MAKALAH
Akhlak dan
Fungsinya dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara
(Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah aqidah akhlak)
Oleh Kelompok I
(Satu)
Ketua : Andi Nurmansyah Ramdan
Sekertaris : Sri Susanti
Anggota : Sari Fatimah Mus Azizah Rahmadani B
Indah
puspitasari Ftriani. F
Fitriani aswinaldy A,R
Idris
Affandi Hendry Ardi
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Akuntansi
Tahun Akademik 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat rentang
digoda oleh setan. Oleh karena itu, manusia harus memiliki sesuatu yang dapat
menjadi pegangan dalam hidupnya. Jawabannya ialah aqidah. Aqidah baik sangatlah
diperlukan dalam kehidupan agar kehidupan tidak berjalan seperti layaknya
kehidupan dijaman jahiliyah.
Aqidah adalah salah satu syarat dalam islam
yang mana setiap umat muslim harus meyakini adanya Allah, malaikat, kitab,
rasul, hari akhir dan qadha dan qadhar. Dan semua makhluk yang ada di alam
semesta ini adalah ciptaan Allah SWT.
Untuk mewujudkan itu tentunya kita harus
mengetahui ruang lingkup aqidah. Tentunya tidak hanya sekedar mengetahui ruang
lingkup, juga mesti mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dari individu,
keluarga, masyarakat, dan sosial agar terciptanya insan yang bernafaskan iman
islam.
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan
dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu, jika seseorang beraqidah
dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula
sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan tidak
benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya
terhadap Allah juga lurus dan benar.
Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari
waktu ke waktu menutut manusia untuk memahami akhlak secara essensial , dalam
arti bahwa manusia memahami akhlak bukan hanya sebagai sikap / perilaku saja .
Melainkan , akhlak tersebut di implementasikan dalam kehidupan sehari – hari .
Dalam bahasan kami kali ini adalah akhlak dalam
hidup berbangsa dan bernegara , akhlah ini perlu untuk disadari oleh kita agar
kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa
dan negara kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan kekhawatiran akan
bobroknya generasi kita , apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang
akhlak yang cukup , untuk menjalani kehidupan kedepannya.
Sangat pentingnya pembahasan tentang aqidah
inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang aqidah
dalam kehidupan, terutama dalam hidup berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian
atau defenisi dari akhlak ?
2. Apa saja
akhlak yang perlu dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara?
3. Bagaimanakah
pemimpin yang baik untuk suatu negara menurut islam?
4. Bagaimanakah
hubungan antara pemimpin dan dipimpin yang baik ?
B.
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu antara lain:
1. Agar pembaca mampu mengetahui apa
pengertian dari akhlak.
2. Agar pembaca dapat memahami apa saja
akhlak-akhlak yang dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
3. Agar pembaca dapat mengetahui bagaimanakah
pemimpin yang baik untuk suatu Negara menurut islam.
4. Agar pembaca dapat mengetahui hubungan
yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin.
D.
Manfaat
Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dengan dibuatnya makalah ini yaitu antara lain :
1.
Pembaca dapat mengetahui apa
pengertian dan defenisi dari akhlak.
2. Pembaca dapat mengetahui apa saja akhlak yang perlu
dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
3. Pembaca dapat mengetahui kriteria
bagaimana yang baik unuk seorang pemimpin menurut islam.
4. Pembaca dapat memahami hubungan baik
anatar pemimpin dan yang dipimpin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akhlak
Sebelum membahas mengenai bagaimana akhlak
dalam hidup berbangsa dan bernegara alangkah lebih baiknya jikalau kita
mengetahui terlebih dahulu apa itu pengertian atau defenisi dari akhlak sebelum
lanjut ke pembahasan yang sebenarnya dari makalah ini.
Akhlak
merupakan sikap / tabiat dari seseorang . Dalam akhlak bernegara , tentunya
menggambarkan sikap seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap tersebut
menunjukkan jati diri dari orang tersebut .
Pengertian lain
dari akhlak adalah nilai pemikiran yang
telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk
tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural, dan refleks. Jadi, jika
nilai islam mencakup semua sektor kehidupan manusia, maka perintah beramal
shalih pun mencakup semua sektor kehidupan manusia.
Tentunya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian akhlak bernegara
ini untuk membuat diri kita ‘kebal’ terhadap kebatilan yang nantinya akan
menggoda iman kita , dalam melaksanakan bakti kita kepada Negara.
B. Akhlak
yang Dilakukan dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara
Berkenaan
dengan akhlak dalam bernegara, maka akan terlihatdengan sikap dan perilaku yang
dilaksanakan dengan, sebagai berikut.
1. Musyawarah
Kata
( شورى
) Syûrâ terambil dari kata ( شاورة- مشاورة- إستشاورة) menjadi ( شورى ) Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna mengambil dan
mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan
pendapat yang lain.
Adapun
salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai Musyawarah adalah surah
Al-Syura ayat 38:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ
وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS.
Asy-Syura: 38)
Dalam
ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini memberi
pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah terpenting ,
yakni shalat , sekaligus memberi pengertian bahwa musyawarah merupakan salah
satu ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat . Maka masyarakat
yang mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang tidak menetapi salah satu
ibadah .
Memang
, musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik
disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama .
Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal
penting yaitu , mengambil kesimpulan yang benar , mencari pendapat , menjaga
kekeliruan , menghindari celaan , menciptakan stabilitas emosi , keterpaduan
hati , mengikuti atsar.
a. Hal – Hal yang Boleh di
Musyawarahkan
Islam
memberikan batasan – batasan hal – hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan .
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa – apa yang sudah ditetapkan
oleh nash (Al – Qur’an dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab
pendapat orang tidak boleh mengungguli wahyu.
b. Tata Cara Musyawarah
Rasulullah
mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ; (1) Kadang kala
seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau , lalu beliau melihat pendapat
itu benar , maka beliau mengamalkannya (2) Kadang – kadang beliau bermusyawarah
dengan dua atau tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah
dengan seluruh massa melalui cara perwaklian .
Dari
beberapa tata cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa tatacara musyawarah , anggota musyawarah bisa selalu berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman , tetapi hakekat musyawarah harus
selalu tegak ditengah masyarakat dan Negara .
Adapun
hal – hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh umat , baik dimusyawarahkan dengan pemimpin (ulil amri) ,
ulama , cendekiawan , dan pihak - pihak berkompeten lainnya , tetapi tetap dan
tidak boleh tidak harus dengan semangat kebenaran dan kejujuran . Yang dicari
dalam musyawarah adalah kebenaran bukan kemenangan .
c. Sikap Bermusyawarah
Supaya
musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan , firman Allah
dalm surat Ali Imran ayat 159 :
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159)
Dapat
kita lihat Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan
dalam bermusyawarah , yaitu sikap lemah lembut , pemaaf , dan memohon ampunan
Allah SWT .
2. Menegakkan
Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang
mempunyai arti antara lain sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama,
keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama banyak, atau memberikan hak yang
sama kepada orang-orang atau kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua
pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara – sekalipun dengan
status sosial – ekonomi – politik yang berbeda-beda – mendapatkan perlakuan
yang sama dimata hukum.
Dalam pengertian kedua, keadilan
dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi
seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
a. Perintah Berlaku Adil
Di
dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia
berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan
ada yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.
An-Nahl 16:90)
Sedangkan
yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS.
An-Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil
terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan
129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’am 6:152).
b. Keadilan Hukum
Islam
mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat dalam
hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial,
ekonomi, politik dan lain sebagainya.
Keadilan
hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga
dan orang-orang yang dicintai.
Mengingat
pentingnya menengakkan keadilan itu menurut ajaran Islam, maka orang yang
diangkat menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan
kepribadian. Kecuali mempunyai ilmu yang luas, dia juga haruslah seorang yang
taat kepada Allah, mempunyai akhlaq yang mulia, terutama kejujuran atau amanah.
Apabila hakim itu seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan
disuap. Akibatnya orang-orang yang bersalah dibebaskan dari hukumnya, sekalipun
kesalahan atau kejahatannya sangat merugikan masyarakat dan negara.
c. Keadilan dalam Segala Hal
Disamping
keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama orang-orang
yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, meliputi:
1.
Adil terhadap diri sendiri
2.
Adil terhadap isteri dan anak-anak
3.
Adil dalam mendamaikan perselisihan
4.
Adil dalam berkata
5.
Adil terhadap musuh sekalipun
Tentu
masih banyak lagi bentuk keadilan dalam seluruh aspek kehidupan yang belum kami
sebutkan dalam fasal ini karena keterbatasan ruangan, tapi cukuplah kita
menyimpulkan bahwa Islam menginginkan keadilan yang komprehensif, yang mencakup
keadilan politik, ekonomi, sosial dan lain-lainnya.
3. AMar
Ma’ruf Nahi Munkar
Secara
harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an
‘l-munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Abduh,
Muhammad ‘Ali ash-Shabuni mendefinisikan ma’ruf dengan “apa yang diperintahkan
syara’ (agama) dan dinilai baik oleh akal sehat” (ma amara bibi asy-syara’ wa
‘stabsanahu al-‘aqlu as-salim), sedangkan munkar adalah “apa yang dilarang
syara’ dan dinilai buruk oleh akal sehat” (ma naha ‘anhu asy-syara’
wa’staqbahahu al-‘aqlu as-salim).
Terlihat
dari definisi diatas, bahwa yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu
ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya
sekaligus atau salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah
ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.
Dengan
pengertian di atas tentu ruang lingkup yang ma’ruf dan munkar sangat luas
sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun mu’amalat (sosial,
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, amanah, toleransi beragama, membantu kaum
dhu’afa’ dan mustadh’afin, disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah
beberapa contoh sikap dan perbuatan yang ma’ruf.
Dibandingkan
dengan amar ma’ruf, nahi munkar lebih berat karena berisiko tinggi. Nahi munkar
dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu melakukan
dengan tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu, apalagi
tidak bisa dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga tidak mampu paling
kurang menolak dengan hatinya.
4. Hubungan
Pemimpin Dan Yang Dipimpin
Selain
akhlak-akhlak atau perilaku yang dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara,
ada hal lain yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan bernegara yaitu adalah
masalah seorang pemimpin, karena cirri suatu Negara yaitu salah satunya ketika
ada yang memimpim dan ada yang dipimpin, maka berikut akan di bahas
a. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Orang
– orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55
.
1.
Beriman kepada Allah SWT
2.
Mendirikan Shalat
3.
Membayarkan Zakat
4.
Selalu Tunduk ,Patuh kepada Allah SWT
b.
Konsep Leader is a Ladder
Konsep
ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang merupakan hasil
ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder merupakan konsep dimana
seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi perantara atau
jembatan bagi calon pemimpin selanjutnya .
Pemimpin
yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon Pemimpin
, yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih baik
dan lebih matang .
Adapun
hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan konsep di atas :
1.
Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia sajalah
merasakan bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan orang
setelahnya yang akan menduduki posisi pimpinan tersebut . Sehingga mereka
terlalu 'masa bodoh' dengan bawahannya.
2.
Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak zaman
dahulu kala , penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas sehingga
melupakan bawahannya . Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak
sepantasnya bersikap sombong , karena pemimpin bagaikan tangga maka pemimpin
harus menjadi fasilitator.
3.
Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan dengki
masih saja menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin tersebut
masih saja iri melihat bawahannya yang mendapatkan jatah lebih banyak dari
dirinya . Maka si pemimpin akan iri terhadap bawahannya , dan mengambil jatah
bawahannya.
c.
Persaudaraan antara Pemimpin dan yang
Dipimpin
Sekalipun
dalam struktur bernegara ada hirarki kepemimpinan yang mengharuskan umat atau
takyat patuh kepada pemimpinnya , tetapi dalam pergaulan sehari – hari hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin tetaplah dilandaskan kepada prinsip – prinsip
ukhuwah islamiyah , bukan prinsip – prinsip atasan dengan bawahan .
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari keempat pembahasan pokok diatas
, ialah Kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat esensial
dalam sikap yang ditunjukkan dalam Akhlak Bernegara ini .
Dalam memahami materinya , hendaknya
kita memahami secara keseluruhan tidak secara terpisah . Dikarenakan materi ini
sangat terkait satu sama lain dan saling mendukung . Seorang Pemimpin yang baik
dan mempunyai Akhlak adalah Pemimpin yang suka bermusyawarah , perbuatan dan
tindakannya Ma’ruf Nahi Mungkar , senantiasa menegakkan keadilan , dan tentunya
mempunyai hubungan yang baik dengan bawahannya .
Komponen
– komponen inilah yang mendasari kokohnya Akhlak seorang, yang tentunya apabila
diterapkan dengan sungguh – sungguh akan menjadi Rahmatan Lil Alamin.
B.
Saran
Akhlak yang
baik sangatlah dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam hidup
berbangsa dan bernegara, yang pastinya sesuai dengan syariat islam dan nash
(Al-Qur’an dan as-Sunnah), fungsi dari akhlak tersebut tentunya agar terjadi
dan tercipta kehidupan bernegara yang aman,tentram,damai dan sejahtera.
Selain
akhlak yang baik, dalam hidup bernegara takkala penting dibutuhkan seorang
pemimpin yang baik,mampu memimpin dan menjadi contoh teladan bagi yang
dipimpinnya. Maka dari itu kita sebagai masyarakat dan individu suatu Negara
haruslah lebih peka terhadap masalah dan cara berhidup berbangsa dan bernegara
yang baik agar kerukunan senantiasa tercipta dengan masyarakat atau penduduk
lain di satu negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar