Makalah Aqidah Akhlak
Pentingnya Pembinaan Akhlak Dalam Rumah Tangga
Dosen : Drs. Ali
Hakka M.ag
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlak
Oleh Kelompok II
Sudirman (10800113179)
Nurul Aini Ridwan (10800113174)
Asriana S (10800113163)
Muh. Nur Ikhsan (10800113)
Mutia Apriyanti (10800113167)
Andi Nurlinda (10800113)
Ridha Farida (10800113)
FakultasEkonomi Dan Bisnis IslamUniversitas
Islam Negeri Alauddin Makassar
JurusanAkuntansi
TahunPeriodik 2013/2014
KATA PENGANTAR
بسم اﷲ الرحمن الرحيم
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT,karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul”Pentingnya Pembinaan Akhlak Dalam
Rumah Tangga “ ini sesuai waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami
sampaikan kepada semua pihak, Dosen pembimbing, teman-teman, dan keluarga yang
langsung maupun tidak langsung telah memberikan semangat yang tak terhingga.Yang
mampu menyelesaikan tugas ini sehingga penulis dapat memenuhi tugas dengan baik
dan lancar.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan tugas ini, saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat diharapkan guna untuk perbaikan pada tugas berikutnya.
Akhirnya, kami hanya berharap, agar tugas ini dapat
meransang kami untuk membuat tugas yang lebih baik lagi.Di samping itu kami
sangat berharap semoga dengan adanya Makalah ini dapat bermanfa’at bagi para
pembaca, Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb
selasa 01 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………….........
I.I Latar Belakang ……………………………………………………..............
I.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………......... I.3 TUJUAN
…………………………………………………………………..
BAB II
PEBAHASAN …………………………………………………………………..
II.1 Pengertian keluarga …………………………………………………….......
II.2 Akhlak Istri Kepada Suami……………………………………………….
II.3 Akhlak Suami Kepada Istri
............................................................................
II.4 Membentuk anak yang sholeh dan sholehah …...............................................
II.5 Akhlak kepada orang tua {birrul walidain}
...................................................
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
…………………………………………………………........
III.2 Saran
………………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad
adalah sosok manusia yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk
dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan
Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik
pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam
lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan
pernikahan. Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci yang harus di
lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak wali
pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak
pengantin putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang
saksi yang adil.
Sebelum membentuk
keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya memahami hukum
berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga, pasangan suami
istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah dirinya
sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap
kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang
istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan
bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit
ialakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak mulia ini harus ada
pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas
kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu
keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri.
Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun
berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg
sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya
berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut
utk berakhlak mulia kepada istrinya,Karenaakhlak mulia ini harus
ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas
kebaikan. Memang suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg
baik dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai pimpinan.
Kemudian ia di haruskan utk mendidik
anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga
mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ
غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا
يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang – orang yg beriman
jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yg bahan bakarnya
adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg
keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup
berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan.
Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak
lagi memikirkan calon kekasih atau terganggu
I.2 Rumusan
Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka
penulis memperoleh beberapa perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain
adalah :
1. Apakah
Keluarga itu ?
2.
Bagaimana Akhlak Istri Kepada Suami ?
3.
Bagaimana Akhlak Suami Pada Istri ?
4.
Bagaimana Membentuk Anak Yang Sholeh Dan Sholehah ?
I.3 Tujuan
Dendan rumusan masalah tersebut maka penulis memperoleh beberapa tujuan .Tujuan
penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang akhlak
berkeluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Keluarga
Keluarga dalam bahasa arab adalah AL - Usroh yang berasal dari kata al-
asru yang secara etimologis nempunyai arti ikatan.Kata keluarga dapat diambil
kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu
organisasibio-psiko-sosio-spiritualdimana anggota keluarga terkait dalam
suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan
yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan
hubungan satu dengan yang lain atau hubungansilaturrahim. Sementara satu . Al-
Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi
segala sesuatu yang diikat. Dari beberapa pengertian di atas dapatdisimpulkan
bahwa pengertian keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam
kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan
lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan
mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan
pribadi,keluarga dan masyarakat.
Dalam norma ajaran sosial, asal-usul
keluarga terbentuk dari perkawinan (laki-laki dan perempuan dan kelahiran
manusia seperti yang ditegaskan Allah dalm surat an-Nisa ayat satu yang
berbunyi:
Keluarga dalam bahasa arab adalah AL - Usroh yang
berasal dari kata al- asru yang secara etimologis nempunyai arti ikatan.Kata
keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat,
atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritualdimana anggota keluarga terkait
dalam suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan
ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan
hubungan satu dengan yang lain atau hubungansilaturrahim. Sementara satu . Al-
Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi
segala sesuatu yang diikat. Dari beberapa pengertian di atas dapatdisimpulkan
bahwa pengertian keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam
kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan
lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan
mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan
pribadi,keluarga dan masyarakat.
Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga
terbentuk dari perkawinan (laki-laki dan perempuan dan kelahiran manusia
seperti yang ditegaskan Allah dalm surat an-Nisa ayat satu yang berbunyi:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorangdiri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
(an-Nisa’ ayat 1).Asal-usul ini erat kaitannya dengan
aturanIslam bahwa dalam upaya pengembangbiakan keturunan manusia,hendaklah
dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga di luar
peraturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.
II.2 Akhlak Istri Kepada
Suami
Adapun kewajiban bagi seorang istri kepada
suaminya di bagi menjadi 5
Pertama, alangkah mulianya seorang wanita yang
berjiwa qana`ah, cermat dalam membelanjakan harta demi
mencukupi suami dan anak-anaknya.Dahulu kala, para wanita kaum salaf memberi
wejangan kepada suami atau ayahnya, “Berhatilah-hatilah engkau dari memperoleh
harta yang tidak halal.Kami akan sanggup menahan rasa lapar namun kami tak akan
pernah sanggup merasakan siksa api neraka.”
Kedua,
istri
shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan hak suami
sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya.Termasuk dalam masalah taat kepada
suami adalah berlaku baik pada ibu mertua. bukanlah istri shalihah yg
dinyatakan dlm hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguh dunia itu adalah perhiasan
dan sebaik-baik perhiasan dunia adl wanita/istri shalihah.”
Dan bukan istri yg
digambarkan Rasulullah SAW kepada ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhuma:
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا
نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَاغَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik
perbendaharaan seorang lelaki yaitu istri shalihah yg bila dipandang akan
menyenangkannya bila diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini
akan menjaga harta dan keluarganya.”
Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dlm timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dlm surga.
Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dlm timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dlm surga.
Ketiga, istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya
mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang
baik, mendoakan mereka dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan
implementasi bakti istri kepada suaminya.
Keempat, karakter istri dengan adab baik adalah tidak
mengadukan urusan rumah tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang pernah
membuat diri si istri sakit hati dalam pelbagai forum. Hal yang sering terjadi
pada diri seorang wanita yaitu menceritakan keadaan buruk yang pernah
menimpanya kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan masalah yang melilit
dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang terjadi sebaliknya, keburukan dan
aib keluarga justru menjadi konsumsi orang banyak, nama baik suami dan keluarga
terpuruk, dan jalan keluar tak kunjung ditemukan.
kelima, tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin
terlebih dahulu dari suami. Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan
bersabda, “Hendaknya seorang wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya
kecuali dengan seizin suami.Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa izin),
Allah dan malaikat-Nya melaknati sampai ia bertaubat atau kembali pulang ke
rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari Abdullah bin
Umar).
II.3 Akhlak Suami Kepada
Istri
Adapun beberapa kewajiban seorang
suami kepada seorang istri
pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri
adalah mengedepankan sikap welasasih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-Qur`an,
Allah berfirman;
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ
فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرا ً
‘’Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara
patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,(maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.” (Qs. An-Nisa`
: 19)Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِم
“Mukmin yg paling sempurna iman adalah yang paling baik akhlak dan
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan
untuk memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan
diri dari sikap kasar.Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di
tengah masyarakat, ia mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam tutur kata,
sopan dalam perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya sendiri dengan
sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.
Ketiga, seorang suami
sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh dalam menghadapi keadaan
yang tidak mengenakkan. Suami tangguh adalah suami yang tidak mudah terpancing
untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang kurang tepat demi cinta dan
rasa sayangnya kepada istri.Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami
dalam mengurusi paraistrinya.
Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau
mengatakan, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada
keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”(HR. Muslim).
Keempat, seorang suami hendaknya mampu mencandainya.Adanya
canda dan tawa dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Bayangkan
apa yang terjadi jika pasangan suami-istri melalui hari-harinya tanpa canda.
Lambat laun rumah tangganya menjadi bak areal pemakaman yang sepi, senyap,
hampa.Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang
canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa; berusaha untuk
bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan Rasulullah kepada
istrinya Aisyah Ra.Dalam diri setiap manusia terdapat
sifat kekanak-kanakan, khususunya pada diri seorang wanita. Istri
membutuhkan sikap manja dari suaminya dan karenanya jangan ada yang menghalangi
sikap manja seorang suami untuk istrinya.
II.4 Membentuk Anak Yang
Sholeh Dan Sholehah
Setiap orang tua pasti mendambakan anak yang shalih,
berakhlak mulia, berguna bagi nusa dan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
orang tua memiliki peran yang sangat penting, sebab keluarga merupakan arena
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, sebab setelah kelahirannya, ia
berinteraksi dengan orang tua dan keluarganya.Anak lahir ke dunia dalam keadaan
fitrah. Ia tiada mempunyai dosa warisan dari siapapun juga. jelaslah bahwa
pendidikan yang diberikan orang tua sangat berpengaruh bagi anak sehingga jika
pendidikan tersebut tidak baik, maka hasilnya juga tidak baik.
Demikian pula bila orang tua berusaha dan melakukan
pendidikan terhadap anaknya dengan baik, maka hasilnyapun baik pula bagi anak.[6] Akan tetapi karena keterbatasan
orang tua dalam mengajar dan mendidik anak, maka untuk kelanjutan pendidikan
memerlukan bantuan orang(guru/ustadz/kyai)
untuk memberi pendidikan yang intensif. Hal ini dilakukan karena anak harus
disiapkan sedini mungkin secara terarah, teratur dan disilin agar dapat
bertahan dalam kehiduan yang dinamis dan mampu mengantisipasi dari godaan dan
hal-hal yang dapat merusak keimanan.
Dalam era globalisasi ini, keterbukaan budaya sangat
memengaruhi terhadap prilaku, sikap dan mental anak, suasana lingkungan dan
perkembangan teknologi membawa dampak yang besar terhadak kehidupan kerohanian
dan perubahan nilai-nilai. Bertolak dariinilah orang tua dengan mutlak harus
memberi bekal kerohanian kepada anak-anaknya.
Keluarga adalah sebagai suatu masyarakat kecil,
mempunyai peran bagi pendidikan akhlak anak-anak, karena bagi anak, keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama dalam interaksi.
Orang tua merupakan sebutan yang ditunjukan pada ayah
dan ibu yang mempunyai anak, mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang baik, berakhlakul karimah. Karena
keduanya merupakan orang yang sering diajak berinteraksi juga menjadi figure
yang selalu ditiru oleh anak.
Pendidikan anak, terutama pendidikan akhlak bagi
anak-anak menjadi sangat penting karena mereka akan menghadapi suatu yang sama
sekali berbeda dengan yang kita hadapi sekarang. Pembekalan akhlak pada
anak-anak menjadi dominant supaya mereka mampu bertahan hidup dengan terhindar
dari semua yang akan menjerumuskan mereka kedalam hal-hal yang. Mengingat
begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dilakukan dari sebuah latanan yang
paling kecil yaitu keluarga, maka banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang
menekankan pentingnya pendidikan akhlak, yang salah satunya terdapat dalam
surat an-Nisa’ ayat 36. dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa akidah sangat erat
kaitannya dengan ibadah dan akhlak. Sesudahkita diperintahkan untuk menyembah
Allah dan dilarang menyekutukan-Nya dengansesuatu apaun, baik itu waktu,
jabatan, pekerjaan, kesenangan, kedudukan, berhala ataupun yang lain.
II.2 Akhlak kepada orang tua {birrul
walidain}
istilah birrul walidain berasal
langsung dari Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah riwayat disebut bahwa ‘Abdullah
ibn mas’ud seorang sahabat Nabi yang terkenal bertanya kepada Rasulullah saw
tentang amalan apa yang di sukai oleh ALLAH SWT, Beliau menyebutkan pertama sholat
tepat pada waktunya; kedua birrul walidain dan ketiga,
al-jihadu
fi sabilillahi (H, mutafaqun
‘alaihi)
birrul walidain terdiri dari
kata birru dan al- walidaini .birru atau al-
birru yang artinya kebajikan (ingat penjelasan
tentang al-birru dalam surat Al-baqarah ayat 1772), al- walidain artinya
dua orang tua atau bapak dan ibu’, jadi birrul walidainartinya
adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua, seperti dalam firman
allah swt:
“dan tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu “(QS, Al-isra’:23)”
v kedudukan birrul walidain
birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam,
ada beberapa alasan yang membuktikan hal tersebut, antara lain dalam firman
allah:
“dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani
israil yaitu:
janganlah kamu menyembah selain allah, dan berbuat
baiklah kepada ibu bapakmu,( QS.Al-baqarah”ayat 83)”
Dalam hadist rasulullah SAW menyebutkan bahwa:
“keridhoan allah ada pada keridhoan orang tua dan
kemarahan allah ada terhadap kemarahan orang tua” (HR. Tirmidzi)
Demikianlah allah dan rasul-nya menempatkan birrul
walidain pada posisi yang istimewa setelah ibadah
kepadanya dan menjadi sebuah landasan akan keridhoanya,sehingga
berbuat baik kepada orang tua menempati posisi yang sangat mulia, dan
sebaliknya durhaka kepada orang tua menempati posisi yang sangat hina,
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar
jasa dan perjuangan seorang iu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik
anaknya. Dan hal itu di jelaskan dalam (surat luqman ayat 14) sebagaiman yang
telah kita kutip di atas. Kemudian bapak sekalipun tidak ikut mengandung
dan menyusui, tapi dia berperan penting dalam mencari nafkah, membimbing,
melindungi,membesarkan dan mendidik anakya sehingga ia mampu berdiri sendiri,
bahkan sampai waktu yang tak terbatas
berdasarkan hal-hal demikian, maka wajar jika seorang
anak di tuntut untuk berbuat kebaikan dengan sebaik-baikya kepada ke-2 orang
tuanya dan di larang keras untuk mendurhakai keduanya.
Bentuk-bentuk birrul walidain
banyak cara bagi seorang anak untuk dapat
mewujudkan birrul walidain tersebut,
antara lain sebagai berikut:
1.
Mengikuti apa yang orang tua inginkan dalam berbagai
aspek kehidupan baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah
lainya. Dengan catatan keinginan atau saran dari orang tua tersebut sesuai
dengan ajaran islam, dan pabaila bertentangan maka anak wajib menolaknya dengan
cara yang baik, seraya dengan meluruskan hal sedemikian sesuai dengan tuntunan
al-Qur’an:“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuan
tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya dengan baik...”(QS, al-luqman ayat 15)
Rasulullah juga menegaskan bahwa:
“tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah,
ketaatan hanyalah semata dalam hal yang ma’ruf..”(HR. Muslim)
Dalam hal ini sering terjadi sebuah problem, bagaiman
ajika orang tua dan anak berbeda pendapat dan keinginan. Misalkan dalam hal
menentukan sekolah mana yang akan di masuki, pekerjaan, atau yang sering
terjadi dalam lingkup masyarakat seperti menentukan jodoh jodoh misalnya, bahkan
tidak jarang seorang anak menikah tanpa memberitahukan kepada kedua orang
tuanya, apabila hal ini di lakukan oleh seorangmuslimah maka itu
merupakan pelanggaran akhlak dan juga pelanggaran hukum (fiqih), karna
seorang wanita harus di nikahkan oleh walinya atau petugas yang mendapatkan
perwakilan dari walinya, dan apabila hal tersebut di lakukan oleh seorang
pemuda muslim,maka jika kita melihat dari hukum (fiqih) tidak
ada yang di langgarnya (nikahnya sah) tapi bagaimana dari segi akhlak, hal ini
sering trjadi problem karna seorang anak harus patuh kepada kedua orang tuanya,
dalam hal ini biasanya sang anak seringkali ber-alasan karna tidak ingin
memungkiri janjinya dan tidak ingin mengecewakan calon isterinya (karena
terlanjur berjanji). sebenarnya hal yang harus di lakukan adalah mengajak
musyawarah kedua orang tua terlebih dahulu sebelum menikah, jangan setelah dia
terbentur baru dia mengaku dan memberi alasan (karena tidak ingin mengecewakan
calon isterinya), maka dalam kasus yang seperti ini akhlak seorang anak di uji,
apakah dia lebih mengutamakanorang tuanya yang amat besar jasanya,
atau mengecewakan wanita yang baru saja ia kenal dalam waktu
yang relatif singkat.?
Namun bagi orang tuaDalam hal ini sering terjadi
sebuah problem,
bagaiman ajika orang tua dan anak berbeda pendapat dan
keinginan.
Misalkan dalam hal menentukan sekolah mana yang akan
di masuki,
pekerjaan, atau yang sering terjadi dalam lingkup
masyarakat seperti menentukan jodoh jodoh misalnya, bahkan tidak jarang seorang
anak menikah tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya, apabila hal ini di
lakukan oleh seorangmuslimah maka itu merupakan pelanggaran akhlak dan juga
pelanggaran hukum (fiqih), karna seorang wanita harus di nikahkan oleh walinya
atau petugas yang mendapatkan perwakilan dari walinya, dan apabila hal tersebut
di lakukan oleh seorang pemuda muslim,maka jika kita melihat dari hukum (fiqih)
tidak ada yang di langgarnya (nikahnya sah) tapi bagaimana dari segi akhlak,
hal ini sering trjadi problem karna seorang anak harus patuh kepada kedua orang
tuanya, dalam hal ini biasanya sang anak seringkali ber-alasan karna tidak
ingin memungkiri janjinya dan tidak ingin mengecewakan calon isterinya (karena
terlanjur berjanji). sebenarnya hal yang harus di lakukan adalah mengajak
musyawarah kedua orang tua terlebih dahulu sebelum menikah, jangan setelah dia
terbentur baru dia mengaku dan memberi alasan (karena tidak ingin mengecewakan
calon isterinya), maka dalam kasus yang seperti ini akhlak seorang anak di uji,
apakah dia lebih mengutamakanorang tuanya yang amat besar jasanya, atau
mengecewakan wanita yang baru saja ia kenal dalam waktu yang relatif singkat.?
Namun bagi orang tua ini adalah sebuah catatan, bahwa
orang tua yang ini adalah sebuah catatan, bahwa orang tua yang bijaksana tidak
akan memaksakan keinginanya kepada anakya, meskipun orang tua pazti ingin
memberikan yang terbaik untuk anaknya, maka orang tua juga harus bisa membuka
diri dan berusaha memahami pilihan anakya.
2.Menghormati dan memuliakan orang tuadengan penuh
rasa terimakasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin
bisa di nilai dengan apapun. Yang melahirkan, mendidik, membesarkan, merawat
dan melindungi anaknya.
Seperti dalam firman Allah swt:
“ dan kami wasiatkan (wajibkan) kepada manusia
(berbuat baiklah) kepada kedua orang tuamu (ibu dan bapaknya), ibu yang telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun, bersyukurlah kepada-ku dan kedua ibu bapakmu, hanya kepadakulah
kembalimu..”(QS.luqman ayat14)
banyak cara untuk menunjuka rasa hormat kepada orang
tua, antara lain, memanggilnya dengan panggilan yang mennjukan hormat,
berbicara kepadanya dengan lemah lembut , tidak mengucapkan kata-kata kasar
(apa lagi jika mereka sudah lanjut usia), pamit kalau meninggalkan rumah,
(kalau tinggal se-rumah), memberi kabar tentang keadaan kita dan menanyakan
kabar keduanya lewat surat atau telpon (bila tidak tinggal se-rumah)
3. Membantu orang tua baik secara fisik atau materil,
mengerjakan pekerjaan orang tua (terutama ibu) mengerjakan pekerjaan rumah jika
sebelu berkeluarga, atau secara finansial, baik untuk membeli makanan, apalagi
untu berobat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa, betapapun banyaknya kau
mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu tidak sebanding, dengan jasanya
kepadamu
4. Mendo’akan ibu dan bapak semoga di beri ampunan,
rahmat dan kasih sayang oleh Allah swt, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an
do’a Nabi nuh memintakan keampunan untuk orang tuanya , dan perintah
kepada setiap anak untuk memohonkan rahmat Allah bagi orang tuanya
5. (Setelah orang tua
meninggal dunia, birrul walidain masih bisa di teruskan dengan cara antara
lain:a) menyelenggarakan
jenazahnya dengan sebaik-baiknya
b) melunasi
hutang-hutangnya
c) melaksanakan
wasiatnya
d) meneruskan
silaturrahim yang di binanya di waktu hidup
e) memuliakan
sahabat-sahabatnya
f) mendo’akanya
Uququl walidain
Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa ALLAH
SWT menempatkan perintah untuk birrul walidain langsung
sesudah perintah untuk beribadah kepada-Nya, maka sebaliknya ALLAH SWT
menempatkan uququl walidain sebagai dosa-dosa besarranking kedua sesudah syirik
Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua,
istilah inipun berasal langsung dari rosulullah saw sebagaimana ddi sebutkan
dalam salah satu hadistnya:
“ dosa-dosa besar adalah: memper sekutukan allah.
Durhaka kepada kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu..” (HR.
Bukhari)
Demikianlah pembahasan tentang birrul
walidain sebagai penutup Mari kita berdo’a kepada allah
“ya allah ampunilah dosa-dosaku dan dosa orang tuaku
dan kasihilah mereka seperti mereka mengasihiku di waktu kecil”
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak, karena merekalah anak mula-mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak
mampu menghayati suasana kehidupan religius dalam kehidupan keluarga yang akan
berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang merupakan hasil dari bimbingan orang
tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi pekerti yang luhur yang
berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa dan negara.
2. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang
jenuh kepada anaknya dalam membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar
melakukan perbuatan yang baik tetapi hendaklah orang tua selalu memberikan
contoh yang baik bagi anak-anaknya. Serta orang tua tampil selalu tauladan
baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan kebiasaan memerintah melakukan
kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah, memuji apabila berbuat
baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat
berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama,1994 Keluarga
Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 107.
Drs.Nipan, Fuad Kauma.1997 Membimbing Istri
Mendampingi Suami,Yogyakarta.Mitra Pustaka.
Ilyas, yunahar, catatan kuliah, fakultas ushuluddin
universitas islam imam muhammad ibn su’ud riyadh saudi arabia. 1980
Tidak ada komentar:
Posting Komentar