MAKALAH
HUKUM PAJAK
HUKUM PAJAK
“Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM)”
Disusun Oleh:
KELOMPOK II (Dua)
KELOMPOK II (Dua)
Sri Susanti (10800113189)
Nurjannah (10800113159)
Asriana. S (10800113163)
Irmawati (10800113166)
Munifatuzzahrah. A (10800113170)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran
serta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam
APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan
adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan
dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak.
Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda.
Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi
pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha
intensifikasi.
aPajak
merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan
non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan
strategis yang harus dikelola dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara
tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk
mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mencerminkan keadilan
tersebut maka diberlakukan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), di samping diberlakukan tarif proporsional dan progresif.
Dalam Undang-undang PPN 1984, sebenarnya terdapat dua jenis pajak
yang dicakup yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan yang kedua adalah Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Kedua jenis pajak ini masuk ke dalam jenis
pajak konsumsi dan memiliki legal karakter
yang hampir sama. Mungkin karena itu kedua jenis pajak tersebut diatur dalam
satu Undang-undang.
Berdeda dengan PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai produksi
dan distribusi, PPnBM hanya dikenakan satu kali saja yaitu pada saat impor atau
pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh
Pengusaha Kena Pajak pabrikan BKP tersebut.
Tidak semua Barang Kena Pajak juga menjadi objek pengenaan PPnBM. Hanya
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah saja yang akan dikenai PPnBM.
Salah satu ciri pengenaan PPN adalah bahwa PPN berdampak regresif.
Sifat regresif ini artinya bahwa orang yang berpenghasilan rendah dan orang
yang berpenghasilan tinggi sama saja besar PPNnya apabila mengkonsumsi barang
yang sama. Namun demikian, orang berpenghasilan rendah menanggung beban pajak
yang lebih besar bila besarnya PPN dibandingkan dengan penghasilannya, untuk
mengimbanginya, dikenakanlah PPnBM atas barang-barang tertentu yang pada
umumnya dikonsumsi oleh kalangan berpenghasilan tinggi. Akhirnya dampak
regresif PPN bisa dikurangi dengan pengenaan PPnBM.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang hendak dibahas dalam pembuatan makalah
ini yaitu:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.
Apa
sajakah karakteristik penggolongan BKP mewah ?
3.
Apakah
dasar hukum dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.
Apakah
yang menjadi pertimbangan dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah
(PPn-BW)?
5.
Bagaimanahkah
tarif dari BKP mewah ?
6.
Siapa
sajakah objek dan subjek dari PPn-BW ?
7.
Bagaimana
dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.
Siapa
sajakah yang memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn-BM ?
C. Maksud
Penulisan
Adapun maksud yang hendak disampaikan dalam pembuatan makalah ini
yaitu:
1.
Hendak
mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.
Hendak
memaparkan apa sajakah karakteristik penggolongan BKP mewah ?
3.
Hendak
menyampaikan dasar hukum dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.
Hendak
mengetahui pertimbangan dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
5.
Hendak
mengetahui berapakah tarif dari BKP mewah ?
6.
Hendak
mejelaskan para objekdan subjek dari PPn-BW ?
7.
Hendak
menjelaskan dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.
Hendak
menjelaskan keadaan dan siapa yang bisa memperoleh pembebasan dari pengenaan
PPn-BM ?
D.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan makalah ini
yaitu:
1.
Agar
pembaca dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.
Agar
pembaca dapat memaparkan apa sajakah karakteristik
penggolongan BKP mewah ?
3.
Agar
pembaca dapat mengetahui dasar hukum
dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.
Agar
pembaca dapat mengetahui pertimbangan
dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
5.
Agar
pembaca dapat mengetahui berapakah tarif
dari BKP mewah ?
6.
Agar
pembaca dapat mejelaskan para objekdan
subjek dari PPn-BW ?
7.
Agar
pembaca dapat menjelaskan dasar
pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.
Agar
pembaca dapat menjelaskan keadaan dan
siapa yang bisa memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn-BM ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN-BM)
Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn-BM) merupakan pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha
yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam
daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya dan impor barang yang
tergolong mewah.
PPnBM
merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit
berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan
oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di
dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan
demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan
(pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak
dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut
PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau
penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir.
a.
karateristik BKP Mewah
Berikut
adalah karateristik dari barang kena pajak mewah (BKP), antara lain :
1.
bahwa
barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2.
barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. pada umumnya
barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
B. Dasar Hukum
Undang-undang
yang mengatur tentang pengenaan pajak PPN dan PPnBM adalah UU No.18 tahun 2000
dengan pembaharuan UU No.42 tahun 2009 yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010.
Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan
kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah.
Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.”
Peraturan
Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP
Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor
60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun
2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun
2006.
a.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
Adapun
dasar pertimbangan dalam pembebanan pajak PPNBM, antara lain :
1.
perlu
keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan
konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2.
perlu
adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;
3.
perlu
adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4.
perlu
untuk mengamankan penerimaan negara;
b.
Tarif BKP Mewah
Berdasarkan
Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
1.
Tarif
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan
paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2.
Atas
ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0%
(nol persen).
3.
Dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4.
Jenis
Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
C. Objek dan Subjek PPn- BM
PPN BM adalah
pajak yang di kenakan atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh pabrikan, atas impor barang yang tergolong mewah.
Subjek pajak
PPN BM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan atau menyerahkan barang
mewah di pabean dan pangusaha yang mengimpor barang mewah. Objek pajak PPN BM
adalah penyerahan barang yang tergolong mewah.
. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
·kelompok alat
rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran
televisi;
·kelompok
peralatan dan perlengkapan olah raga;
·
kelompok mesin pengatur suhu udara, dan
lain-lain.
b.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
·
kelompok hunian mewah seperti rumah mewah,
apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
·
kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin
pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
c.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
·
kelompok kapal atau kendaraan air lainnya,
sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
d.
Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
·
kelompok minuman yang mengandung alkohol;
·
kelompok barang-barang yang sebagian atau
seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia
atau campuran daripadanya, dll.
e.
Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
·
kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan
halus;
·
kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada
huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
f.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
·
kelompok barang-barang yang sebagian atau
seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
·
kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum.
g.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
·
kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10
(sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan
motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua
kapasitas isi silinder; dan
·
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang
dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon,
dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1500 cc.
h.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
·
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang
dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan
2500 cc;
i.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:
·
kendaraan bermotor dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc; dan
·
kendaraan bermotor dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc.
j.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan
khusus yang dibuat untuk golf.
k.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
·kendaraan
bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai
dengan 500 cc; dan
·kendaraan
khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan
kendaraan semacam itu.
l.
Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
·
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang
dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan kapasitas isi silinder lebih
dari 3000 cc;
·
kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
·
trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk
perumahan atau kemah.
D. Jenis Kegiatan Yang Dikenakan Pembebanan Pajak
PPn-BM
Adapun
hal-hal yang menyebabkan adanya pembebanan pajak yaitu, anatara lain :
a.
Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah:
1)
Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
2)
Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud
3)
Penyerahan dilakukan di daerah Pabean
4)
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
b.
Impor BKP
c.
Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.
1)
Jasa yang diserahkan merupakan JKP
2)
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
3)
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya
d.
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam daerah
Pabean
e.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f.
Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g.
Ekspor BKP tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
pihak lain.
E. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk Menghitung PPn-BM yang Terutang
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:
a. Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar pengenaan
Pajaknya adalah Harga Jual;
b. Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor.
c. Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau Pabrikan
kendaraan bermottor dengan Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur dan
Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak
tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah daripada harga pasar wajar,
maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan sebesar harga pasar wajar.
F.
Dibebaskan dari Pengenaan
PPnBM
Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003
dibebaskan dari pengenaan PPnBM:
a.
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang
digunakan untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam
kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
b.
Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang
digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan;
c.
Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk
pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk
kemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
d.
Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah
Pabean, yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
Pembebasan ini diperoleh
dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan mengajukan Surat Keterangan
Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dalam hal sebelum diperoleh
surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan bermotor yang diperlukan
dan memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari PPnBM, maka pihak pembeli
dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) PPnBM yang sudah dibayar.
G. Perhitungan PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP
adalah 0%. Berikut adalah contoh soal yang berkenaan dengan PPN.
1.
Pada bulan Juli 2009 Pengusaha Kena
Pajak QQ melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena
Pajak Yoko senilai Rp 75.000.000,- (Eksklusif Pajak Pertambahan Nilai).
Dalam bulan yang sama Pengusaha Kena Pajak QQ membeli barang kena pajak dari
pengusaha Rizky senilai Rp 50.000.000,-. Hitunglah PPN-K dan PPN-M atas
transaksi tersebut.
Jawab:
Bagi pengusaha kena pajak QQ
Pajak Keluaran:
10% x Rp 75.000.000,- = Rp 7.500.000,- (sebagai pajak
masukan bagi B)
Pajak Masukan:
10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-
2. Harga jual kendaraan bermotor Rp
500.000.000,- (termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%). Uang muka diterima pada tanggal
10 Agustus 2009 sebesar Rp 200.000.000,-
Kendaraan
akan diserahkan tanggal 20 September 2009 dengan kekurangan bayar sebesar Rp
300.000.000,-
Jawab:
PPN
dan PPnBM teutang dan harus dipungut:
a.
Pada saat diterima uang muka tanggal
10 Agustus 2009 PPN yang terutang= 10/30 x 200.000.000,- = Rp 14.000.000,- dan
harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2009. PPnBM yang terutang
20/30 x Rp 200.000.000,- = 30.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa
PPnBM bulan Agustus 2009.
b. PPN yang terutang = 10/30 x Rp
300.000.000,- = Rp 21.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan
September 2009.PPnBM yang terutang 20/130 x Rp 300.000.000,- = Rp 45.000.000,-
dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang hanya dikenakan pada saat penyerahan
BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP
Mewah. PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula
kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya.
Pembayaran PPN dapat
dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus
sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung
ke negara.
B. Saran
Masyarakat dan pihak yang merupakan wajib pajak haruslah lebih
proaktif dan mempunyai kesadaran untuk megetahui berbagai hal yang berkaitan
dengan pembayaran pajak dan aturan-aturannya. Sementara itu Pemerintah harus bersikap bijak dengan
tidak mengkorup uang pajak, dan sepenuhnya menggunakan hasil pungutan pajak
untuk kepentingan masyarakat dan kemajuan bangsa, sehingga terjadi hubungan
yang baik antara masyarakat dan pemerintah dalam urusan pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar