MAKALAH
HADIS MU’AMALAH
LARANGAN
JUAL BELI IJON
DI SUSUN OLEH :
SITI AMINAH
10800113199
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN
2014/2015
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
............................................................ 2
2.
Hadits
larangan jual beli ijon ............................... 2
3.
Pendapat
para fuqaha ........................................... 3
4.
Hikma
larangan jual beli ijon ............................... 3
BAB III
KESIMPULAN
...........................................................................3
I.PENDAHULUAN
Di dalam kebutuhan manusia jual beli meruakan dhoruri yaitu
kebutuhan yang tidak mungkin di tinggalkan, sehigga manusia tidak dapat hidup
tanpa kegiatan jual beli. Jual beli juga merupakan sarana tolong menolong antar
sesama manusia sehingga islam membenarkan jual beli.Sejalan dengan erkembangan
zaman, persoalan jual beli yang terjadi
dalam masyarakat semakin meluas, salah satunya adalah adanya praktek jual beli
ijon ( jual beli tanaman, buah atau yang belum siap dipanen). Praktek ini bukan
hanya terjadi ada saat ini, akan tetapi sudah ada sejak zaman
rasulullah.Permasalahan ijin ini secara hukum sudah tertera jelas dalilnya,
akan tetapi permasalahan ini tetap dibahas oleh para fuqaha mengingat di dalam
jual beli ijon sendiri, ada terdapat banyak permasalahan baik dari perluasan
hukum yang sudah ada maupun adanya ijon dalam bentuk lain dari ijon pada zaman
nabi.Jual beli ijon ini masih sangat kera kita temui pada masyarakat pedesaan.
Praktek seerti ini lebih banyak berlaku pada buah-buahan, untuk biji dan
tanaman lain ada, akan tetai tidak sebanyak pada buah-buahan.
II.PEMBAHASAN
1.pengertian
Ijon atau dalam
bahasa arab dinamakan mukhadlaroh, yaitu memperjual belikan buah-buahan
atau biji-bijian yang masih hijau. Atau dalam buku lain dinamakan al-muhaqalah
yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih
kecil.
Dari pengertian di
atas tampak adanya Pembedaan antara menjual buah atau biji-bijian yang masih di
dahan tetapi tampak wujud baiknya dan menjual buah atau biji-bijian yang belum
daat dipastikan kebaikannya karena belum kelihatan secara jelas wujud matang
atau kerasnya.
2.Hadis larangan jual beli ijon
Hadits
riwayat ibnu umar :
ا
ن ر سو ل
صلى الله علىه و
سلىم نهى
عن بيع الثمار
حتى يبدو صلاحها
نهى البائع والمبتاع
“rasulullah, melarang menjual
buah-buahan sebelum tampak jadinya. Beliau melarang pihak pembeli dan penjual.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjual
buah-buahan (hasil tanaman) hingga menua. Menua maksudnya bila telah berwarna
merah. Kemudian beliau bersabda,”bila allah menghalangi masa panen buah-buahan
tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu
(uang pembeli)?” (HR. Bukhari no. 2198 dan muslim no. 1555).
Dan ada riwayat lain sahabat anas bin malik juga meriwayatkan,
أَنَّ
النَّبِىَّ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعِنَبِ حَتَّى يَسْوَدَّ
وَعَنْ بَيْعِ الْحَبِّ
حَتَّى يَشْتَدَّ
“nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang penjualan anggur hingga berubah menjadi kehitam-hitaman (anggur
hitam) dan penjualan biji-bijian yang belum mengeras” (HR. Abu daud no. 3371,
no. Tirmidzi no. 1228, ibnu majah no. 2217 dan ahmad 3:250. Syaikh al albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem
ijon adalah penjualan yang terlarang dalam syari’at islam, baik sistem ijon
yang hanya untuk sekali panen atau untuk berkali-kali hingga beberapa tahun
lamanya.
Beda
halnya jika buah yang dibeli langsung ketika muda, semisal jual beli nangka
muda yang nantinta akan digunakan untuk sayuran, maka saat ini tidak ada ghoror
dan spekulasi.
3. pendapat para fuqaha
Para
fuqaha berbeda pendapat mengenai jual beli di atas pohon dan hasil pertanian di
dalam bumi. Hal ini karena adanya kemungkinan bentuk ijon yang didasarkan pada
adanya perjanjian tertentu sebelum akad.
Imam abu hanifah atau fuqaha hanafiyah membedakan
menjadi tiga alternatif hukum sebagai berikut :
1. Jika akadnya mensyaratkan harus
di petik maka sah dan pihak pembeli wajib segera memetiknya sesaat
berlangsungnya akad, kecuali ada izin dari pihak penjual.
2. Jika akadnya tidak disertai
persyaratan apapun, maka boleh.
3. Jika akadnya mempersyaratkan buah
tersebut tidak dipetik (tetap dipanen) sampai masak-masak, maka akadnya fasad.
Sedang para ulama berpendapat bahwa mereka memperbolehkan
menjualnya sebelum bercahaya dengan syarat dipetik. Hal ini di dasarkan ada
hadits nabi yang melarang menjual buah-buahan sehingga tampak kebaikannya. Para
ulama tidak mengartikan larangan tersebut adalah menjualnya dengan syarat tetap
di pohon hingga bercahaya.
Jumhur (malikiyah, syfi’iyah, dan hanabilah) berpendapat, jika
buah tersebut belum layak petik, maka apabila disyratkan harus segera dipetik
sah. Karena menurut mereka,sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya
adalah gugurnya buah atau ada serangan hama. Kekhawatiran seperti ini yang
tidak terjadi jika langsung dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih
hijau) secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal.
Pendapat-pendapat ini berlaku pula untuk tanaman lain yang
diperjual belikan dalam bentuk ijon, seperti halnya yang biasa di masyarakat
kita yaitu penjualan padi yang belum nyata keras dan dipetik atau teta dipohon,
kiranya sama-sama berpangkal pada prinsip menjauh kesamaran dengan segala
akibat buruknya. Namun analisa hukumnya berbeda.
Menurut hemat penulis, penulis sepakat dengan jual beli sistem
ijon, dengan alasan bahawa tidak semuah yang masih samar itu terlarang.
Sebagian barang ada yang tidak dapat dilepaskan dari kesamaran.
4.hikma larangan dalam jual beli
ijon
Latar
belakang timbulnya larangan larangan menjual buah yang belum nyata baiknya
adalah adanya hadits yang diriwayatkan dari zaid bin tsabil r.a “adalah di masa
rasulullah saw, manusia menjual beli buah-buahan sebelum tampak kebaiknya.
Apabila manusia telah bersungguh-sungguh dan tiba saatnya pemutusan perkara
mereka, maka berkatalah si pembeli “masa telah menimpah buah-buahan, telah
menimpanya apa yang merusaknya”. Mereka menyebutkan cacat-cacat berua kotoran
dan penyakit ketika mereka semakin banyak bertengkar dihadaan nabi saw, maka
beliau pun berkata “janganlah kamu menjual kurma sehingga tampak kebaikannya
(matang)”.
Apabila
kita perhatikan latar belakang laraangan tersebut, maka hikma yang daat kita
ambil adalah :
1. Mencegah timbulnya pertengkaran
(mukhashamah) akibat kesamaran.
2. Melindungi pihak pembeli, jangan
sampai menderita kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum
matang.
3. Memelihara pihak penjual jangan
samapai memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
4. Menghindarkan penyasalan dan
kekecawaan pihak penjual jika ternyata buah muda yang di jual dengan harga
murah itu memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang
dengan sempurnah.
Hukum yang telah ditetapkan oleh fuqaha ini, tidak berlaku untuk
buah atau tanaman yang memang bisa dimanfaatkan atau di makan ketika masih
hijau seperti misalnya : jagung, mangga,pepaya,dan tanaman lainnya yang masanya
di etik sesudah matang, tetapi bisa juga di petik waktu muda untuk dinikmati
dengan cara-cara tertentu. Jika buah ini memang dimaksudkan dengan jelas untuk
dimakan selagi masih muda , tidak mengandung kesamaran (ghara) tidak ada unsur
penipuan yang mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak memakan
harta orang lain dengan cara yang bathil, hukumnya sama dengan buah yang sudah
nampak baiknya.
III.KESIMPULAN
Pada intinya penjual ijon dalam seluruh madzhad adalah tidak
dibolehkan, karena pada dasarnya permasalan ini sudah jelas nass hukum yang
berupa hadits rasulullah saw. Hal ini karena permasalahan jual beli ijon sudah
ada sejak zaman rasulullah dan bukan masalah kontemorer maskipun masih berlaku
sampai sekarang.
Perbedaan pendapat yang terjadi pada par fuqaha, sebenarnya
berpangkal pada prinsip yang sama, yaitu sama-sama menjauhi kesamaran dengan
segala akibat buruknya. Namun analisa hukumnya yang berbeda.
Abu hanifah atau iman hanafiyah membolehkan menjual buah-buahan
yang masih hijau dengan syarat dipetik, dan tidak membolehkan yang tetap berada
di ohon dengan alasan karena penjualan mengharuskan diserahkan.
Sedang jumhur dan ulama membolehkan dengan syarat dipetik dengan
alasan menghilangkan dari adanya kerusakan atau adanya serangan hama yang
biasanya terjadi pada buah-buahan sebelum buah bercahaya. Pada intinya
pelarangan jual beli ijon yang tetap berada di ohon adalah menghindarkan
kesamaran (gharar), menghilangkan peniuan yang mengandung pertengkaran
di kemudian hari, serta tidak mengakibatkan resiko sehingga terhindar dari
memakan harta orang lain dengan cara bathil.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar