MAKALAH ILMU HADITS
“TAKHRIJ al-HADITS’’
Oleh Dosen Pengampu
………………
Nama Aggota Kelompok 10 Beserta NIM:
(Ketua) Ampe Daryanti / 10800113162
(Anggota) Adhe Sulistyo / 10800113196
(Anggota) Naura Atifa / 10800113197
(Anggota) Sitti Aminah / 10800113199
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM AKADEMIK 2013/2014
JURUSAN AKUNTANSI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur dipanjatkan kekhadirat Allah Rabbul
Alamiin atas segala rahmat, hidayah, inayah, dan pertolongan-Nya sehingga
apa yang direncanakan dapat diwujudkan, seperti menyediakan naskah yang dapat
di terbitkan dalam bentuk makalah guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu, salam dan shalawat dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw yang telah menjadi uswatun
hasanah dalam menjelaskan dan menyampaikan ajaran ilahi agar manusia
mengenal dan mempercayai Tuhan yang Esa, menuju kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat, penuh dangan pedoman dan lindungan illahi Rabbi.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini merupakan upaya maksimal dari penulis. Walaupun
demikian penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di
dalamnya. Selama penulisan makalah ini tidak sedikit bantuan bimbingan yang
penulis peroleh dari berbagai pihak terutama teman kelompok dan senior. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami
yang selalu setia memberi motivasi dan dukungan kepada kami untuk dapat
berusaha menjadi seorang mahasiswa yang berprestasi. Oleh karena itu, dengan tidak
mengurangi penghargaan penulis kepada mereka yang karena keterbatasan waktu dan
ruang tidak sempat di aebutkan namanya satu persatu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis.
Kepada
pembaca yang budiman, dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran konstruktifnya sekiranya dalam makalah ini terdapat kekeliruan dan
kesalahan sehingga makalah ini dapat bermanfat adanya.
Samata,
Gowa. April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………ii
BAB 1 :
……………………………………………………….………………………….1
PENDAHULUAN
………………………………………………..………….………….1
A.
Latar Belakang …………………………………………………..………………....1
B.
Rumusan Masalah
………………………………………………..…….……….….1
C.
Tujuan Penulisan
……………………………………………………...………...….1
BAB 2 :
…………………………………………………………………………………..
PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………
A.
Pengertian Takhrij al Hadist
…………………………………………………….....
B.
Metodelogi Takhrij al Hadist
………………………………………………………
C.
Tujuan Takhrij al Hadist
…………………………………………………………..
D.
Manfaat Takhrij al Hadist ………………………………………………………...
BAB 3 :
………………………………………………………………………………….
A.
Kesimpulan
…………………………………………………………………………
B.
Kritik Dan Saran
…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………….iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mahmud
Thahhan dalam bukunya, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid menyebutkan bahwa;
ulama yang mula-mula melakukan kegiatan takhrij, dalam hal ini mengutip hadist
dari berbagai sumber adalah Muhammad ibn Musa al-Hasyimiy al-Syafa’i(w. 584H).
Hadis-hadis yang di kutipnya termuat dalam karyanya sendiri, yakni kitab Takhrij Ahadis al-Muhazzab, kegiatan
yang sama telah dilakukan juga oleh sejumlah ulama. Dari kegiatan-kegiatan yang
telah di lakukan ini, melahirkan berbagai kitab yang dapat di sebut sebagai kitab Takhrij.
Dalam
kaitannya dengan takhrij hadis dewasa ini untuk
perealisasiannya cukup mengutip hadis-hadis dari berbagai kitab himpunan
hadis yang dapat dijadikan standar
dengan bantuan kitab-kitab Mu’jam. Untuk kepentingan lebih lanjut,upaya yang dilakukan adalah; tetap mengacu pada
kaedah-kaedah Ilmu Hadis itu sendiri.
Ilmu takhrij
merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di
dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadist
itu berasal. Di samping itu, di dalamnya di temukan banyak kegunaan dan hasil
yang di peroleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadist.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
atas latar belakang tersebut, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut;
1. Bagaimanakah pengertian Takhrij al Hadist ? 2. Apa-apa sajakah metodologi
penulisan Takhrij al Hadist ? 3. Apa sajakah Tujuan dan manfaat Takhrij al
Hadist ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah
Takhrij al Hadist ini ialah sebagai
berikut;1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian Takhrij al Hadist. 2.
Mengetahui metodologi yang digunakan pada penulisan Takhrij al Hadist. 3.
Mengetahui Tujuan dan manfaat Takhrij al Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Takhrij al Hadist
A.1.
Secara Etimologi
Kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti
al-zuhur (tampak) dan al-buruz (jelas). Takhrij juga bisa berarti al-istimbat
(mengeluarkan), al-tadrib (meneliti) dan al- taujih (menerangkan), al-istimbath
(mengeluarkan dari sumbernya). Sedang menurut Syeh Manna’ Al- Qaththan, takhrij
berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaan,
terpisah dan kelihatan. Al-kharaja artinya menampakan dan memperlihatkannya,
dan al-makhraja artinya tempat keluar, dan akhraja al-khadits wa kharajahu artinya
menampakkan dan
memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya
A.2.
Secara terminologi
Sedangkan menurut pengertian
terminologis, takhrij berarti;
االتخريج هو الدلالة على موضع الحديث
في مصادره الأصلية التي أخرجته بسنده. ثم بيان
مرتبته عند الحاجة
المراد بالدلالة على موضع الحديث, ذكر
المؤلف التي يوجد فيها ذلك الحديث كقولنا مثلا: أخرجه البخاري في صحيحه إلخ.
Artinya :
“Menunjukkan letak Hadits dalam sumber – sumber yang asli
(sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan
Hadits dalam sumber – sumber yang asli (sumber primer) di mana diterangkan
rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits itu bila perlu. Menunjukkan
letak Hadits suatu Hadits berarti menunjukkan sumber – sumber dalam Hadits itu
diriwayatkan, misalnya pernyataan أخرجه البخاري في
صحيحه (Al-Bukhori
mengeluarkan Hadits dari kitab sahihnya).
A.3 Menurut Para Ahli Hadis
1. Menunjukan asal usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari
berbagai kitab hadits yang disusun Mukhorrijnya langsung, kegiatan takhrij
seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadits dari
kitab-kitab hadits, misalnya Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang menyusun kitab Bulug
al-Maram
2. Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan peristiwanya
dengan sanad lengkap serta dengan menyebutkan metode yang mereka tempuh, inilah
yang dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadits, seperti al-Bukhari
yang menghimpun kitab hadits Sakhih al-Bukhari
3. Mengemukakan hadits berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode
periwayatannya dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta
kualitas haditsnya, pengertian al-takhrij seperti ini dilakukan oleh Zain
al-Din ‘Abd al-Rahman ibn al-Husai al-‘Iraqi yang melakukan takhrij terhadap
hadits-hadits yang dimuat dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya al-Gazali dengan
judul bukunya Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-Ikhya’
B. Metodologi Takhrij al Hadist
Sebelum seseorang melakukan takhrij suatu hadits, terlebih
dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrij sehingga
akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dan tidak ada hambatan. Pertama yang perlu
di maklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadits yang telah dilakukan
para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam- macamnya. Di
antaranya ada yang secara tematik, pengelompokan hadits didasarkan pada
tema-tema tertentu seperti kitab Al- Jami Ash-Shahih li Al-Bukhori dan sunan
Abu Dawud. Diantaranya lagi ada yang didasarkan pada huruf permulaan matan
hadits diurutkan sesuai dengan alphabet Arab seperti kitab Al-Jami Ash-Shaghir
karya As- Suyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam
rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada.
Karena banyaknya teknik dalam pengkodifikasian buku hadits,
maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan teknik buku
hadits yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti
penulusuran hadits dari sumber buku hadits yakni sebagai berikut;
B. 1. Takhrij Menurut Lafaz
Pertama Matan Hadis.
Metode ini tergantung pada
lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode
ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf
hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif,
ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang
menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama
dari hadis yang akan ditakhrij-nya, setelah itu barulah dia
melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun
berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh
jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ
Maka, langkah yang akan
ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat
pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
-
Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim,
maka di buka kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada
bab mim.
-
Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
-
Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa.
Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan
hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang
menggunakan metode ini adalah:
-
Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
- Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
Di antara kelebihan metode ini
adalah dapat menemukan hadis yang dicari dengan cepat dan mendapatkan hadisnya
secara utuh atau keseluruhan tidak penggalan saja sebagaimana metode-metode
sebelunya. Akan tetapi, kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan
hadis. Khawatir hadis yang diingat itu sebenarnya penggalan dari pertengahan
atau akhiran hadis bukan permulaannya.
B.2. Takhrij Melalui Kata-kata
dalam Matan hadis
Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadits, baik berupa isim atau fiil. Hadits-hadits
yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadits, dan para ulama
yang meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang
mereka, dicantumkan di bawah potongan hadits-hadits tersebut. Maksud takhrij dengan kata adalah
takhrij dengan kata benda (kalimah isim) atau kata kerja (kalimah fi’il) bukan
kata sambung (kalimah huruf) dalam bahasa Arab yang mempunyai asal akar kata 3
huruf. Kata itu diambil dari salah satu bagian dari teks hadis yang mana saja
selain kata sambung/ kalimah huruf kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa
Arab yang hanya tiga huruf, kemudian dicari akar kata asal dalam bahasa Arab
yang hanya tiga huruf yang disebut dengan fiil tsulatsi. Jika kata dalam teks
hadis yang dicari kata: مسلم misalnya, maka harus dicari asal akar katanya yaitu dari
kata : سلم
setelah itu baru membuka kamus bab س bukan bab م. Demikian juga jika kata yang dicari itu
kata: يلتمس
maka akar katanya adalah: لمس kamus yang dibuka adalah bab ل bukan bab ي dan begitu seterusnya
Penggunaan metode ini akan
lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits berdasarkan
lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya, pencarian hadis
berikut:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ صَلاَةً مِنْ غَيْرِ طَهُوْرٍ , وَلاَ صَدَقَةً مِنْغُلُوْلٍ
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata Thahurin, Shadaqotan,
dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat
dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena
kata tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas.
Hal ini di sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana
asalnya. Metode takhrij pertama ini
penulusuran hadits melalui kata/lafal matan hadits baik dari permulaan,
pertengahan, dan atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrij ini salah
satunya yang paling mudah adalah Kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz
Al-Hadits An-Nabawi yang disusun A.j. Wensinck dan kawan-kawannya sebanyak 8
jilid.
Kamus yang digunakan mencari hadis
adalah Al-Mu’jam Al-Mufahras li-Alfazh Al-Hadits An-Nawawi. Kamus ini terdiri
dari 8 jilid, disusun oleh tim orientalis di antaranya adalah Arnold
JohnWensinck atau disingkat A.J.Wensinck (w.1939M) seorang profesor
bahasa-bahasa Semit termasuk bahasa Arab di lafal dan penggalan matan hadis,
serta mensistimatisasikannya dengan baik berkat kerja sama dengan Muhammad Fuad
Abdul Baqi. Untuk kegiatan takhrij dalam arti kegiatan penelusuran hadis dapat
diketahui melalui periwatan dalam kitab-kitab yang ditunjukkannya. Lafal-lafal
hadis yang dimuat dalam kitab Al-Mu’jam ini bereferensi pada kitab induk hadis
sebanyak 9 kitab yaitu sebagai berikut :
a)
Shahih Al-Bukhari dengan diberi lambang :خ
b)
Shahih Muslim dengan lambang: م
لا
تدخلون الجنة حتى تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا
Pada penggalan teks diatas dapat
ditelusuri melalui kata-kata yang digaris bawahi. Andaikata dari kata تحابو dapat
dilihat bab ح dalam kitab Al-mu’jam karena kata itu berasal dari kata حبب.
Setelah ditelusuri kata tersebut dapat ditemukan di Al-Mu’jam juz 1 hlm.408
dengan bunyi :
م
إيمان 93, أدب, 131. ت صفة القيامة 54, إستئذن 1, جه مقدمة 9, أدب 11, حم 1, 165
Maksud ungkapan diatas adalah :
93 إيمان م = Shahih Muslim kitab iman nomor urut hadits 93
131 أدب د = Sunan Abu Dawud kitab Al-Adab nomor urut
bab 131.
صفة القيامة 54 ,إستئذان1 ت
= Sunan
At-Tirmidzi kitab sifah al- qiyamah nomor urut bab 54 dan kitab isti’dzan nomor
urut bab1
جه مقدمة 9, ادب 11 = Sunan Ibnu
Majah kitab Mukadimah nomor urut bab 9 dan kitab Al-Adab nomor urut bab 11.
حم 1, 165 = Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal juz 1 hlm. 165.
Pengertian nomor-nomor dalam
Al-Mu’jam secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada Shahih Al-Bukhori Sunan Abu
Dawud, sunan At-tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, sunan Ibnu Majah dan sunan ad-Darimi
menunjukkan angka bab bukan angka hadis.
b.
Semua angka sesudah nama-nama kitab atau bab pada shahih Muslimdan muwataha’
Malik menunjukkan angka urut hadis bukan angka bab.
c.
Dua angka yang ada pada kitab Musnad Ahmad angka yang lebih besar menunjukkan
angka juz kitab dan angka sesudahnya atau angka yang biasa menunjukkan halaman.
Hadis Musnad Ahmad yang berada di dalam kotak bukan yang di pinggir atau diluar
kotak.
Al-Mu’jam hanya menunjukkan tempat hadis
tersebut dalam berbagai kitab hadis sebagaimana diatas. Maka tugas peneliti
berikutnya menelusuri Hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis sesuai
dengan petunjuk Al-Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis perbandingan
Metode takhrij dengan lafadz ini
mepunyai kelebihan dan kekurangan. Dintara kelebihannya adalah hadis dapat
dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti tidak harus dihapal
seluruhnya dan dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan di antara kesulitannya
adalah seorang peneliti harus menguasai Ilmu Sharaf tentang asal usul suatu
kata.
B.3. Takhrij Melalui Perawi
Hadis Pertama
Metode ini berlandaskan
pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat,
bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari
kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para
penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi pertama tersebut. Oleh
karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini adalah mengenal para perawi
pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam kitab-kitab
itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera
di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun
berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab
Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata
atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis dimaksud.
Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara
kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain,
karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub
al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah
kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat
hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah
namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta
pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan
sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang
memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti
musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di
jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu
orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu
aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan
demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan
masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi
dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal.
Takhrij ini menelusuri hadis melalui sanad yang pertama atau yang paling atas
yakni para sahabat (muttasil isnad) atau tabi’in (dalam hadis mursal). Berarti
peneliti harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya di kalangan sahabat
atau tabi’in, kemudian dicari dalam buku hadis Musnad, atau Al-Athraf.
Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Musnad atau
Al-Athraf. Seperti Musnad Ahmad bin Hambal, Tuhfat As-Asyraf bi Ma’rifat
Al-Athraf karya Al-Mizzi dan lain-lain. Kitab Musnad adalah pengkodifikasian
hadis yang sistematikanya didasarkan pada nama – nama sahabat atau nama- nama
tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Sedangkan Al-Athraf adalah kitab
hadis yang menghimpun beberapa hadisnya para sahabat atau tabi’in sesuai dengan
urutan alphabet Arab dengan menyebutkan sebagian dari lafal hadis.
B.4. Takhrij Berdasarkan Tema
Hadtis
Metode ini berdasarkan
pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk melakukan takhrij dengan
metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan
di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut pada
kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
أمرت أن أقاتل
الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقي موا الصلاة، ويؤتوا الزكاة،
فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا
بحق الإسلام، وحسابهم على الله.
Hadis
diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat.
Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam
kitab-kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah
bahwa takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada
pengenalan terhadap tema hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak
diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan takhrij dengan
menggunakan metode ini.
Diantara karya tulis yang
disusun berdasarkan metode ini adalah:
a. Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b. Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c. Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
d. Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam
bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir,
serta Sejarah. Arti
takhrij kedua ini adalah penelusuran hadis yang didasarkan pada topic
(mawdhui), misalnya bab Al-Khatam, Al-Khadim, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan
lain-lain. Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topic suatu hadis
kemudian ditelusuri melalui kamus hadis tematik. Salah satu kamus hadis tematik
adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari
aslinya bebahasa Inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J.Wensink pula.
Dalam kamus Hadis ini dikemukakan berbagai topic baik berkenaan dengan petunjuk
– petunjuk Rasulullah maupun berkaitan dengan nama. Untuk setiap topic biasanya
disertakan subtopic dan untuk setiap sub topik dikemukakan data hadis dan kitab
yang menjelaskannya
Kitab – kitab yang menjadi referensi
kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih banyak dari pada Takhrij bi
Al-Lafzi di atas yaitu 8 kitab sebagaimana di atas ditambah 6 kitab lain.
Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai berikut :
a)
Shahih Al-Bukhori dengan diberi lambang : بخ
b)
Shahih Muslim dengan lambing :مس
c)
Sunan Abu dawud dengan lambing :بد
d) Sunan At-
Tirmidzi denagn lambing :تر
Kemudian arti singkatan – singkatan
lain yang dipakai dalam kamus ini adalah sebagai berikut :
a)
Kitab = ك
b) Hadis
= ح
c) Juz
= ج
d)
Bandingkan (qobil) = قا
Misalnya ketika ingin men-takhrij
hadis :
صلاة
اليل مثنى مثنى
Hadis tersebut temanya shalat malam
(Shalat al-layl). Dalam kamus miftah dicari pada bab Al-Layl tentang shalat
malam yaitu dihalaman 430. Di sana dicantumkan sebagai berikut :
بخ-ك 8 ب 84, ك145ب 1, ك 19ب 10
مس – ك 6 ح 145 – 148
بد – ك 5 ب 24
Maksudnya hadis tersebut adanya
dalam :
Al-Bukhori, nomor urut kitab 8 dan
nomor urut bab 84, nomor urut kitab 145, nomor urut bab 1, nomor urut kitab 19
dan nomor urut bab 10.
Muslim, nomor urut kitab 6 dan nomor
urut hadis 145- 148.
Abu Dawud, nomor urut kitab 5dan
nomor urut bab 24.
Diantara kelebihan metode ini,
peneliti mengetahui makna hadis saja tidak diperlukan harus mengingat permulaan
matan teks hadis, tidak perlu harus menguasai asal usul akar kata dan tidak
perlu juga mengetahui sahabat yang meriwayatkannya. Di samping itu peneliti
terlatih berkemampuan menyingkap makna kandungan hadis. Sedang diantara
kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau
kemungkinan hadis memiliki topik berganda.
B.5. Takhrij Berdasarkan Status
Hadis
Metode
ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam
menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis
berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur,
Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka
kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab yang disusun
berdasarkan metode ini adalah:
a. Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b. Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
c. Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan
kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah
metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para
peneliti
hadis dalam rangka
mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi
statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu
hadis.
C.
Tujuan dan Manfaat Takhrij Al-Hadis
Kegiatan takhrij
al hadis sangat penting dalam kajian hadis, hal itu di nyatakan oleh para
ualama, baik ulama mutaqaddimin maupun ulama muta’akhkhirin. Bagi seorang
pengkaji hadis, sekurang-kurangnya ada lima hal yang menjadikan pentingnya
keagiatan al takhrij dalam penelitian hadis, ialah sebagai berikut..
1. Untuk mengenal pasti asal usul
riwayat suatu hadis. Tanpa kegiatan takhrij al hadis terlebih dahulu maka amat
sukar diketahui asal usul riwayat hadis yang akan di teliti. Tanpa di ketahui
asal usulnya, maka akan sulit di ketahui rangkian sanad dan susunan matnya
secara benar. Tanpa di ketahui rangkaian sanad dan susunan matnya maka akan sulit
mengkaji suatu hadis secara mendalam.
2. Untuk mengetahui kesemua riwayat
bagi suatu hadis. Hadis yang akan di teliti mungkin lebih dari sanad. Boleh
jadi salah satu sanadnya shahih sedangkan sanad lainnya dha’if ataupun
sebaliknya. Untuk mengetahui sanad yang shahih dan sanad yang dha’if maka perlu
di ketahui kesemua riwayat yang ada. Untuk mengetahui kesemua riwayat yang
semakna maka perlu di lakukannya kegiatan takhrij al hadis.
3. Untuk mengetahui lafadz-lafadz
yang di gunakan dalam periwayatan hadis. Melalui al takhrij dapat di ketahui
lafaz-lafaz yang digunakan kesemua perawi dalam satu sanad yaitu dari perawi
terakhir (mukharrij) hingga perawi pertama (sahabat). Lafaz-lafaz tersebut
sangat membantu pengkaji dalam mengkritik kedudukan sanad.
4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya shahid atau
muttabi bagi sanad suatu hadis. Kemungkinan salah satu sanad hadis yang di kaji
di kuatkan oleh sanad lain. Sanad yang menguatkan pada peringkat sahabat Nabi
saw di sebut shahid, sedangkan pada peringkat selain sahabat di sebut muttabi.
5. Untuk mengetahui kekuatan hukum
suatu hadis. Antara kitab-kitab hadis ada yang di jelaskan kedudukan hokum
hadisnya, seperti shahih al Bukhari,
dan shahih muslim. Para pengarangnya
menilai shahih ke atas hadis-hadis yang mereka riwayatkan dalam kitab
masing-masing.Sedangkan dalam sunan Abi
Daud karya al Hakim, hadis-hadis yang di himpun ada yang di jelaskan
kekuatan hukumnya dan ada yang tidak dijelaskan. Untuk mengetahui berbagai
penilaian para ulama keatas hadis yang dikaji maka perlu dilakukan kegiatan al
takhrij. Penilaian para ulama tersebut sangat membantu seorang pengkaji hadis
dalam menentukan kekuatan hukum hadis yang dikaji.
Adapun kegunaannya adalah sebagai
berikut.,
a. Dapat mengetahui keadaan hadits
sebagaimana yang dikehendaki atau yang ingin dicapai pada tujuan pokoknya.
b. Dapat mengetahui keadaan sanad
hadits dan silsilahnya berapapun banyaknya.
c.
Dapat meningkatkan kualitas hadist
d. Dapat mengetahui pandangan para
ulama terhadap ke-shahih-an suatu hadits.
e.
Dapat membedakan mana para pe-rawi
yang ditinggalkan atau yang dipakai
f. Dapat menetapkan sesuatu hadits yang
dipandang mubham menjadi tidak mubham karena ditemukannya beberapa jalan sanad,
atau sebaliknya
g. Dapat menetapkan muttashil kepada
hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan adat at-tahamul wa al-ada'
(kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan periwayatan hadits) dengan
'an'anah (kata-kata 'an/dari).
h. Dapat memastikan idenditas para
pe-rawi
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian Takhrij hadits adalah Menunjukkan letak Hadits
dalam sumber – sumber yang asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian
sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber – sumber yang asli (sumber
primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits itu
bila perlu.
Di dalam takhrij ini terdapat
beberapa metode yang sangat penting bagi kita seandainya kita mau mengadakan
suatu penilitian hadits dan ingin mengetahui kualitas sanad hadits dan
sanadnya. Dan didalamnya juga ada beberapa kitab yang diperlukan dalam
mentakhrij suatu hadits.
B. Kritik
Dan Saran
Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh
dari kesempurnaan,namun kami telah bekerja keras untuk menyelesaikan makalah
ini. Untuk itu apabila ada kesalahan kata, arti maupun makna dalam makalah ini
kiranya para pembaca dapat mengoreksi makalah ini dengan memberikan kritik
maupun saran yang membangun.
\\
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.
H. Ambo Asse, MA, Study Hadits Maudhu’I
(Sebuah Kajian Metodologi Holistik), Cetakan pertama, Alauddin
University Press, Makassar, Desember 2013.
Darsul S.
Puyo, Metode Takhrij Al-Hadits Menurut
Kosa Kata, Tematik Dan CD Hadits, ,Cetakan pertama, Makassar, Desember
2012.
Prof. Dr.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok
Ilmu Dirayah Hadits (2), Cetakan ke enam, Jakarta, 1994.
Auni, Dr.Hatim bin a’rif al-, at-Takhrij Wa Dirosah al- Asanid, Multaqi Ahlil Hadits, Maktabah
syamilah.
Thahhan Mahmud Al-, Ushul
al-Takhrij Wa Dirasah Al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-Maa’rif, 1991).
Muhdi bin Abdul Qadir, Abdul,
Thuruq Takhrij Hadits Rosulullah SAW. (Cairo: Dar al-I’tisham, 1987).
Dr. H.
Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis,
Cetakan ke empat, JakartA
Dr.
Nuruddin, Itr, Ulumul Hadist, PT.
Remaja Resdekarya, Cetakan ke dua, Bandung, 2012
Zulfahmi
Alwi,Ph.D, Kekuatan Hukum Hadis dalam
Tafsir Al-Maraghi, Cetakan Pertama, Alauddin University Press, 2011
Zulfahmi
Alwi,Ph.D, Tafsir Al-Maraghiy, Analisis
Kualitas Hadis Dalam Tafsir Surah Ali‘Imran, Alauddin University, Desember,
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar