Kamis, 08 Januari 2015

Makalah Hadis Muamalah, Hadis Tentang Barang-barang Riba

                                        MAKALAH
                                HADIS MUAMALAH

                        
                                        DISUSUN OLEH
                                            RIDHA FARIDHA
10300113185
                                        KELOMPOK 15
              
                         UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASAR                                           FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM 
                                           JURUSAN AKUNTANSI



     1.     Matan Hadist

(TINJAUAN)
  



     2.     Terjemahan
Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah bersabda, “Jika emas dibarter dengan emas, perak dibarter dengan perak, gandum burr dibarter dengan gandum burr, gandum syair dibarter dengan gandum syair, korma dibarter dengan korma, garam dibarter dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati kalian asalkan tunai” [HR Muslim no 4147]

Penjelasan Hadits:
Penjelasan Satu: Barang-barang ribawi dalam hadits di atas ada enam jenis, akan tetapi Jumhur ulama berpendapat bahwa semua barang yang memiliki ‘illah (sebab) yang sama dengan keenam jenis barang di atas maka ia termasuk ke dalam barang-barang ribawi, dan ini adalah pendapat yang kuat sebab hukum selalu beredar bersama sebabnya.
- Adapun ‘illah pada emas dan perak adalah: Tsamaniyah (barang berharga yang digunakan untuk tukar menukar), maka mata uang di masa ini termasuk barang ribawi karena ia adalah barang yang memiliki sifat tsamaniyyah.
- Sedangkan gandum, sya’ir, kurma dan garam ‘illahnya adalah: Makanan yang ditakar dan ditimbang, maka semua makanan yang dapat ditakar dan ditimbang termasuk dalam kategori barang ribawi, seperti beras, jagung, dan lain-lain.
Penjelasan Dua: Barang ribawi terbagi menjadi dua kelompok, tsamaniyyah dan makanan (yang bisa ditakar dan ditimbang). Pertukaran masing-masing barang memiliki rincian hukum sebagai berikut:
1) Jika terjadi pertukaran antara barang sejenis dalam kelompok yang sama maka dipersyaratkan dua syarat: Jumlah barang harus sama dan dilakukan dalam satu mejelis, tidak boleh berpisah sebelum transaksinya selesai.
Contohnya: Jika terjadi pertukaran antara emas batangan dengan emas perhiasan, maka jika emas batangan 20 gram, emas perhiasan juga harus 20 gram, dan harus diserahterimakan pada saat itu juga, tidak boleh dikredit atau tertunda penyerahan salah satu barangnya.
Jika misalkan emas batangan lebih banyak dari emas perhiasan maka itulah riba fadhl, dan jika penyerahan salah satu barang tertunda maka itulah riba nasiah.
2) Jika terjadi pertukaran antara barang yang berbeda jenis namun masih dalam kelompok yang sama maka hilang satu syarat dan tersisa satu syarat: Hilang syarat jumlah harus sama, namun masih tersisa syarat wajib dilakukan serah terima barang pada saat itu juga, tidak boleh ada yang tertunda.
a.   Pengertian Riba
Riba menurut bahasa artinya tambahan. Sedangkan menurut istilah, ialah tambahan secara khusus. Sedangkan maksud tambahan secara khusus, ialah tambahan yang diharamkan oleh syari’at Islam, baik diperoleh dengan cara penjualan, atau penukaran atau peminjaman yang berkenaan dengan benda riba.
Riba juga berarti "At-Ta'khir" (penundaan/penangguhan). Disebut demikian karena memang Riba terjadi Karena ada penangguhan pembayaran hutang, akhirnya muncul-lah Riba itu. Itu yang banyak terjadi di masa-masa era sebelum Islam, dan masih terjadi sampai sekarang.
                                                                 
b.   Pendapat ulama FIQIH tentang illat riba
Ulama sepakat menetapkan riba fadhl pada 7 barang yaitu emas, perak, gandum, sya’ir (biji-bijian), kurma, garam dan anggur kering. Pada benda-benda ini, adanya tambahan pada pertukaran sejenis adalah diharamkan.
Adapun pada barang selain itu, para ulama berbeda pendapat :
·        Imam Malik mengkhususkannya pada makanan pokok
·        Menurut pendapat masyhur dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah, riba fadhl terjadi pada setiap jual beli barang sejenis dan yang ditimbang
·        Imam Syafi’i berpendapat bahwa riba fadhl dikhususkan pada emas dan perak serta makanan meskipun tidak ditimbang
Perbedaan antar madzhab lebih detail sbb :

                                       I.            Madzhab Maliki
Illat diharamkannya riba menurut ulama Malikiyah pada emas dan perak adalah harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam hubungannya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl.
Illat diharamkannya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja (makanan selain untuk mengobati), baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak kedua unsur tersebut.
Illat diharamkannya riba fadhl pada makanan adalah makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama.
 Alasan utama Malikiyah menetapkan illat di atas antara lain apabila riba dipahami agar tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia yakni makanan pokok seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.

1.      Madzhab Hanafi
Illat riba fadhl menurut ulama Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta barang yang sejenis seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam dan anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis dari barang-barang yang telah disebut di atas seperti gandum dengan gandum ditimbang untuk diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl.
Adapun jual beli pada selain barang-barang yang ditimbang seperti hewan, kayu dan lain-lain tidak dikatakan riba meskipun ada tambahan dari salah satunya seperti menjual 1 ekor kambing dengan 2 ekor kambing sebab tidak termasuk barang yang bisa ditimbang. (Alauddin al-Khuskhafi, Ad-Durul Mukhtar, juz 4, hal. 185)
Ulama Hanafiyah mendasarkan pendapat mereka pada hadits shahih Said al-Khudri dan Ubadah ibn Shanit ra bahwa Nabi Saw bersabda, “emas dengan emas, keduanya sama (mitslan bi mitslin), tumpang terima (yadan bi yadin), (apabila ada) tambahan adalah riba, perak dengan perak, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, gandum dengan gandum, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, sya’ir dengan sya’ir, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, kurma dengan kurma, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, garam dengan garam, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba”.
Di antara hikmah diharamkannya riba adalah untuk menghilangkan tipu menipu di antara manusia dan juga menghindari kemudharatan. Asal keharamannya adalah Sadd Adz-Dzara’i (menurut pintu kemudharatan).
Namun demikian tidak semuanya berdasarkan sadd adz-dzara’i tetapi ada pula yang betul-betul dilarang seperti menukar barang yang baik dengan yang buruk sebab hal yang keluar dari ketetapan harus adanya kesamaan (mitslan bi mitslin).
Ukuran riab fadhl pada makanan adalah ½ sha’ sebab menurut golongan ini, itulah yang telah ditetapkan syara’ (Alauddin al-Khuskhafi, Ad-Durul Mukhtar, juz 4, hal. 188). Oleh karena itu dibolehkan tambahan jika kurang dari ½ sha’.
Illat riba nasi’ah adalah adanya salah satu dari 2 sifat yang ada pada riba fadhl dan pembayarannya diakhirkan. Riba jenis ini telah biasa dikerjakan oleh orang jahiliyah seperti seseorang membeli 2 kg gandum pada bulan Muharram dan akan dibayar menjadi 2,5 kg gandum pada bulan Safar.

                                   II.            Madzhab Syafi’i
Illat riba pada emas dan perak adalah harga yakni kedua barang tersebut dihargakan atau menilai harga suatu barang. Illat pada makanan adalah sesuatu yang bisa dimakan dan memenuhi 3 kriteria sbb :
a)     Sesuatu yang biasa ditujukan sebagai makanan atau makanan pokok
b)    Makanan yang lezat atau dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti ditetapkan dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin dan anggur kering
c)     Makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan dan memperbaiki makanan yakni obat. Ulama Syafi’iyah antara lain beralasan bahwa makanan yang dimaksudkan adalah untuk menyehatkan badan termasuk pula obat untuk menyehatkan badan.
Dengan demikian riba dapat terjadi pada jual beli makanan yang memenuhi kriteria di atas. Agar terhindar dari unsur riba, menurut ulama Syafi’iyah, jual beli harus memenuhi kriteria :
a.     Dilakukan waktu akad, tidak mengaitkan pembayarannya pada masa yang akan datang
b.     Sama ukurannya
c.      Tumpang terima
Menurut ulama Syafi’iyah, jika makanan tersebut berbeda jenisnya seperti menjual gandum dengan jagung, dobolehkan adanya tambahan, berdasarkan pada hadits Rasulullah Saw bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, keduanya sama, tumpang terima. Jika tidak sejenis, juallah sekehendakmu asalkan tumpang terima”.
Selain itu, dipandang tidak riba walaupun ada tambahan jika asalnya tidak sama meskipun bentuknya sama, seperti menjual tepung gandum dengan tepung jagung.

                                III.            Madzhab Hambali
Pada madzhab ini terdapat 3 riwayat tentang illat riba, yang paling masyhur adalah seperti pendapat ulama Hanafiyah hanya saja ulama Hambilah mengharamkan pada setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma.
Riwayat kedua adalah sama dengan illat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah. Riwayat ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap makanan yang ditimbang, sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba walaupun ada tambahan. Demikian juga pada sesuatu yang tidak dimakan manusia.
Hal ini sesuai dengan pedapat Saib bin Musayyib (Ibnu Qudamah, Al-Muhtaj, juz 4, hal. 3-5) yang mendasarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada riba kecuali pada yang ditimbang atau dari yang dimakan dan diminum”. (HR
1. Riba Fadhl, yaitu tambahan dalam jual beli/pertukaran barang dengan barang yang semisal, yang termasuk dalam kategori barang-barang ribawi.
2. Riba Nasiah, yaitu penundaan salah satu barang dalam serah terima pertukaran/jual beli, padahal barang tersebut termasuk kategori barang-barang ribawi.
3. Riba qordh, yaitu mengambil manfaat dari piutang dan yang semisalnya.



                                                    KESIMPULAN
Dalam makalah ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi :
1)    Emas, perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
2)    Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Dalam kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar menukar antar barang-barang ribawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar