Kamis, 08 Januari 2015

Makalah Hadis Muamalah, Hadis Tentang Jual Beli Ijon


MAKALAH HADIS MU’AMALAH

LARANGAN JUAL BELI IJON






DI SUSUN OLEH :
SITI AMINAH
10800113199




JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN 2014/2015


DAFTAR ISI

BAB I
          PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II
          PEMBAHASAN
1.     Pengertian ............................................................ 2
2.     Hadits larangan jual beli ijon ............................... 2
3.     Pendapat para fuqaha ........................................... 3
4.     Hikma larangan jual beli ijon ............................... 3
BAB III
          KESIMPULAN ...........................................................................3




I.PENDAHULUAN

Di dalam kebutuhan manusia jual beli meruakan dhoruri yaitu kebutuhan yang tidak mungkin di tinggalkan, sehigga manusia tidak dapat hidup tanpa kegiatan jual beli. Jual beli juga merupakan sarana tolong menolong antar sesama manusia sehingga islam membenarkan jual beli.Sejalan dengan erkembangan zaman, persoalan jual beli yang  terjadi dalam masyarakat semakin meluas, salah satunya adalah adanya praktek jual beli ijon ( jual beli tanaman, buah atau yang belum siap dipanen). Praktek ini bukan hanya terjadi ada saat ini, akan tetapi sudah ada sejak zaman rasulullah.Permasalahan ijin ini secara hukum sudah tertera jelas dalilnya, akan tetapi permasalahan ini tetap dibahas oleh para fuqaha mengingat di dalam jual beli ijon sendiri, ada terdapat banyak permasalahan baik dari perluasan hukum yang sudah ada maupun adanya ijon dalam bentuk lain dari ijon pada zaman nabi.Jual beli ijon ini masih sangat kera kita temui pada masyarakat pedesaan. Praktek seerti ini lebih banyak berlaku pada buah-buahan, untuk biji dan tanaman lain ada, akan tetai tidak sebanyak pada buah-buahan.
























II.PEMBAHASAN

1.pengertian
            Ijon atau dalam bahasa arab dinamakan mukhadlaroh, yaitu memperjual belikan buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. Atau dalam buku lain dinamakan al-muhaqalah yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih kecil.
            Dari pengertian di atas tampak adanya Pembedaan antara menjual buah atau biji-bijian yang masih di dahan tetapi tampak wujud baiknya dan menjual buah atau biji-bijian yang belum daat dipastikan kebaikannya karena belum kelihatan secara jelas wujud matang atau kerasnya.

2.Hadis larangan jual beli ijon
            Hadits riwayat ibnu umar :
ا ن  ر سو ل  صلى  الله  علىه  و سلىم  نهى  عن  بيع  الثمار  حتى  يبدو  صلاحها  نهى  البائع والمبتاع
              
“rasulullah, melarang menjual buah-buahan sebelum tampak jadinya. Beliau melarang pihak pembeli dan penjual.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjual buah-buahan (hasil tanaman) hingga menua. Menua maksudnya bila telah berwarna merah. Kemudian beliau bersabda,”bila allah menghalangi masa panen buah-buahan tersebut (gagal panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?” (HR. Bukhari no. 2198 dan muslim no. 1555).
Dan ada riwayat lain sahabat anas bin malik juga meriwayatkan,
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعِنَبِ حَتَّى يَسْوَدَّ وَعَنْ بَيْعِ الْحَبِّ
 حَتَّى يَشْتَدَّ
“nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penjualan anggur hingga berubah menjadi kehitam-hitaman (anggur hitam) dan penjualan biji-bijian yang belum mengeras” (HR. Abu daud no. 3371, no. Tirmidzi no. 1228, ibnu majah no. 2217 dan ahmad 3:250. Syaikh al albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem ijon adalah penjualan yang terlarang dalam syari’at islam, baik sistem ijon yang hanya untuk sekali panen atau untuk berkali-kali hingga beberapa tahun lamanya.
            Beda halnya jika buah yang dibeli langsung ketika muda, semisal jual beli nangka muda yang nantinta akan digunakan untuk sayuran, maka saat ini tidak ada ghoror dan spekulasi.     
3. pendapat para fuqaha
            Para fuqaha berbeda pendapat mengenai jual beli di atas pohon dan hasil pertanian di dalam bumi. Hal ini karena adanya kemungkinan bentuk ijon yang didasarkan pada adanya perjanjian tertentu sebelum akad.
            Imam  abu hanifah atau fuqaha hanafiyah membedakan menjadi tiga alternatif hukum sebagai berikut :
1.      Jika akadnya mensyaratkan harus di petik maka sah dan pihak pembeli wajib segera memetiknya sesaat berlangsungnya akad, kecuali ada izin dari pihak penjual.
2.      Jika akadnya tidak disertai persyaratan apapun, maka boleh.
3.      Jika akadnya mempersyaratkan buah tersebut tidak dipetik (tetap dipanen) sampai masak-masak, maka akadnya fasad.
Sedang para ulama berpendapat bahwa mereka memperbolehkan menjualnya sebelum bercahaya dengan syarat dipetik. Hal ini di dasarkan ada hadits nabi yang melarang menjual buah-buahan sehingga tampak kebaikannya. Para ulama tidak mengartikan larangan tersebut adalah menjualnya dengan syarat tetap di pohon hingga bercahaya.
Jumhur (malikiyah, syfi’iyah, dan hanabilah) berpendapat, jika buah tersebut belum layak petik, maka apabila disyratkan harus segera dipetik sah. Karena menurut mereka,sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya adalah gugurnya buah atau ada serangan hama. Kekhawatiran seperti ini yang tidak terjadi jika langsung dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih hijau) secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal.
Pendapat-pendapat ini berlaku pula untuk tanaman lain yang diperjual belikan dalam bentuk ijon, seperti halnya yang biasa di masyarakat kita yaitu penjualan padi yang belum nyata keras dan dipetik atau teta dipohon, kiranya sama-sama berpangkal pada prinsip menjauh kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun analisa hukumnya berbeda.
Menurut hemat penulis, penulis sepakat dengan jual beli sistem ijon, dengan alasan bahawa tidak semuah yang masih samar itu terlarang. Sebagian barang ada yang tidak dapat dilepaskan dari kesamaran.

4.hikma larangan dalam jual beli ijon
            Latar belakang timbulnya larangan larangan menjual buah yang belum nyata baiknya adalah adanya hadits yang diriwayatkan dari zaid bin tsabil r.a “adalah di masa rasulullah saw, manusia menjual beli buah-buahan sebelum tampak kebaiknya. Apabila manusia telah bersungguh-sungguh dan tiba saatnya pemutusan perkara mereka, maka berkatalah si pembeli “masa telah menimpah buah-buahan, telah menimpanya apa yang merusaknya”. Mereka menyebutkan cacat-cacat berua kotoran dan penyakit ketika mereka semakin banyak bertengkar dihadaan nabi saw, maka beliau pun berkata “janganlah kamu menjual kurma sehingga tampak kebaikannya (matang)”.
            Apabila kita perhatikan latar belakang laraangan tersebut, maka hikma yang daat kita ambil adalah :
1.      Mencegah timbulnya pertengkaran (mukhashamah) akibat kesamaran.
2.      Melindungi pihak pembeli, jangan sampai menderita kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang.
3.      Memelihara pihak penjual jangan samapai memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
4.      Menghindarkan penyasalan dan kekecawaan pihak penjual jika ternyata buah muda yang di jual dengan harga murah itu memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan sempurnah.
Hukum yang telah ditetapkan oleh fuqaha ini, tidak berlaku untuk buah atau tanaman yang memang bisa dimanfaatkan atau di makan ketika masih hijau seperti misalnya : jagung, mangga,pepaya,dan tanaman lainnya yang masanya di etik sesudah matang, tetapi bisa juga di petik waktu muda untuk dinikmati dengan cara-cara tertentu. Jika buah ini memang dimaksudkan dengan jelas untuk dimakan selagi masih muda , tidak mengandung kesamaran (ghara) tidak ada unsur penipuan yang mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, hukumnya sama dengan buah yang sudah nampak baiknya.
















III.KESIMPULAN

Pada intinya penjual ijon dalam seluruh madzhad adalah tidak dibolehkan, karena pada dasarnya permasalan ini sudah jelas nass hukum yang berupa hadits rasulullah saw. Hal ini karena permasalahan jual beli ijon sudah ada sejak zaman rasulullah dan bukan masalah kontemorer maskipun masih berlaku sampai sekarang.
Perbedaan pendapat yang terjadi pada par fuqaha, sebenarnya berpangkal pada prinsip yang sama, yaitu sama-sama menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun analisa hukumnya yang berbeda.
Abu hanifah atau iman hanafiyah membolehkan menjual buah-buahan yang masih hijau dengan syarat dipetik, dan tidak membolehkan yang tetap berada di ohon dengan alasan karena penjualan mengharuskan diserahkan.
Sedang jumhur dan ulama membolehkan dengan syarat dipetik dengan alasan menghilangkan dari adanya kerusakan atau adanya serangan hama yang biasanya terjadi pada buah-buahan sebelum buah bercahaya. Pada intinya pelarangan jual beli ijon yang tetap berada di ohon adalah menghindarkan kesamaran (gharar), menghilangkan peniuan yang mengandung pertengkaran di kemudian hari, serta tidak mengakibatkan resiko sehingga terhindar dari memakan harta orang lain dengan cara bathil.

.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar