Faktor utama yang menjadi penyebab kemunduran serta kehancuran
suatu bangsa adalah karena lemahnya kesatuan dan persatuan. Suatu bangsa yang
besar agar tetap dapat mempertahankan kebesaran bangsanya mutlak harus memegang
teguh modal ini, memperkokoh serta memperkuat persatuannya. Namun sejarah
selalu terulang, sejarah kehancuran suatu bangsa di masa lalu selalu luput
dijadikan ibrah bagi bangsa sesuahnya. Maka tidak salah kalau ada ungkapan,
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu belajar dari sejarah silamnya.
Kita tahu, walaupun faktor yang menjadi penyebab runtuh atau
hancurnya suatu bangsa itu beragam, spesifik dan memiliki karakter
sendiri-sendiri. Namun sesungguhnya muaranya sama, bersumber dari satu
kesalahan yang serupa, berpecah belah. Sehingga dengan pecah belahnya kesatuan,
dengan sendirinya akan melemahkan kekuatannya. Dengan demikian karena kelemahan
itu, maka akan lebih mudah disusupi lawan, hingga diserang pihak luar yang
memusuhinya. Karena disadari atau tidak suatu bangsa yang besar niscaya akan
selalu ada pihak yang memusuhinya.
Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi
sebagai ibukotanya, berdiri antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India
didirikan oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad
Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol,
keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah
pada abad ke 15. Kerajaan ini berdiri pada saat di Asia kecil berdiri tegak
sebuah kesultanan Turki Utsmani dan di Persia kerajaan Safawi. Ketiganya pada
saat yang sama menjadi [1]sebuah negara-negara adikuasa di Dunia. Mereka juga menguasai
perekonomian, politik serta militer dan mengembangkan kebudayaan.
Kehancuran Mughal berawal dari sepeninggalan Aurangzeb pada 1707
M, pada saat Kesultanan Mughal mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran karena
generasi pemimpin selanjutanya sangat lemah. Sampai tahun 1858 M, sultan-sultan
Mughal tidak mampu lagi mengembalikan wilayah yang cukup luas dan kekuatan
lokal Hindu yang cukup dinamis, disamping karena konflik diantara mereka
sendiri yang berebut kekuasaan. Di bawah ini tercatat beberapa
sultan-sultan pasca Aurangzeb adalah sebagai berikut:
·
Bahadur
Syah I (1707-1712 M)
·
Azimusyah
(1712-1713 M)
·
Farukh
siyar (1713-1719 M)
·
Muhammad
syah (1719-1748 M)
·
Ahmad
Syah (1748-1754 M)
·
Alamghir
II (1754-1759 M)
·
Syah
Alam (1761-1806 M)
·
Akbar
(1806-1837 M).
·
Bahadur
Syah II (1837-1858 M)
Seperti yang kita ketahui hampir semua dinasti maupun
kerajaan-kerajaan yang berjaya pada saat mereka menggalami kemunduran itu di
sebabkan atau ditandai karena adanya konflik dikalangan keluarga kerajaan, yang
intinya adalah saling berebut kekuasaan. Selain karena faktor tersebut, faktor
yang paling mendukung kehancuran Mughal juga karena adanya serangan dari bangsa
lain.
A.
Awal Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak
kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran
yang telah di bina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan
ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi
kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu
di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama
semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya
diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan dukungan oleh
kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Sehingga yang
diwarisi hanyalah kemewahan dan kebesaran dalam istana yang disertai dengan
dayang-dayang yang hanya akan melemahkan sendi-sendi kepemimpinan pada kerajaan
Mughal tersebut.
Ada dua hal yang mengancam kebesaran Mughal di India ittu selain
kerajaan-kerajaan Brahmana yang dibangun hendak melepaskan diri dari kungkungan
Mughal, demikian juga beberapa kerajaan Islam yang lain. Adapun dual hal yang
mengancam itu ialah
Pertama kerajaan Iran di bawah pimpinan Nadir Syah. Sebagaimana diketahui
dalam sejarah Umat Islam Iran yang telah terdahulu, Nadir Syah setelah dapat
merampas kekuasaan dari pada keturunan Shafawiy dengan akal yang asangat
cerdik, dan setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, akhirnya timbulnya
keinginannya yang sangat besar untuk menaklukan kerajaan Mughal di Delhi Agra
itu. Dengan berbagai macam alasan terutama dengan tuduhan bahwa kerajaan
Delhi banyak sekali memberikan erbantuan kepada kaum pemberontak Afganistan dan
memberikan perlindungan kepada pelarian-pelarian politik, maka diserangnyalah
negeri itu (1739), yaitu dua tahun saja setelah kekuasaan Iran bulat di
tangannya.[2]
Setelah ada beberapa persetuan antara Sultan Muhammad Syah dan
Nadir Syah, yang akhirnya membuat Sultan Muhammad Syah mengakui atas kekuatan
yang dimilki oleh Nadir Syah. Hal ini ditandai dengan penyerahan berbagai
upeti yang sangat banyak kepada Nadir Syah sebagai syarat penyerahan diri serta
memberikan pengampunan dan perlindungan kepada
Sultan Muhammad Syah dan rakyat Delhi. Diantara benda-benda yang
diserahkan kepada Nadir adalah singgasana buruk merak yang sampai sekarang
masih dapat dilihat di dalam istana Iran. Demikian juga intan-berlian Koh-i-Nor
yang terkenal itu.
Setelah masa-masa pemerintahan Muhammad Syah berakhir maka digantikanlah
oleh Sultan Alam Syah. Pada masa ini Sultan Alam Syah berusaha merebut kembali
wilayah Benggala dan berhasil, tiba-tiba terjadilah peperangan dengan kompeni
Inggris. Tidaklah henti-hentinya peperangan itu. Kerajaan Mughal bertambah lama
bertambah lemah, kompeni Inggris bertambah lama bertambah kuat, Inggris mulai
mempelajari segi-segi kelemahan India dengan perbedaan agama antara Islam dan
Hindu, dan juga keinginannya raja-raja Islam yang masing-masing hendak berdiri
sendiri.
Kesesudahannya lemahlah Sultan Alam Syah dan patah semangat
perlawanannya, sehingga diterimanya perdamaian dengan Inggris, bahwa dia
menyerahkan pemungutan bea-cukai benggala, Bihar, dan Orisa, dengan menerima
ganti kerugian 2.600.000 rupiah. Bertambah celaka dan malanglah nasib Sultan
Alam Syah seketika seorang panglima perangnya menagkapnya dan menghukumnya
dengan mengorek kedua matanya hingga buta (1788), maka bertambah kacau balaulah
pertahanan Delhi yang penghabiskan itu. Dari sehari-kesehari pindahlah
kewibawaan kekuasaan pemerintahan kepada Inggris.
Akhirnya kompeni Inggris
memberinya saja “ganti rugi ” sebanyak 90.000 rupiah sebuhal, cukup untuk
belanjanya dalam istananya saja, dan diberi hak terus memakai gelar “Sultan”,
dalam keadaan buta dan seluruh kekuasaan terserahlah mulai waktu itu kepada
Inggris. Sultan Alam Syah, cahaya yang akhir dari kerajaan Mughal India itu
wafat pada tahun 1806. Lalu Alam Syah
diganti oleh Muhammad Akbar (1806-1837), lalu dilanjutkan oleh Bahadur Syah.
Pada masa pemerintahan Bahadur Syah ini, mulai terjadilah
pemberontakan pada tahun 1857 yang diusahakan untuk melawan pemerintahan
Inggris dengan kongsi dagangnya yaitu EIC. Perlawanan mereka dapat dipatahkan
dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal
Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para
pemberontak. Mereka di usir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang
dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858
M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan
india dan tinggalah di sana umat Islam yang harus berjuang mempertahankan
eksistensi mereka.
Adapun maharaja-maharaja India brahmana dan sultan-sultan islam
yang tinggal, yang telah banyak berjasa kepada inggris dalma menguatkan
imperialismenya di sana, diberi kemegahan dan kekuasaan, memakai gelar pusaka
dan diberi bintang-bintang. Seketika Ratu Victoria dialntik menjadi kaisar
India, maharaja-maharaja itupun datanglah berduyun-duyun ke London, menjadi
pengawal dari Kaisar Ratu Inggris itu, selama peralatan besar diadakan. Sampai
akhirnya Indiapun merdeka dan kembali kepada rakyatnya sendiri dan terbelah
dengan Pakistan sebab yang beragama Islam ingin hendak mendirikan negara dengan
cita-citanya sendiri.[3]
Sebelum Bahadur Syah di usir ke wilayah Rangon atau Birma saat
ini, terdapat suatu kejadian yang sangat membuatnya sedih sekali yaitu ketika
dia ditangkap dan dipenjarakan, lalu dia pun merasakan lapar dan dia meminta
makanan kepada serdadu Inggris. Maka ketika membawa makanan yang berada di
dalam talam emas dan dulang emas yang merupakan bekas perhiasan dari istana
Inggris. Hal yang tidak disangka-sangka pun terjadi, yaitu ketika tutup dari
nampan tersbut dibuka, sekujur tubuhnya gemetar dan pingsan sebab diatas nampan
tersebut terdapat dua buah kepala puteranya yang sangat dicintainya. Setelah
kejadian tersebut, maka berakhirnya keturunan dari Bahadur Syah.
Namun ada sedikit tambahan bahwasannya pemberontakan yang
dilakukan oleh Bahadur Syah dan kawan-kawannya tersebut sering kali disebut
dengan “Pemberontakan Sipahi.
B. Faktor
Penyebab Kehancuran Kerajaan Mughal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal ini
mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancuran pada tahun 1858
M adalah:
·
Faktor
Internal
ü Para pewaris tahta kerajaan pada
paro terakhir adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan yakni
pasca kepemimpinan Jahangir Aurangzeb.
ü Kemerosotan moral dan hidup mewah
dikalangan elite politik.
ü Konflik internal kerajaan yakni
perang saudara yang berkepanjangan dalam memperebutkan kekuasaan.
ü Konflik – konlfik yang
berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintah
daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat
ü Infasi kerajaan lain.
ü Pemberontakan oleh masyarakat
Hindu akibat ketidakadilan penguasa.
ü Persaingan ekonomi dengan pihak
asing terutama bangsa Barat yakni Inggris
·
Faktor
Eksternal
ü Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan
militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat
segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan
darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persejataan buatan
Mughal itu sendiri.
ü Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar
dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga
konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
ü Dekadensi moral dan gaya hidup mewah di
kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
ü Semua pewaris kerajaan pada masa terakhir
adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga tidak mampu
menangani kemerosotan politik dalam negeri.
Faktor ini ditandai dengan
banyaknya gerakan pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin
kerajaan Mughal setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah
kerajaan Mughal yang terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan
tersebut antara lain:
ü
Kaum
Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah
utara Delhi dan juga kota Sirhind.
ü
Golongan
Marata yang dipimpin oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat.
·
Pada masa pemerintahan Syah Alam
terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad
Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan
Afghanistan.Adanya perdagangan dan kekuasaan Inggris di India. Pada abad ke-18,
terjadi pertempuran antara Prancis dan Inggris yang disebabkan karena perebutan
daerah kekuasaan di Asia, pertempuran tersebut dimenangkan oleh Inggris yang
nantinya membuat orang-orang Inggris melakukan penaklukan daerah-daerah India
satu – persatu. Awalnya Inggris melakukan perdagangan di India melalui EIC (British
East India Company, yang memproduksi kain sutra dan tenun dengan mendirikan
pabrik-pabrik di Bombay, Madras, dan Kalkuta,
Dari beberapa kejadian yang telah terjadi pada masa-masa kerajaan
Mughal tersebut maka dapatlah kita ketahui beberapa hal yang menyebabkan
kehancuran kerajaan tersebut terjadi, diantaranya:
1.
Bidang
Militer
Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi
militer Inggris, Portugal dan Perancis di wilayah-wilayah pantai tidak dapat
segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.begitu juga kekuatan pasukan
darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan
Mughal sendiri.
2.
Bidang
Sosial
ü Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan
elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
ü Pendekatan Awrangzeb yang terlampau “kasar”
dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga
konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
3.
Bidang
Politik
Kekuasaan politiknya menjadi merosot akibat tahta kepemimpinannya
dijadikan rebutan, sehinnga terjadi separatis Hindu, konflik-konflik yang
berkepanjangan ini mengakibatkan pengawasan daerah-daerah menjadi lemah dan
satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat. Pada pemerintahan
Syah Alam (1760-1806 M) kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afganistan yang
dipimpin oleh Ahmad Khan Turanni. Kekalahan Mughal dari serangan ini berakibat
jatuhnya Mughal pada kedalam kekuasaan Afgan. Ketika kerajaan Mughal dalam
keadaan lemah, Inggris semakin kuat posisinya, tidak saja dalam perdagangan,
tapi juga dalam bentuk politik dengan dibentuknya EIC (The East India Timur
Company ). Militer Inggris berhasil menekan Syah Alam sehingga melepaskan
wilayah Kuth & Bengal kepada Inggris.
4.
Bidang
Pemerintahan
Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang
lemah dalam bidang kepemimpinan.
5.
Bidang
Ilmu Pengetahuan
Lemahnya sentuhan intelektual (pemikiran) dan estetika (satra dan sains)
yang ditandai dengan memudarnya karya-karya kreatif disbanding dengan era
kejayaan dinasti Abbasiyah.
6.
Bidang
Ekonomi
Lemahnya manajemen ekonomi yang tidak dikelola secara sistematis
dan paradigmatik. Hal ini menyebabkan krisis ekonomi yang tidak mampu
menghadapi perubahan global pada zamannya.
C. KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR
1.
Kemunduran
Kerajaan Usmani
Sesudah Sulaiman al-Qanuni, kerajaan Usmani
tidak lagi mempunyai sultan-sultan yang kenamaan. Kerajaan ini mulai memasuki fase
kemundurannya di abad XVII M. Didalam negeri timbul
pemberontakan-pemberontakan, seperti di Suriah dibawah pimpinan Kurdi Jumbulat,
di Libanon dibawah pimpinan Druze Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara
tetangga terjadi peperangan seperti Venetiq (1645-1664 M) dan dengan Syah Abbas
dari Persia. Jennisary, nama yang diberikan tentara Usman juga berontak.
Sultan-sultan berada dibawah kekuasaan harem-harem.
2.
Kemunduran
Kerajaan Mughal
Masa
Mughal dalam Sejarah Kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H atau 1258 M sampai masuknya
tentara Usmani ke Mesir, kemudian memasuki Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria
pada tahun 1517 M dibawah pimpinan Sultan Salim. Kekuasaan Mughol membujur dari
perbatasan India di sebelah timur dan perbatasan Syiria disebelah barat.
3.
Kemunduran Kerajaan
Safawi
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Sifa Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memeprlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
[1] Ajid Thohir. PERKEMBANGAN PERADABAN DI
KAWAAN DUNIA ISLAM Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat
Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004., hal. 212
[2].
Badri, Yatim. 2006. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Hal. 159
3.
Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam.
Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 161-162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar