Makalah Tafsir
Muamalah
Konsep Kepemilikan Harga
‘QS. Al-Imran : 189’
DISUSUN OLEH
Nama : Ampe Daryanti
Nim : 10800113162
Akuntasi 7
Program Studi
Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Islam
Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar
Tahun Akademik 2013/2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur dipanjatkan kekhadirat Allah Rabbul
Alamiin atas segala rahmat, hidayah, inayah, dan pertolongan-Nya sehingga
apa yang direncanakan dapat diwujudkan, seperti menyediakan naskah yang dapat
di terbitkan dalam bentuk makalah guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu, salam dan shalawat dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw yang telah menjadi uswatun
hasanah dalam menjelaskan dan menyampaikan ajaran ilahi agar manusia
mengenal dan mempercayai Tuhan yang Esa, menuju kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat, penuh dangan pedoman dan lindungan illahi Rabbi.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini merupakan upaya maksimal dari penulis. Walaupun demikian penulis
sadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya. Selama
penulisan makalah ini tidak sedikit bantuan bimbingan yang penulis peroleh dari
berbagai pihak terutama teman kelompok dan senior. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang selalu setia memberi
motivasi dan dukungan kepada kami untuk dapat berusaha menjadi seorang
mahasiswa yang berprestasi. Oleh
karena itu, dengan tidak mengurangi penghargaan penulis kepada mereka yang
karena keterbatasan waktu dan ruang tidak sempat di aebutkan namanya satu
persatu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang
telah memberi bantuan kepada penulis.
Kepada pembaca yang
budiman, dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
konstruktifnya sekiranya dalam makalah ini terdapat kekeliruan dan kesalahan
sehingga makalah ini dapat bermanfat adanya.
Samata, Gowa.
April 2014
Penulis
A.
Surah
Al-Imran(3):189
وَلِلَّهِ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Terjemahan Ayat :
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu (Qs. Al-Imran : 189).
B.
Arti
dan Kosa Kata Ayat
وَلِلَّهِ
|
dan milik Allah
|
مُلْكُ
|
kerajaan
|
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
|
langit
|
وَٱلْأَرْضِ
|
dan bumi
|
وَٱللَّهُ
|
dan Allah
|
عَلَىٰ
|
atas
|
كُلِّ
|
segala
|
شَىْءٍ
|
sesuatu
|
قَدِيرٌ
|
Maha Kuasa
|
C. Munasabah
Berikut ini merupakan Surah Al
Imran(3):188-189
لَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا
بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ
(Qs.Al Imran:188)عَذَابٌ أَلِيمٌ
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(Qs.Al
Imran:189)
Terjemahan ayat:
‘‘janganlah
sesekali engkau menyangka bahwa orang–orang yg bergembira dengan apa yang telah
mereka kerjakan dan mereka suka supaya di puji terhadap perbuatan yang belum mereka
krejakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka
siksa yang pedih. Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi, dan Allah maha
kuasa atas segala sesuatu’’
Ayat ini masih merupakan lanjutan uraian tentang Ahl
al-kitab dari ayat-ayat sebelumnya. Kali ini yang di jelaskan adalah kebejatan
moral mereka setelah menjelaskan penghianatan mereka dalam bidang hukum dan
informasi agama. Ayat ini menjelaskan bahwa ada sekelompok dari ahl kitab yang
tidak sekedar melakukan kebejatan moral secara malu-malu dan sembunyi-sembunyi,
tetapi mereka bergembira dan angkuh dan membanggakannya serta menanti pujian
atas keburukan yang mereka lakukan. Walaupun kelompok yang di uraikan sifat-sifatnya di atas boleh
jadi sekelompok ahl kitab yg lalu
sebagaimana di isyaratkan oleh penyebutan sifat mereka yakni orang-orang yg
bergembira dan seterusnya bukan menunjuk dengan kata ganti ‘mereka’ namun kaitan
ayat ini selain yg di sebut di atas tetap masih sangat erat, bahkan ayat ini
dapat juga menjadi gambaran tentang sifat batin yang lahir akibat pelanggaran
yang di uraikan oleh ayat lalu. Sogok
sebagai imbalan pemutarbalikan kebenaran
seringkali menggembirakan penerimanya, Untuk itu ayat ini mengancam
mereka dengan menyatakan. Janganlah
sekali-kali engkau menyangka, wahai Muhammad dan siapapun yang dapat melihat atau dan mengetahui, bahwa
orang-orang baik para ulama dan cendikiawan atau siapapun, yang bergembira dengan apa, yakni kedurhakaan
yang telah mereka kerjakan dan mereka
suka supaya di puji sebagai orng-orang
bermoral terhadap perbuatan yang belum dan
tidak mereka kerjakan, janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari
siksa, bahkan bagi mereka siksa yang
pedih. Allah mampu melaksanakan ancamaNya ini karena kepunyaan Allah kerajaan langit
dan bumi ,. Dia yang menciptakan, memiliki, dan mengaturnya, serta
mengetahui seluruh rincian yang terjadi
pada keduanya dan Allah juga maha
kuasa atas segala sesuatu, termasuk menjatuhkan ancamanNya ini.
Imam Bukhari meriwayatknan bahwa Maryam Ibn al-Hakam
mengutus seseorang bertanya kepada sahabat nabi , Ibn Abbas; “Kalau semua orang
bergembira dengan apa yang telah mereka
kerjakan dan mereka supaya di puji
terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan maka tentulah semua kita akan
di siksa” ibn Abbas menjawab “ bukan demikian itu maksudnya. Tetapi suatu
ketika nabi menanyakan sesuatu kepada orang yahudi, mereka menjawabnya tetapi jawaban
yang sebenarnya mereka sembunyikan.. Mereka menunggu jawaban terimakasih dan
pujian atas jawaban mereka itu sambil
bergembira karena merasa telah menipu nabi saw.”
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa ada sementara orang munafik yang enggan ikut
berjihad. Mereka mengemukakan berbagai dalih , sehingga akhirnya Nabi
mengizinkan mereka untuk tidak ikut. Mereka bergembira dengan izin itu, tetapi
dalam saat yang sama mereka senang dan ingin di puji sebagai orang-orang yang
tulus ingin berjihad.
D. Asbabun-Nuzulul
Berkata Sayid dalam tafsirnya:” Dahulukala raja-raja
dan sultan-sultan serta penguasa-penguasa Negara sengaja mendekati dan
menghubungi ulama serta ahli-ahli sufi, untuk menarik mereka supaya jadi
penyokong kekuasaan mereka. Sedang ulama-ulama yang di dekati ulama itu selalu
menjaga martabat dirinya. Setengah dari ulama-ulama itu member azimat tangkal
bahaya dan setengah lagi member nasehat supaya raja bertaqwa kepada Tuhan,
selalu awas dan waspada menjaga perintah Tuhan. Lantaran nasehat itu timbul
dari hati yang ikhlas, tidak mengharap apa-apa raja itu segan kepada mereka.
Tetapi kemudian keadaan telah terbalik. Kekuasaan
taqwa, yaitu jiwa besar dan tidak gentar menghadapi siapapun, karena merasa
lebih dekat kepada Tuhan yang semestinya ada pada ulama para ulama semakin lama
beratambah lam abertambah lemah berhadapan dengan kekuasaan harta benda dan
pangkat. Akhirnya orang-orang ulama itulah yang berebut-rebutan pergi ke pintu
gerbang istana. Lantaran itu maka yang munafik di dekatkan duduknya dengan
baginda dan yang jujur serta taqwa di sakiti. Dan yang lain mencapai menurut
jarak dekat atau jauhnya dari salah satu kekuasaan itu, kukuasaan taqwa atau
kekuasaan benda.’’ Ddemikian Sayid Rasyid Ridha.
Kemudian datanglah ayat selanjutnya, membawa insan
kepada kelapangan yang lebih luas, terutama peringatan kepada orang-orang
keturunan Kitab. Ataupun kepada “keturunan Kitab kalangan Muslim sendiri” yang
sepatutnya mengerti Al-Quran dan Hadis: “Bagi Allahlah Kerajaan langit dan
bumi. Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”(ayat 189).
Di pandang sepintas lalu seakan-akan tidak ada
hubungan ayat-ayat ini dengan ayat-ayat yang sebelumnya, padahal ini adalah
kuncinya. Apabila orang muslim telah ingat akan kebesaran Allah, Yang Maha
Kuasa mutlak atas seluruh kerajaan langit dan bumi, tidaklah lagi mereka akan
menjual kebenaran Allah dengan harga yang sedikit, tidaklah lagi mereka membeli
kekufuran dengan menjual iman sebagai harganya, Tidaklah bagi mereka akan berkejar-kejar
mencari pujian duniawi yang palsu, lalu mengkhianati tugas yang di pikul di
atas pundaknya sebagai penjaga agama Allah. Dan ayat inipun sebagai peringatan
halus kepada setiap pejuang keadilan dan kebenaran di atas dunia fana ini, bahwa
yang menjadi tujuan hidupnya, ialah menegakkan ridha Allah. Adapun segala
kemegahan dunia fana yang dikejar-kejar, karena ingin piji-pujian, baik atas
perkara yang benar-benar di kerjakan atau yang sama sekali tidak pernah di
kerjakan.
Setelah Allah menunjuk orang-orang Munafik dan
Yahudi yang suka sekali di puji dalam hal yang tidak pernah mereka kerjakan,
maka di ambil pula hal yang demikian jadi I’tibar bagi ummat Muhammad s.a.w
sendiri, Pada penutupnya Allah memberi peringatan kepada segala insan yang terpedaya
dengan tipuan hidup di dunia. Orang berkejar mendekatinya, namun kerajaan yang
sejati ialah kerajaan Allah yang meliputi segenap langit dan bumi.
E. Tafsir
Oleh, Ibnu
Katsir
189. (Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi)
maksudnya perbendaharaan hujan, rezeki, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain (dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) di antaranya menyiksa orang-orang kafir
dan membebaskan orang-orang beriman.
F. Hikmah-hikmahnya
Adapun
hikmah yang dapat kita petik dari ayat tersebut adalah sebagai berikut
1.Pada Hakikatnya, pujian itu hanya untuk Allah SWT. Mengapa demikian? Karena Allahlah yang memiliki segalanya. Apa yang ada di
langit, di bumi dan juga apa yang ada di antara keduanya. Termasuk diri kita.
Pada hakikatnya, kita tak memiliki diri kita sendiri. Apabila Allah
menginginkan kita lenyap di dunia ini, maka keinginan itu tak akan ada yang
menghalangi. Maka sepantasnya, hanya kepadaNya lah kita serahkan segala perkara
kita.
2.Kita harus
memiliki tahuid rububiyyah. Yaitu mengakui bahwa hanya Allahlah yang
menciptakan langit dan bumi. Hanya Allah lah yang bisa mengurusi semua perkara
di dalamnya. Dia tak pernah lelah ataupun bosan mengurusi semua makhlukNya.
3.Janganlah kita takut kepada selain Allah.
sifat seorang mukmin adalah selalu optimis terhadap segala harapannya. Dengan
tetap menyandarkannya hanya kepada Allah setelah berdoa dan berusaha semaksimal
mungkin.
KESIMPULAN
Surah Al-Imran pada ayat ke 189 berbunyi seperti berikut ini;
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Yang artinya ialah “Kepunyaan Allah-lah
kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu (Qs.
Al-Imran : 189).”
Kemudian
di tafsirkan oleh Ibnu Katsir bahwa maksud dari ayat tersebut adalah (Milik
Allahlah kerajaan langit dan bumi) maksudnya perbendaharaan hujan, rezeki,
tumbuh-tumbuhan dan lain-lain (dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) di
antaranya menyiksa orang-orang kafir dan membebaskan orang-orang beriman. Ayat
ini turun di karenakan banyaknya para ulama-ulama yang mulai beralih kepada
harta dan kekuasaan dengan mengatasnamakan agamanya, dan juga para kaum yang
munafik dan selalu menginginkan pujian atas hal yang dilakukan dan tidak di
lakukannya sama sekali, adapun ayat ini berhubungan dengan ayat ke 188 dalam
surah Al-Imran yang kedua-duanya sama-sama membahas tentan para ahli kitab atau
ulama-ulama, munafik dan selalu menginginkan pujian. Hikmah-hikmah yang bisa
kita petik di dalam Surah Al-Imran ayat 189 adalah pada hakekatnya pujian itu
hanya untuk Allah SWT.
Kaum mukminin, tidak perlu merasa
sedih dan cemas atas penyelewengan mereka, tetapi hendaklah tetap menjelaskan
yang hak dan jangan sekali-kali menyembunyikannya sedikitpun. Allah akan
memenuhi apa yang menjadi keinginan kaum muslimin dan melenyapkan hal-hal yang
mungkar yang telah dilarang itu. Kerajaan langit dan bumi dikuasai Allah,
diberikan kepada orang yang dikehendaki Nya. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu, tidaklah sulit bagi Nya memberikan pertolongan dan memenangkan kaum
muslimin atas orang-orang Ahli Kitab dan para musyrikin yang menyakiti mereka
dengan perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar