Senin, 16 Juni 2014

Makalah Ilmu Alquran, Asbabun Nuzul


Makalah Ilmu Alquran
Asbabun Nuzul

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makssar
2013/2014


Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Al qur’an merupakan petunjuk bagi umat islam yang memuat berbagai macam pesan, untuk memahami pesan dalam al quran tersebut merupakan suatu hal yang penting adalah mengetahui latar belakang turunnya, hal ini penting agar pesan tersebut dapat ditangkap dengan tepat. Sebagian ayat al qur’an yang diturunkan merupakan reaksi setelah terjadi suatu peristiwa, interaksi diantara manusia dimasa rasullullah Saw, inilah yang didalam kajian ulumul qur’an disebut dengan Asbabun Nuzul (Latar belakang turunnya ayat Al qur’an). Begitu pentingnya asbabun nuzul maka bisa kita katakan bahwa sebagian ayat tidak mungkin bisa diketahui makna-makna atau diambil hukum darinya, sebelum mengetahui secara pasti tentang asbabun nuzul-nya. Pada kesempatan ini pemakalah akan membahas beberapa hal mengenai asbabun nuzul dimulai dari pengertian asbab al nuzul dan cara mengetahuinya, faedah mengetahui asbab al-nuzul, ketentuan lafaz yang umum atau sebab khusus, beberapa riwayat mengenai asbab al-nuzul pengertian munasabah dan macam-macam munasabah, metode munasabah dan peranan munasabah dalam tafsir. 

Pembahasan
1. Pengertian asbab al nuzul dan cara mengetahuinya 
Kata “Asbab” atau “sebab”, yang secara kebahasaan bermakna: “segala sesuatu yang dijadikan jalan yang dapat menghubungkan atau menyampaikan kepada sesuatu lainnya”. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2] ayat 166:
Artinya: (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali (Al-Baqarah, ayat 166) 
Sedangkan kata “nuzul”, menurut bahasa setidaknya memilik dua pengertian, yaitu: (1) “Gerakan menurun dari suatu tempat yang tinggi ke tempat yang rendah” (al-inhidar aw al-inhithath min ‘uluwwin ila safalin), seperti ungkapan “نزل فلان من الجبل”, Si A turun dari atas gunung; dan (2) “Mendiami, menempati, atau mampir pada suatu tempat” (al-hulul), sebagaimana dalam ungkapan “نزل فلان في المدينة”, Si A tinggal di kota. Dan sebelum diuraikan tentang pengertian “asbab al-Nuzul” lebih lanjut, maka perlu untuk diperhatikan bahwa istilah “sebab” di sini, tidak sama dengan istilah “sebab” yang dikenal dalam hukum sebab-akibat. Istilah “sebab” dalam hukum sebab-akibat mengandung pengertian keharusan adanya “sebab” untuk menimbulkan adanya “akibat”; dan suatu “akibat” tidak akan pernah terjadi tanpa ada “sebab” yang mendahului. Dan bagi al-Qur’an, meski diantara ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, namun keberadaan sebab itu tidak mutlak adanya walaupun secara realita telah terjadi peristiwanya. 

Adanya sebab bagi turunnya al-Qur’an tak lain merupakan bentuk wujud nyata kebijaksanaan Allah SWT dalam memberikan petunjuk kepada hamba-Nya. Dengan adanya sebab yang mendahului, maka akan lebih tampak dan terasa kebenaran al-Qur’an selaku petunjuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia . 
 Adapun M. Quraish Shihab memperjelas pengertian “asbab nuzul al-Qur’an” dengan cara memilah peristiwanya. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “asbab nuzul al-Qur’an” adalah: (1) Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, di mana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Qur’an tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya; (2) peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya suatu ayat, di mana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi . 
Untuk mengetahui asbab an nuzul dapat diketahui dengan periwayatan yang diakui keabsahan, dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, hal ini disebabkan karena asbab an nuzu terjadi di masa rasulullah Saw dan hal ini membutuhkan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berhubungan dengan asbab an nuzul, hal ini menunjukkan kesulitan dalam menentukan asbab an nuzul suatu ayat sehingga tidak jarang terjadi perbedaan riwayat mengenai asbab an nuzul suatu ayat. Al-Dahlawi mengidentifikasi sumber kesulitan dalam riwayat “asbab al-Nuzul”, yaitu: (a) Adakalanya kalangan sahabat atau tabi‘in mengemukakan suatu kisah ketika menjelaskan suatu ayat. Tapi mereka tidak secara tegas menyatakan bahwa kisah itu merupakan “asbab al-Nuzul”. Padahal, setelah diteliti ternyata kisah itu merupakan sebab turunnya ayat tersebut; (b) Adakalanya kalangan sahabat dan tabi‘in mengemukakan hukum suatu kasus dengan mengemukakan ayat tertentu, kemudian mereka menyatakan dengan kalimat: نزلت في كذا ...; seolah-olah mereka menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan penyebab turunnya ayat tersebut. 

Padahal, boleh jadi pernyataan itu sekedar istinbath hukum dari Nabi Saw tentang ayat yang dikemukakan tadi . Al wahidi berkata “ tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat al qur’an, kecuali dengan periwayatan yang di nukil dari mereka yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab turunnya, dan meneliti ilmunya. Al-Wahidi misalanya, dengan tegas menyatakan: لا يحل القول في أسباب نزول الكتاب إلا بالرواية والسماع ممن شاهدوا التنزيل, ووقفوا على الأسباب وبحثوا عن علمها وجدوا في الطلب. Artinya: “Tidak dibenarkan mengemukakan pandangan terkait dengan Asbab Nuzul al-Qur’an, kecuali berdasarkan riwayat dan informasi yang didengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan secara langsung peristiwa turunnya ayat, mencermati sebab-sebab tersebut, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya”. Terlihat dengan jelas bahwa begitu pentingnya asbabun nuzul, namun demikian dalam memutuskan sebuah riwayat merupakan sebuah asbabun nuzul dari sebuah ayat juga merupakan hal yang sulit dan harus sangat berhati-hati dalam menentukan asbabun nuzul, didalam penjelasan selanjutnya akan dipaparkan faedah mengetahui asbabun nuzul yang akan menunjukkan pentingnya asbabun nuzul, dan sebelum itu akan dipaparkan beberapa pandangan yang menanggap tidak pentingnya asbabun nuzul.

 2. Faedah mengetahui asbab al-nuzul 
Dalam menilai faedah mengetahui asbab al nuzul terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama, diantara mereka terdapat kalangan ulama yang berpendapat bahwa mengetahui asbab al nuzul tidak penting dalam memahami al qur’an, hal ini dikarenakan asbab al nuzul merupakan sejarah awal yang hanya berlaku pada saat turunnya ayat tersebut, mereka tidak memandang bahwa asbab an nuzul dapat memudahkan dalam memahami ayat-ayat al qur’an, mereka perpendapat meletakkan kedalam lingkaran historis akan membatasi pesan-pesan yang terkandung di dalam ayat-ayat al qur’an. Diantara ulama yang ditengarai menganggap tidak terlalu penting pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad ‘Abduh. Penilaian ini didasarkan atas pandangan Muhammad ‘Abduh yang tidak menyinggung keberadaan “asbab al-Nuzul” dalam prinsip-prinsip pokok penafsirannya, Diantara tokoh yang dinilai tegas dalam memandang tidak pentingnya pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad Husein al-Thabathaba’i. Dalam kitab “al-Qur’an fi al-Islam”, al-Thabathaba’i mengajukan tiga alasan untuk menunjukkan bukti kuat atas penilaiaannya ini, yaitu: Pertama, Hadits-hadits yang berkaitan dengan “asbab al-Nuzul” tidak shahih, karena tidak ada yang mempunyai sanad; Kedua, Periwayatan hadits-hadits tersebut tidak dilakukan secara berhadapan muka antara pemberi dan penerima riwayat, dan tidak juga dengan cara tahamul dan hapalan. Para perawi hanya mengaitkan suatu ayat dengan kisah-kisah tertentu. Jadi, pada hakikatnya “asbab al-Nuzul” hanyalah sebuah hasil ijtihad semata. Karenanya, banyak riwayat yang saling bertentangan; dan Ketiga, Sampai akhir abad I Hijriyah, penulisan hadits masih tetap dilarang oleh Nabi Saw. Ketika itu orang-orang yang mengemukakan catatan hadits, segera dibakar catatannya. Akhirnya, periwayatan hadits tentang “asbab al-Nuzul” termasuk hanya dalam bentuk makna saja.

 Kondisi ini mengakibatkan terjadinya perubahan kandungan hadits itu sendiri. Dan diantara tokoh yang akhir-akhir ini memandang pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” tidak ada urgensitasnya dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad Syahrur. Dalam buku “Nahwa Ushul Jadidah”, Syahrur dengan gamblang menyatakan bahwa penafsiran saat ini tidak memerlukan asbâb al-Nuzûl. Sebab menurutnya, hal itu hanyalah bentuk sejarah penafsiran awal yang hanya berlaku pada saat turunnya al-Qur'an (abad ke-VII M), dan tidak berlaku untuk waktu dimana kita berada saat ini (abad ke-XXI) . Namun demikian mayoritas ulama menganggap penting mengetahui asbab al nuzul ketika mempelajari al qur’an, beberapa pendapat yang menganggap begitu pentingnya mengetahui asbab al nuzul adalah: Al – Wahidi berkata , “ Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa mengetahui kisah dan sebab turunnya.” . Ibn Taimiyah berkata, “Pengetahuan tentang sebab turunnya ayat membantu memahami kandungan ayat tersebut, karena dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat mengetahui akibat dari buah dari sebab tersebut, beberapa orang dari kalangan salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna ayat-ayat Al qur’an. Namu ketika mereka mengetahui sebabturunnya ayat tersebut, sirnalah kesulitan yang menghalangi pemahami mereka.” Menurut al –Ahabuni dalam kitabnya al-Tibyan Fi Ulum Al Qurran, faedah mengetahui asbab al-nuzul adalah: 1. Mengetahui hikmah yang ditegakkan atas disyariatkannya hukum. 2. Mengkhususkan hukum sebab yang terjadi (bagi yang berpendapat bahwa penetapan hukum itu dengan sebab yang khusus) 3. Mengehindarkan dugaan adanya hasr (batasan tertentu) karena zahir ayat memang menunjukkan hasr. 4. Megetahui orang yang menjadi sebab diturunkannya ayat dan menghilangkan keraguan atasnya 3. Ketentuan lafaz yang umum atau sebab khusus Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tetang ayat yang turunnya berdasarkan adanya suatu kasus atau pertanyaan, perbedaan pendapat mereka terletak pada pengertian ketentuan dalam ayat, jika ketentuan ayat itu menggunakan lafal yang lebih umum dari kasus atau pertanyaan yang diajukan, apakah ketentuan itu dipandang dari umumnya lafal atau kususnya sebab? maksudnya jika turun ayat berkaitan dengan suatu kasus atau sebagai jawaban atas suatu pertanyaan itu saja atau apakah ketentuan dalam ayat itu bisa diperlakukan secara umum. Sebagian ulama ushul fiqh masih berselisih pendapat tentang istilah “asbab al-nuzul yang bersifat khusus dengan ayat yang turun berbentuk umum,” mana yang dapat dijadikan pegangan: apakah ayat yang umum atau sebab yang khusus? Di sini akan penulis kemukakan kedua pendapat tersebut, yakni: Pertama, jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadikan pegangan adalah lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz yang umum itu melampau sebab yang khusus. Misalnya ayat li’an yang turun berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayyah kepada istriya telah berzina dengan Syuraik bin Sahma yang menyebabkan turunnya ayat ke-6 sampai ke 9 dari surah An-Nuur. Jadi hukum yang diambil dari lafadz umum ayat ini (“Dan orang-orang yang menuduh istrinya”) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal bin Umayyah, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Kedua, Kelompok ulama lain berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah kekhususan sebab, bukan lafadz yang umum. Karena lafadz yang umum itu menunjukkan sebab yang khusus. 
Oleh karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain yang menjadi sebab turunnya ayat, diperlukan dalil lainnya seperti qiyas dan sebagainya, sehingga pemindahan riwayat sebab yang khusus itu mengandung faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya Abd al-Mun’im al-Namir berkesimpulan bahwa perbedaan antara keduanya hanya rsekedar khilaf syakli (perbedaan formal) bukan perbedaan hakiki. Masing-masing mempunyai jalan pikirannya, tetapi tidak mempengaruhi sedikitpun kepada penerapan ayat tersebut secara umum. Ibn Taimiah memberikan komentar yang sejalan dengan ini : “Para ulama, meski mereka berbeda pendapat dalam menghadapi lafal umum yang datang lantaran suatu sebab:apakah khusus bagi sebab itu, namun tak seorang pun (dari mereka) yang mengatakan bahwa keumuman-keumuman Al-Qur’an dan sunnah khusus bagi orang tertentu. Hanya saja, paling jauh dapat dikatakan bahwa keumuman-keumuman itu tertentu pada orang yang semacam itu:maka meliputi pula akan orang yang menyerupainya dan tidaklah keumuman padanya menurut lafal. Ayat yang mempunyai sebab tertentu, sekalipun ayat itu berupa perintah dan larangan, maka ayat tersebut mencakup orang itu dan orang lain yang sama kedudukannya”. 

3. Beberapa riwayat mengenai asbab al-nuzul 
Beberapa ketentuan yang digunakan oleh ahli tafsir ketika terdapat beberapa riwayat tentang sebab turunnya suatu ayat : a. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti contohnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” atau seperti : “Aku mengira ayat ini turun mengenai perkara ini” , maka tidak ada yang kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu. Sebab yang dimaksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat yang disimpulkan darinya dan bukan menyebabkan Asbab Nuzul. Terkecuali ada indikasi pada salah satu riwayat yang menunjukkan bahwa itu adalah Asbab Nuzul. b. Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” sedang riwayat lain menyebutkan Asbab Nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan Asbab Nuzul secara tegas itu. Dan riwayat yang tidak tegas dipandang termasuk ke dalam penjelas. c. Jika riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan Asbab Nuzul, salah satu diantaranya itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih. d. Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama shahih, namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan. e. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab itu berdekatan. f. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab itu berjauhan . 

C. Penutup
Asbabun nuzul merupakan cabang dari ulumul qur’an yang begitu penting untuk dipelajari untuk dapat memahami al qur’an, asbab al nuzul merupakan salah satu ilmu yang penting dipelajari oleh seorang mufasir dalam melakukan pentafsiran terhadap ayat-ayat al qur’an, asbabun nuzul dapat diketahui dari periwayatan yang diakui keabsahan, dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, faedah mengetahui asbab al-nuzul adalah untuk mempermudah memahami makna yang tersurat dan tersirat dari ayat al qur’an. Perbedaan pendapat mengenai ketentuan lafaz yang umum atau sebab khusus menurut Abd al-Munim al-Namir merupakan sekedar perbedaan yang tidak hakiki, munasabah merupakan langkah analisa al qur’an dengan jalan musyakalah (mencari persamaan) dan mencari kedekatan makna dalam ayat al qur’an. 


Daftar Pustaka
 Abu Maryam Abdusshomad, Beberapa Riwayat Mengenai Asbab Nuzul, 
http://alsofwah.or.id. 
Al-Qaththan, Manna’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Riyadh :Mansyurat al-‘Ashar al- Hadist Jalal al-Din al-suyuti, al itqan fi ulum Al qur’an(beirut:Maktabah al-‘Asriah,1987),juz I, 
Jalaluddin As Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al qur’an (Jakarta:Gema Insani, 2008), 
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Daar Al-Fikr, Beirut, t.t, Jilid I.
 Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (terj. Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an oleh Mudzakir AS, Bogor : Litera Antar Nusa, 2009 
 Muhammad Ali al-Shabui, Al- Tibyan Fi Ulum Al Qur;An(Damsyiq:maktabah al –Ghazali, 
Nawir Yuslem, Ulumul Qur’an(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010 Pusat Studi Al Qur’an, Pengertian Asbab an Nuzul, 
www.psq.or.id (diakses 09 Maret 2012, 11:31) 
 Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada ,1993)
 Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) 
Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002) 
 Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Al Qur’an,( UIN Malang Press, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar