Minggu, 29 Juni 2014

Makalah Tafsir Muamalah, Surah Al Maidah ayat 2


Makalah Tafsir Muamalah
“PINJAMAN”
SURAH AL-MAIDAH AYAT


                   UIN ALAUDDIN MAKASSAR 
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
AKUNTANSI 7,8
2013/2014

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT., Tuhan Semesta Alam, atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini meskipun penulis masih akui masih jauh dari sempurna. Salawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW.
Dalam menyusun makalah ini, penulis berusaha untuk menyajikannya secara sederhana, praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dihayati oleh mahasiswa dan mereka yang memiliki perhatian besar terhadap tafsir muamalah.
Penulis berharap agar para mahasiswa dan pembaca sekalian tidak merasa puas dengan penjelasan makalah ini saja, tetapi terus mencari dan menggali literatur tafsir atau buku-buku lainnya.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca semua. Amin. Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran membangundari siapa saja agar buku ini lebih bermanfaat dan kualitasnya lebih baik di masa mendatang.

Samata-Gowa, 28 Juni 2014

Penyusun



SURAH AL-MAIDAH AYAT 2
     1 .      TEKS AYAT




Terjemahan :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
     2.      KOSA KATA
Menghalangi
صَدُّوكُمْ
Beriman
ءَامَنُوا۟
Melampaui
تَعْتَدُوا۟
Kamu melanggar
تُحِلُّوا۟
Tolong menolong
وَتَعَاوَنُوا۟
Syiar-syiar
شَعٰٓئِرَ
Kebaikan
الْبِرِّ
Bulan-bulan
الشَّهْرَ
Takwa
وَالتَّقْوَىٰ
Haram
الْحَرَامَ
Berbuat dosa
الْإِثْمِ
Binatang hadiah / Korban
الْهَدْىَ
Permusuhan
وَالْعُدْوٰنِ
Binatang yang dikalungi
الْقَلٰٓئِدَ
Sangat keras
شَدِيدُ
Karunia
فَضْلًا
Siksa
الْعِقَابِ
Berburulah
فَاصْطَادُوا۟


Kebencian
شَنَـَٔانُ

     3.      ASBABUN NUZUL (SEBAB TURUNNYA AYAT)

Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari Ikrimah yang telah bercerita, "Bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah beserta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah menemui Nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada  orang-orang yang berada di sekitarnya, 'Sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia berpamit dariku dengan langkah yang khianat.' Tatkala Al-Bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad dari agama Islam. Kemudian pada bulan Zulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan Mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw. mendengar beritanya, maka segolongan sahabat Nabi dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah...' (Q.S. Al-Maidah 2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). Hadis serupa ini telah dikemukakan pula oleh Asadiy." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Zaid bin Aslam yang mengatakan, "Bahwa Rasulullah saw. bersama para sahabat tatkala berada di Hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Baitulharam. Peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah Arab lewat untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabat Nabi saw. berkata, 'Marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalangi sahabat-sahabat kita.' Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...'" (Q.S. Al-Maidah 2)


     4.      MUNASABAH
Pada akhir surah al-Maidah, Allah menyatakan diriNya sebagi pemillik kerajaan langit, bumi dan isinya sekaligus menguasai dan mengaturnya sesuai kehendakNya. Maka pada awal surah al-An’am Allah memuji diriNya karena Dialah yang telah menciptakan langit, bumi dan isinya serta segala peristiwa yang terjadi didalamnya .
    5.      TAFSIR
Ayat ini merinci apa yang disinggung di atas. Rincian itu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan  dengan haji dan umrah, yang pada ayat lalu telah disinggung, yakni tidak menghalalkan berburu ketika sedang dalam keadaan berihram. Disini sekali lagi Allah menyeru orang-orang beriman : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu melangar syi’ar-syi’ar Allah dalam ibadah haji dan umrah bahkan semua ajaran agama, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, yakni Dzul Qa’idah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, jangan mengganggu binatang al-hadya, yakni binatang yang akan disembelih di Mekah  dan sekitarnya, dan yang dijadikan sebagai          persembahan kepada Allah, demikian juga jangan mengganggu al-qalaid, yaitu binatang-binatang yang dikalungi lehernya sebagai tanda bahwa ia adalah persembahan yang sangat istimewa, dan jangan juga mengganngu  para pengunjung baitullah, yakni siapa pun yang ingin melaksanakan ibadah haji atau umrah sedang mereka melakukan hal tersebut dalam keadaan mencari dengan sungguh-sungguh karunia keuntungan duniawi dan keridhaan ganjaran ukhrawi dari Tuhan mereka.
Apabila kamu telah bertaballul menyelesaikan ibadah ritual haji atau umrah, atau karena satu dan lain sebab sehingga kamu tidak menyelesaikan ibadah kamu, misalnya karena sakit atau terkepung musuh, maka berburulah jika kamu mau
Dan janganlah sekali-kali kebencian yang telah mencapai puncaknya sekalipun kepada suatu kaum karena menghalang-halangi kamu dari Masjid al-Haram, mendorong kamu berbuat aniaya kepada mereka atau selain mereka. Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan, yakni segala bentuk dan macam hal yang membawa kepada kemaslahatan duniawi dan atau ukhrawi dan demikian juga tolong-menolonglah dalam ketakwaan, yakni segala upaya yang dapat menghindarkan bencana duniawi dan atau ukhrawi, walaupun dengan orang yang tidak seiman dengan kamu, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Kata sya’a’ir adalah kata jamak dari kata sya’irah yang berarti tanda, atau bisa juga dinamai syi’ar. Ketika menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 158, penulis kemukakan bahwa syi’ar seakar dengan kata syu’ur yang berarti rasa. Yakni tanda-tanda agama dan ibadah yang ditetapkan Allah. Tanda-tanda itu dinamai syi’ar karena ia seharusnya menghasilkan rasa hormat dan agung kepada Allah swt.
Ada bermacam-macam tanda-tanda itu. Ada yang merupakan tempat seperti Shafa dan Marwah serta Masy’ar al-Haram, ada juga berupa waktu, seperti bulan-bulan Haram, dan ada lagi dalam wujud sesuatu, seperti al-hadya dan al-qala’id, yakni binatang kurban yang dipersembahkan kepada Allah.
Kata haram pada mulanya berarti terhormat. Sesuatu yang dihormati biasanya lahir sebagai penghormatan terhadap aneka larangan yang berkenaan dengannya.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengunjungi Baitullah adalah kaum musyrikin yang ketika turunnya ayat ini, masih diperbolehkan mengunjungi Ka’bah untuk melaksanakan haji atau umrah, bukan untuk tujuan lain, misalnya untuk mengganggu kaum muslimin. Itu sebabnya ayat ini tidak menyatakan  mengunjungi Mekah. Salah satu alasan yang menguatkan penafsiran ini bahwa orang-orang Muslin terlarang mengganggu mereka kapan dan dimanapun, sehingga dengan larangan khusus ini, pastilah ia bukan ditunjukkan terhadap orang-orang beriman. Namun kiranya diingat bahwa jika orang-orang musyrik saja ketika itu tidak  boleh diganggu pada saat mereka akan melaksanakan haji, maka lebih-lebih lagi umat islam. Selanjutnya perlu juga dicatat bahwa izin bagi kaum musyrikin untuk melanjutkan haji sesuai tradisi nabi Ibrahim a.s, bahkan izin bagi mereka untuk memasuki masjid Al-Haram telah dicabut Allah dengan firmannya dalam Surah At-Taubah ayat : 28, yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati masjid Al-Haram sesudah tahun ini. (QS.At-Taubah : 28) yakni sesudah tahun kesembilan Hijrah. Sementara surah Al-Maidah – menurut sementara ulama turun setelah nabi saw. Kembali dari peranjian Hudaibiyah pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 Hijrah.
Satu riwayat menyatakan bahwa larangan ini turun berkenaan dengan rencana beberapa kaum muslimin untuk merampas unta-unta oleh serombongan kaum musyrikin dari suku penduduk Yamama, dibawah pimpinan Syuraih Ibn Dhubai’ah yang digelar al-hutham, dengan alasan bahwa unta-unta itu milik kaum muslimin yang pernah mereka rampas.
Bahwa ayat diatas melarang kaum muslimin menghalangi kaum musyrikin yang akan melaksanakan Haji- sesuai keyakinan mereka- cukup menjadi bukti betapa tinggi toleransi yang diajarkan oleh islam. Memang, hal itu kemudian dilarang – khusus untuk memasuki kota Mekah – tetapi larangan tersebut karena pertimbangan keamanan dan kesucian kota itu.
Ada juga ulama yang memahami para pengunjung Baitullah yang dimaksud oleh ayat diatas, adalah kaum muslimin, bukan kaum musyrikin. Imam Fakhruddin – razi termasuk salah seorang ulama yang berpendapat demikian, dengan alasan larangan melanggar syiar-syiar Allah pada awal ayat ini. Syiar-syiar itu, tulisnya, pastilah yang direstui oleh Allah sehingga tentu ia merupakan syiar kaum muslimin, bukan orang-orang musyrik. Demikian juga akhir penggalan ayat itu yang menyatakan : “mereka mencari karunia dan keridahan dari Tuhan mereka.” Redaksi semacam ini, tulis Ar-razi, hanya wajar bagi orang muslimin, bukan bagi orang kafir.
Kata syana’an adalah kebencian yang telah mecapai puncaknya. Dari pengertian tersebut maka firman-Nya: Dan janganlah sekali-kali kebencian kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masid al-Haram mendorong, kamu berbuat aniaya, merupakan bukti nyata betapa Al-Qur’an menekankan keadilan.
Firman-Nya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran, merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebaikan dan ketakwaan.
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan perkara haram.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan kewajiban sosialnya terhadap sesamanya.
Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah Azza wa Jalla dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti dari agama ini.
Al-Mâwardi rahimahullah berkata: Allah Azza wa Jalla mengajak untuk tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan dengan ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah Azza wa Jalla. Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai (meridhai). Barang siapa memadukan antara ridha Allah Azza wa Jalla dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.
      6 .      KANDUNGAN HUKUM
Pada ayat kedua ini Allah menerangkan kepada orang-orang yang beriman lima larangan penting yang tidak boleh dilanggar yaitu:
a.       Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lain-lainnya.
b.      Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.
c.       Mengganggu binatang-binatang had-ya, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin di sana.
d.      Qalaid-qalaid yaitu binatang-binatang had-ya, sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah. Menurut pendapat yang lain, termasuk juga manusia-manusia yang memakai kalung yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Kakbah yang tidak boleh diganggu, seperti yang dilakukan orang-orang Arab di zaman Jahiliah.
e.       Mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Semuanya tidak boleh dihalang-halangi. Akan tetapi menurut Jumhur yang tidak boleh dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin sedang orang-orang kafir tidak diperbolehkan lagi masuk tanah haram

    7.      PENUTUP
Dengan jelas, ayat di atas memuat kewajiban saling membantu di antara kaum Mukminin untuk menegakkan agama dan larangan bagi mereka untuk bekerjasama dalam menodainya. Bukan sebaliknya yaitu malahan melemahkan semangat beramal orang, mengejek orang yang berusaha konsisten dengan syariat maupun menjadi dalang tersebarnya perbuatan maksiat di tengah masyarakat. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar