Makalah hadis muamalah
Larangan
Minta-minta
Disusun oleh,
Nama : Sri
Susanti
NIM : 10800113189
JURUSAN
AKUNTANSI TAHUN AKADEMIK 2013/2014
FAKULTAS
EKONOMI dan BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya
dapat menyusun makalah ini. Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW atas perjuangan beliau kita dapat menikmati pencerahan iman
dan islam dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Dalam makalah ini saya akan
membahas mengenai “larangan minta-minta” dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Hadis Muamalah.
Makalah ini telah dibuat berdasarkan beberapa
referensi yang saya peroleh. Saya
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan
untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Gowa Samata, 27
Oktober 2014
Penyusun
A.
Matan Hadis
1.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى
ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
2.
Ibn Umar r.a berkata :ketika Nabi SAW, khutbah
di atas mimbar dan menyebutkan sedekah dan minta-minta, maka Beliau Bersabda:
َ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ
وَالتَّعَفُّفَ عَنْ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ
السُّفْلَى وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ
B.
Arti Hadis
1.
“Lebih baik seseorang bekerja dengan
mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya dibanding dengan seseorang yang
meminta-minta (mengemis) lantas ada yang memberi atau enggan memberi sesuatu
padanya.” (HR. Bukhari, Muslim no. 2074).
2.
“Tangan yang di
atas lebih baik dari tangan yang di bawah, tangan yang di atas itu yang member
dan yang di bawah yang meminta.”(HR. Bukhari,Muslim)
C.
Penjelasan
Hadis
1.
Pengertian Mengemis (Meminta-Minta)
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab
disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala
(bentuk fi’il madhy dari tasawwul) artinya
meminta-minta atau meminta pemberian.
Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul
(mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk
kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan
pribadi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah
berkata: “Perkataan Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari
Meminta-minta) maksudnya adalah meminta-minta sesuatu selain untuk
kemaslahatan agama.
Jadi, berdasarkan definisi di atas kita bisa
mengambil pelajaran bahwa batasan tasawwul atau “mengemis”
adalah meminta untuk kepentingan diri sendiri
bukan untuk kemaslahatan agama atau kepentingan kaum muslimin.
Selain pengertian di atas, berikut ini juga
merupakan pengertian dari Minta-minta atau mengemis, yaitu meminta bantuan,
derma, sumbangan, baik kepada perorangan atau lembaga. Mengemis itu identik
dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sarana untuk
mengungkapkan kebutuhan apa adanya. Hal-hal yang mendorong seseorang untuk
mengemis –salah satu faktor penyebabnya- dikarenakan mudah dan cepatnya hasil
yang didapatkan. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar
memberikan bantuan atau sumbangan.
Setelah kita mengetahui hakikat mengemis dan
meminta-minta sumbangan, maka bagaimanakah hukum Islam berkenaan dengan hal
tersebut?
2.
Hukum Mengemis
dan Meminta Sumbangan dalam Pandangan Syariat Islam
Agama
islam menjelaskan secara tegas, bahwa larangan meminta-minta ini sangat tegas
diberikan oleh Rasul. Disamping dengan menyuruh dan menjelaskan lebih baik
bekerja beliau juga menjelaskan keburukan meminta minta, dan di berikan sanksi
ancaman. Dalam riwayat lain orang orang yang meminta minta diberikan ancaman
pada hari akhirat nanti ia akan dibangkitkan pada raut wajah yang hitam.
Semua
itu menujukan bahwa meminta minta itu merupakan suatu pekerjaan yang tidak baik
untuk dilakukan oleh setiap muslim.
Islam
tidak mensyari’atkan meminta-minta dengan berbohong dan menipu. Alasannya bukan
hanya karena melanggar dosa, tetapi juga karena perbuatan tersebut dianggap
mencemari perbuatan baik dan merampas hak orang-orang miskin yang memang
membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu merusak citra baik orang-orang miskin yang
tidak mau minta-minta dan orang-orang yang mencintai kebajikan. Karena mereka
dimasukkan dalam golongan orang-orang yang meminta bantuan. Padahal sebenarnya
mereka tidak berhak menerimanya, terlebih kalau sampai kedok mereka terungkap.
Makna
hadits yang ada di atas juga adalah bahwasanya Rasulullah SAW menganjurkan
untuk kerja dan berusaha serta makan dari hasil keringatnya sendiri, bekerja
dan berusaha dalam Islam adalah wajib, maka setiap muslim dituntut bekerja dan
berusaha dalam memakmurkan hidup ini. Selain itu jika mengandung anjuran untuk
memelihara kehormatan diri dan menghindarkan diri dari perbuatan meminta-minta
karena Islam sebagai agama yang mulia telah memerintahkan untuk tidak melakukan
pekerjaan yang hina.
Dalam
mencari rizki harus mengenal ketekunan dan keuletan. Rasulullah memerintah
mereka bekerja dengan kemampuan kerja dan memberinya dorongan agar tidak merasa
lemah dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Dalam al-Qur’an menyatakan
bahwa pertolongan Allah hanya datang kepada mereka yang berusaha dengan
komitmen dan kesungguhan.
Di antara
dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta
sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ
يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ
مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada
orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada
sepotong daging pun di wajahnya.”
3. Kapankah Dibolehkan Meminta-Minta Sumbangan
Dan Mengemis?
Disebutkan
dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa keadaan yang membolehkan
seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara
keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:
(1) Ketika seseorang menanggung beban diyat
(denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia
melunasinya, kemudian berhenti.
(2) Ketika seseorang ditimpa musibah yang
menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan
sandaran hidup.
(3) Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang
sangat sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia
tertimpa kefakiran, maka halal baginya
meminta-minta sampai dia
mendapatkan penegak bagi kehidupannya.
3.
Faktor-Faktor
Yang Mendorong Seseorang Untuk Mengemis dan Minta-Minta
Ada banyak
faktor yang mendorong seseorang mencari bantuan atau sumbangan. Faktor-faktor
tersebut ada yang bersifat permanen, dan ada pula yang bersifat mendadak atau
tak terduga. Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Faktor
ketidakberdayaan, kefakiran, dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang yang
mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Karena
mereka memang tidak memiki gaji tetap, santunan-santunan rutin atau
sumber-sumber kehidupan yang lain. Sementara mereka sendiri tidak memiliki
keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk
menghasilkan uang. Sama seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang
menyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit menahun, janda-janda miskin,
orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja, dan
selainnya.
2. Faktor
kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kerugian
harta cukup besar. Contohnya seperti para pengusaha yang tertimpa pailit
(bangkrut) atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal
panen secara total. Mereka ini juga orang-orang yang memerlukan bantuan karena
sedang mengalami kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa
menghidupi keluarganya. Apalagi jika mereka juga dililit hutang yang besar
sehingga terkadang sampai diadukan ke pengadilan.
3. Faktor
musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti kebakaran, banjir,
gempa, penyakit menular, dan lainnya sehingga mereka terpaksa harus
minta-minta.
4.
Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka sebelumnya.
Contohnya seperti orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang
kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya, menanggung anak yatim,
menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan yang semisalnya. Mereka ini juga
adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan
harta untuk membayar tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain
yang kaya, atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara
mengemis.
4.
Jenis-Jenis
Pengemis
Ketika kita
membahas tentang fenomena pengemis dari kacamata kearifan, hukum, dan keadilan,
maka kita harus membagi kaum pengemis menjadi dua kelompok:
1. Kelompok
pengemis yang benar-benar membutuhkan bantuan
Secara riil
(kenyataan hidup) yang ada para pengemis ini memang benar-benar dalam keadaan
menderita karena harus menghadapi kesulitan mencari makan sehari-hari.
2. Kelompok pengemis
gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan tipu muslihat
Ketika
seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan
pribadinya sendiri. Maka ini juga termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta
sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.
5.
Realitas
Kondisi Pengemis dan Peminta-minta Sekarang ini
Profesi mengemis bagi sebagian orang lebih
diminati daripada profesi-profesi lainnya, karena cukup hanya dengan
mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat, dia bisa mendapatkan sejumlah
uang yang cukup banyak tanpa harus bersusah payah.
Masyarakat pada umumnya memandang bahwa
pengemis itu identik dengan orang yang berpenampilan tidak rapih, rambutnya
tidak terawat, wajahnya kusam, pakaiannya serba kumal atau robek-robek, yang
dengannya dapat dijadikan sarana untuk mengungkapkan kemelaratannya, serta
dapat menarik rasa belas kasihan masyarakat kepada dirinya.
Akan tetapi akhir-akhir ini, sebagian pengemis
tidak lagi berpenampilan seperti yang telah kami sebutkan di atas. Justru ada
diantara mereka yang berpakaian rapi, memakai jas berdasi dan sepatu, bahkan
kendaraannya pun lumayan bagus. Ada yang menjalankannya sendirian dan ada pula
yang berupa team pencari dana. Yang lebih mengherankan lagi sebagian orang
bersemangat mencari sumbangan atau bantuan dana demi memperkaya diri dan
keluarganya dengan cara membuat proposal-proposal untuk kegiatan tertentu yang
memang ada faktanya ataupun tidak ada, akan tetapi setelah memperoleh dana,
mereka tidak menyalurkan sebagaimana mestinya, tetapi justru digunakan untuk
kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan agama.
7. Bagaimana Sikap Kita Terhadap Pengemis?
Meskipun hukum
mengemis pada dasarnya dilarang dalam Islam, akan tetapi kita juga tidak boleh
menyamaratakan semua pengemis atau peminta-minta. Kita tidak boleh menuduh
mereka macam-macam, karena hal itu termasuk buruk sangka tanpa alasan.
8.
Bekerja Keras Adalah Solusi Dari Mengemis Atau Meminta-Minta
Islam
menganjurkan kita semua agar berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarga kita.
Bekerja mencari
nafkah bukan hanya pekerjaan masyarakat awam, akan tetapi para Nabi juga bekerja.
Orang yang mau
bekerja, berarti dia menghormati dirinya dan agamanya. Jika mendapatkan rezeki
melebihi kebutuhkannya, maka dia mampu mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan
membantu orang lain.
Demikian
pembahasan tentang hukum mengemis dan meminta sumbangan dalam pandangan Islam
yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Kita memohon
kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bersyukur
dan qana’ah atas segala nikmatnya, merasa cukup dengan apa yang ada, serta
menahan diri dari minta-minta. Sesungguhnya Allah Maha Dermawan lagi Maha
Mulia.
D.
Kesimpulan
Sebagai
kesimpulan dari makalah ini, dapat kita simpulkan bahwa mengemis ataupun
minta-minta sangat dilarang dan diharamkan dalam syariat Islam, yang di nyatakan
dari beberapa Hadis Rasulullah SAW, dalam hal ini minta-minta yang di landasi
dengan penipuan dan dusta, serta dilakukan untuk kepentingan diri sendiri bukan
untuk kepentingan atau kemaslahatan umat. Sementara minta-minta untuk
kepentingan agama, itu diperbolehkan dalam Islam.
Selain
itu kita juga patut untuk mengingat bahwa bekerja keras dan usaha itu jauh
lebih mulia dibandingkan dengan meminta-minta atau mengemis, karena sesuai
dengan hadis pada makalah ini yaitu tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar