Rabu, 13 Mei 2015

Makalah Hukum Pajak, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM)



MAKALAH
HUKUM PAJAK
“Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM)”

Disusun Oleh:
KELOMPOK II (Dua)
Sri Susanti (10800113189)
Nurjannah (10800113159)
Asriana. S (10800113163)
Irmawati (10800113166)
Munifatuzzahrah. A (10800113170)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran serta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi.
aPajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di samping diberlakukan tarif proporsional dan progresif.
Dalam Undang-undang PPN 1984, sebenarnya terdapat dua jenis pajak yang dicakup yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan yang kedua adalah Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Kedua jenis pajak ini masuk ke dalam jenis pajak konsumsi  dan memiliki legal karakter yang hampir sama. Mungkin karena itu kedua jenis pajak tersebut diatur dalam satu Undang-undang.
Berdeda dengan PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, PPnBM hanya dikenakan satu kali saja yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak pabrikan BKP tersebut.  Tidak semua Barang Kena Pajak juga menjadi objek pengenaan PPnBM. Hanya Barang Kena Pajak yang tergolong mewah saja yang akan dikenai PPnBM.
Salah satu ciri pengenaan PPN adalah bahwa PPN berdampak regresif. Sifat regresif ini artinya bahwa orang yang berpenghasilan rendah dan orang yang berpenghasilan tinggi sama saja besar PPNnya apabila mengkonsumsi barang yang sama. Namun demikian, orang berpenghasilan rendah menanggung beban pajak yang lebih besar bila besarnya PPN dibandingkan dengan penghasilannya, untuk mengimbanginya, dikenakanlah PPnBM atas barang-barang tertentu yang pada umumnya dikonsumsi oleh kalangan berpenghasilan tinggi. Akhirnya dampak regresif PPN bisa dikurangi dengan pengenaan PPnBM.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang hendak dibahas dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.   Apakah yang dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.   Apa sajakah karakteristik penggolongan BKP mewah ?
3.   Apakah dasar hukum dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.   Apakah yang menjadi pertimbangan dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
5.   Bagaimanahkah tarif dari BKP mewah ?
6.   Siapa sajakah objek dan subjek dari PPn-BW ?
7.   Bagaimana dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.   Siapa sajakah yang memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn-BM ?

C. Maksud Penulisan
Adapun maksud yang hendak disampaikan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.   Hendak mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.   Hendak memaparkan apa sajakah karakteristik penggolongan BKP mewah ?
3.   Hendak menyampaikan dasar hukum dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.   Hendak mengetahui pertimbangan dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
5.   Hendak mengetahui berapakah tarif dari BKP mewah ?
6.   Hendak mejelaskan para objekdan subjek dari PPn-BW ?
7.   Hendak menjelaskan dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.   Hendak menjelaskan keadaan dan siapa yang bisa memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn-BM ?
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.      Agar pembaca dapat  mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
2.   Agar pembaca dapat  memaparkan apa sajakah karakteristik penggolongan BKP mewah ?
3.   Agar pembaca dapat  mengetahui dasar hukum dari pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
4.   Agar pembaca dapat  mengetahui pertimbangan dalam pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPn-BW)?
5.   Agar pembaca dapat  mengetahui berapakah tarif dari BKP mewah ?
6.   Agar pembaca dapat  mejelaskan para objekdan subjek dari PPn-BW ?
7.   Agar pembaca dapat  menjelaskan dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPn-BM yang terutang ?
8.   Agar pembaca dapat  menjelaskan keadaan dan siapa yang bisa memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn-BM ?



















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Defenisi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN-BM)
Pajak penjualan atas barang mewah (PPn-BM) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya dan impor barang yang tergolong mewah.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir.
a.      karateristik BKP Mewah
Berikut adalah karateristik dari barang kena pajak mewah (BKP), antara lain :
1.      bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2.      barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan   tinggi; atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status.
B. Dasar Hukum
Undang-undang yang mengatur tentang pengenaan pajak PPN dan PPnBM adalah UU No.18 tahun 2000 dengan pembaharuan UU No.42 tahun 2009 yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010.
 Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
    Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006.
a.      Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
Adapun dasar pertimbangan dalam pembebanan pajak PPNBM, antara lain :
1.         perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2.         perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;
3.         perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4.         perlu untuk mengamankan penerimaan negara;


b.      Tarif BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
1.         Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2.         Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
3.         Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4.         Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
C. Objek dan Subjek PPn- BM
PPN BM adalah pajak yang di kenakan atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pabrikan, atas impor barang yang tergolong mewah.
Subjek pajak PPN BM adalah pengusaha kena pajak yang menghasilkan atau menyerahkan barang mewah di pabean dan pangusaha yang mengimpor barang mewah. Objek pajak PPN BM adalah penyerahan barang yang tergolong mewah.
. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah : 
·kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;
·kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
·   kelompok mesin pengatur suhu udara, dan lain-lain.

b.   Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
·         kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
·         kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
c.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah: 
·         kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

d.   Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
·         kelompok minuman yang mengandung alkohol;
·         kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya, dll.
e.    Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
·         kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
·         kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga; 
f.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

·         kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
·         kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
g.   Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
·         kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder; dan
·         kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc. 
h.   Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
·         kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc;
i.     Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:

·         kendaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc; dan
·         kendaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.  
j.     Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
k.   Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
·kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
·kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
l.     Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
·         kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
·         kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
·         trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

 D. Jenis Kegiatan Yang Dikenakan Pembebanan Pajak PPn-BM
Adapun hal-hal yang menyebabkan adanya pembebanan pajak yaitu, anatara lain :
a.       Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
1)      Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
2)      Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud
3)      Penyerahan dilakukan di daerah Pabean
4)      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha


b.      Impor BKP
c.       Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.
1)      Jasa yang diserahkan merupakan JKP
2)      Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
3)      Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya
d.      Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean
e.       Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f.       Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g.      Ekspor BKP tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h.      Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.

 E.  Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPn-BM yang Terutang
      Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:
a.     Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar pengenaan Pajaknya  adalah Harga Jual;
b.    Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor.
c.      Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau Pabrikan kendaraan bermottor dengan Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur dan Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan sebesar harga pasar wajar.

F.      Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM
Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dibebaskan dari pengenaan PPnBM:
a.       Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
b.      Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan;
c.       Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk kemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
d.      Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
Pembebasan ini diperoleh dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan mengajukan Surat Keterangan Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dalam hal sebelum diperoleh surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan bermotor yang diperlukan dan memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari PPnBM, maka pihak pembeli dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) PPnBM yang sudah dibayar.

G.    Perhitungan PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah 10% sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Berikut adalah contoh soal yang berkenaan dengan PPN.

1.      Pada bulan Juli 2009 Pengusaha Kena Pajak QQ melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak  Yoko senilai Rp 75.000.000,- (Eksklusif Pajak Pertambahan Nilai). Dalam bulan yang sama Pengusaha Kena Pajak QQ membeli barang kena pajak dari pengusaha Rizky senilai Rp 50.000.000,-. Hitunglah PPN-K dan PPN-M atas transaksi tersebut.
Jawab:
Bagi pengusaha kena pajak QQ
Pajak Keluaran:
10% x Rp 75.000.000,- = Rp 7.500.000,- (sebagai pajak masukan bagi B)

Pajak Masukan:
10% x Rp 50.000.000,- = Rp 5.000.000,-

2.      Harga jual kendaraan bermotor Rp 500.000.000,- (termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%). Uang muka diterima pada tanggal 10 Agustus 2009 sebesar Rp 200.000.000,-
Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2009 dengan kekurangan bayar sebesar Rp 300.000.000,-
Jawab:
PPN dan PPnBM teutang dan harus dipungut:
a.       Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2009 PPN yang terutang= 10/30 x 200.000.000,- = Rp 14.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2009. PPnBM yang terutang 20/30 x Rp 200.000.000,- = 30.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.
b.      PPN yang terutang = 10/30 x Rp 300.000.000,- = Rp 21.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September 2009.PPnBM yang terutang 20/130 x Rp 300.000.000,- = Rp 45.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPnBM bulan Agustus 2009.













BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya.
 Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara.

B.     Saran
Masyarakat dan pihak yang merupakan wajib pajak haruslah lebih proaktif dan mempunyai kesadaran untuk megetahui berbagai hal yang berkaitan dengan pembayaran pajak dan aturan-aturannya. Sementara itu      Pemerintah harus bersikap bijak dengan tidak mengkorup uang pajak, dan sepenuhnya menggunakan hasil pungutan pajak untuk kepentingan masyarakat dan kemajuan bangsa, sehingga terjadi hubungan yang baik antara masyarakat dan pemerintah dalam urusan pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar