua
itu masih mentah dan belum nyata, bila tidak dinyatakan dengan bahasa.
Era globalisasi dewasa ini mendorong
perkembangan bahasa secara pesat, terutama bahasa yang datang dari luar atau
bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan
sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional (Lingua Franca), maka orang akan cenderung
memilih untuk menguasai Bahasa Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan
di kancah internasional sehingga tidak buta akan informasi dunia. Pada saat
ini, bahasa yang harus kita kuasai adalah bahasa Inggris, karena bahasa Inggris
merupakan bahasa internasional yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam
komunikasi antar negara.
Tak dipungkiri memang pentingnya
mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap
menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Karena seperti yang
kita ketahui, bahsa adalah merupakan idenditas suatu bangsa. Untuk memperdalam
mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai
saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan
adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita
didalamnya. Maka dari itu melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan
sejarah tentang perkembangan bahasa, khusunya bahasa Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai
dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut:
1. Bahasa apa yang menjadi sumber bahasa Indonesia ?
2. Bagaimana proses Peresmian nama bahasa Indonesia?
3. Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia?
4. Peristiwa-peristiwa penting apakah yang berkaitan dengan
bahasa Indonesia?
C.
TUJUAN
Makalah ini
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui bahasa apa yang menjadi sumber bahasa Indonesia
2. Mengetahui proses
Peresmian nama bahasa Indonesia
3.Mengetahui alasan bahasa melayu diangkat
menjadi bahasa Indonesia
4. Mengetahui peristiwa penting yang
berkaitan dengan bahasa Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang
digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan
modern.
Aksara
pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di
Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah
Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari
Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa
Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan
dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi
beragam.
Istilah
Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha
pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara
geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan
sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah
Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu
tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut
disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota
Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya
yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi
klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di
Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa
penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga
Laguna.
Bahasa
Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o"
seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung
Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam
perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini)
dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat
mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung
Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau
Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia.
Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat
"e".
Kesultanan
Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga
berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan
penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga
memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako,
Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a"
seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk
asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek
moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu
kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu
untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara
sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek
moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu
terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu
Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan
perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan
makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga
telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.
M. Muhar
Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut:
"Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi
seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu
walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya.
Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang
mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan
Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa
Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna)
sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna
yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan
bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa
Sanskerta, suatu bahasa
Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan
bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari
abad berikutnya di Pulau
Jawa[10] dan Pulau Luzon.[11]
Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca
masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada
abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical
Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa
Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung
Malaya.[butuh rujukan] Laporan
Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh
semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang
menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah
ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam
yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu,
kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur,
cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses
penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan
pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa
Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela.
Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi,
kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga
awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa
yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa
Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan
Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan
dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu,
loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada
abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada
abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa
yang paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya
penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal.
Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara
bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa
Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses
pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang.
Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa
Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai
bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak
akhir abad ke-19).[13]
Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa
Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan
penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali
Haji dari
istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu
dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama
tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah
dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga
akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa
Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan
tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi
memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua
franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
Bahasa Melayu mulai di pakai di
kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan
ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), ,
Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M
(Bangka Barat), dan Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi berangka tahun 688 M
(Jambi) Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa
Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah
(Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan
prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa yang digunakan di dalam buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku maupun sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang di gunakan terhadap para pedagang asing.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan di Kepulauan Nusantara.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa yang digunakan di dalam buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku maupun sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang di gunakan terhadap para pedagang asing.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan di Kepulauan Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin
jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti
tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun
hasil Sastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat
Raja-Raja Pasai, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok
Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa
Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan
antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena
bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa
Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah
Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa
Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta,
bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam
perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan
kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah
dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya
dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam
Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang
dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja
berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe
laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa
Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli
jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana
diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara,
"...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa
Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam
masjarakat Indonesia". Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia
tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah
digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan.
Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga
digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya
Prasasti-prasasti kuno dari kerajaan di indonesia yang ditulis dengan
menggunakan Bahasa Melayu.
Dan
pasca saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi
aturan-aturan hidup dan satra
2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia maupun
pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan. Jadi jelaslah bahwa bahasa indonesia
sumbernya adalah bahasa melayu.
B.
Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Secara
sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa
Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip
dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa
Melayu Kuno. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada
“Kongres Pemuda” 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia
oleh para pemuda saat itu lebih “bersifat politis” daripada “bersifat
linguistis”. Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih
disebut bangsa Indonesia. Ketika itu, yang mengikutinya adalah wakil-wakil
pemuda Indonesia dari Jawa, Sunda, Batak, Ambon, dan Selebes. Jadi secara Linguistis yang
dinamakan bahasa Indonesia saat itu sebenarnya bahsa melayu.
Ciri-ciri
kebahasaannya tidak berbeda dengan bahasa melayu, Namun untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia , para pemuda pada saat itu secara
politis menyebutkan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa
indonesialah yang saat itu dianggap dapat memancarkan inspirasi dan semangat
nasionalisme, bukan bahasa melayu yang berbau kedaerahan.
“Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa
Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. .
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad
Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada
Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada
masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada
dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan
Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan
menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan”. Hal ini juga sesuai dengan
butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Namun
secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau
setelah Kemerdekaan Indonesia. Ikrar yang di peringati setiap tahun oleh bangsa
Indonesia ini juga dapat memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu
bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang, bangsa tidak
akan mungkin dapat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara utuh dalam
dunia pergaulan dengan bangsa lain. Jadi bahasa menunjukkan identitas bangsa.
Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya
kebudayaan bangsa.
C.
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Ada
empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
yaitu :
1. Bahasa
melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdagangan.
2. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa,
suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
D.
Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia
Peristiwa-peristiwa
penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci
sebagai berikut :
1.
Tahun
1801
Disusunlah
ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi
Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab
Logat Melayu.
2. Tahun 1908
Pemerintah
kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku- buku bacaan yang diberi nama
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun
1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka
juga menerbitkan majalah. Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai
pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat
disebutkan sebagai berikut :
a. Memberikan
kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita
ciptanya dalam bahasa melayu.
b. Memberikan kesempatan kepada rakyat
Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
c. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan
masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami
oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
d. Balai pustaka juga memperkaya dan
memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa
melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
3. Tanggal 16
Juni 1927
Jahja
Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk
pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato
menggunakan bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28
Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan.
5. Tahun 1933
Berdiri
sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru
yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936
Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal
25-28 Juni 1938
Dilangsungkannya
Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan
bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara
sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8. Tanggal 18
Agustus 1945
Ditandatanganinya Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
9. Tanggal 19
Maret 1947
Diresmikan
penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10.Tanggal 28
Oktober – 2 November 1954
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad
bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11.Tanggal 16
Agustus 1972 H.
M.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. 12.Tanggal
31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13.Tanggal 28
Oktober – 2 November 1978
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14.Tanggal 21 –
26 November 1983
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang
mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
15.Tanggal 28
Oktober – 3 November 1988
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira
tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman,
dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan di persembahkannya karya besar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara,
yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28
Oktober – 2 November 1993
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei
Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17.Tanggal
26-30 Oktober 1998
Diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu
mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa
18. Sarikat Islam
Sarekat islam
berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang
perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya,
sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang
politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan
ialah bahasa Indonesia.
Sederetan dari
peristiwa diatas menunjukkan bahwa betapa gigihnya para tokoh Indonesia dalam
mendapatkan pengakuan dunia. Dengan adanya bahasa Indonesia , kedudukan
indonesiapun di mata dunia mendapat perhatian tersendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut : 1. Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu 2. Bahasa
Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada
tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah
kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. 3. Bahasa Melayu di
angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa
pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan
mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa. 4. Begitu banyak hal
yang berkaitan dengan bahasa Indonesia yang menjadi dinamika perjalanan bahasa
Indonesia sampai saat ini.
B.
SARAN
Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari
penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan
menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita
sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia
ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak
luar.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Siti Suwadah Rimang, S.Pd.,M.Hum.(2013). Aku Cinta Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Aura
Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
Kompor.blogdetik.com
Blog.wisma-bahasa.com
Ikanteri89.blogspot.com
Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi
bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,
http://math070017.wordpress.com/2012/01/12/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/
Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi
bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru algesindo. Aripin Z.E,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar