Senin, 16 Juni 2014

Makalah Tafsir Muamalah, Qs. Al Baqarah ayat 276


MAKALAH TAFSIR MUAMALAH
Investasi Menabung & Pembentukan Bank Islami
Qs. Al Baqarah ayat 276
 






Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Tahun Pelajaran 2013/2014

KATA PENGANTAR

            Makalah ini di susun dalam rangka melaksanakan tugas yang kami terima sebagai seorang mahasiswa. Hal ini patut dan wajib dilakukan bagi seseorang yang ingin mencoba mengembangkan cara berfikir dalam kehidupan selanjutnya.
            Suatu motivasi untuk membangkitkan semangat belajar, sehingga kami harus berusaha untuk menyiapkannya. Namun dengan keterbatasan yang kami miliki, tentu masih banyak yang harus kami lengkapi.
            Adanya beberapa saran dan petunjuk dari semua pihak sangat berguna dalam penyusunan makalah ini demi keberhasilannya. Kami semua berharap, ini merupaka suatu langkah ke depan dalam jenjang pendidikan yang kami tempuh.



Samata,Mei  2014,
                                                                                   

           Penulis
Bab I
Pendahuluan
1.        Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang tidak dapat hidup sendiriyakni membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam, bercocok tanam atau usaha- usaha yang lain, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Agar hubungan mereka berjalan dengan lancer dan teratur, maka agama member peraturan yang sebaiki-baiknya.
Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan yang kadang kita tidak tahu apakah sehat ataupun tidak. Utang piutang juga suatu kegiatan yang sangat kental dengan kehidupan manusia, dan kedua kegiatan muamalah tersebut sangat erat dengan riba.Oleh karenaitu, pada makalah ini akan memebahas tentang salah satu ayat yang intinya mengenai riba.

2.        Rumusan Masalah
a.       Tafsir ayat tentang riba secara umum dan Surah Al Baqarah ayat 276 secara khusus

3.        Tujuan
a.       Mengetahui apa-apa saja yang terkandung dalam ayat tentang riba secara umum dan Surah Al Baqarah ayat 276 secara khusus
b.      Untuk lebih memperjelas penafsiran ayat tentang riba Surah Al Baqarah ayat 276 agar tidak menimbulkan kekeliruan
Bab II
Pembahasan
1.      Teks Ayat
Al Baqarah Ayat 276
يَمْحَقُ ٍاللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيم
2.      Terjemahan Ayat
[2:276]Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah(1). Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa(2).
Catatan Kaki:
1.      Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
2.      Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.

3.      Mufrodat Al Baqarah Ayat 276
Surat Al-Baqoroh ayat 276 terdapat beberapa kata yang sebelumnya perlu kita fahami juga yakni:
 يَمْحَقُ اللَّهُ
Allah akan menghapus
وَاللَّهُ
Allah
الرِّبَا
Riba
لَا يُحِبُّ
tidak suka
وَيُرْبِي
dan melipat gandakan
كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
kepada orang-orang kafir lagi pendosa
الصَّدَقَاتِ
Sedekah


4.      Asbabul Nuzul
Kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif telah membuat kesepakatan dengan Rasulullah SAW bahwa semua hutang mereka demikian juga piutang ( tagihan) yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathu Makkah, Rasulullah SAW menunjuk ‘Itab ibn Usaid sebagai gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif. Bani Amr ibn Umar adalah orang yang biasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah sejak zaman jahiliyah dan Bani Mughiroh senantiasa membayarkannya. Setelah kedatangan Islam, mereka memiliki kekayaan yang banyak. Karenanya, datanglah Bani Amer untuk menagih hutang dengan tambahan riba, tetapi Bani Mughirah menolak. Maka diangkatlah masalah itu kepada Gubernur ‘Itab ibn Usaid dan beliau menulis kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah Saw lalu menulis surat balasan yang isinya “ Jika mereka ridha atas ketentuan Allah SWT diatas maka itu baik, tetapi jika mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.

5.      Munazabah
Ayat ini menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman         Allah    swt.:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.

Terjemahan
276.  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah [177]. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
277.  Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
[177]  yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakanberkahnya.
            [178]  maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
 
6. Tafsir Ayat
 Ayat ini menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikitpun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau
melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman
Allah swt.:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya berupa harta yang telah dianugerahkan kepada mereka. Mereka tidak menggunakan harta itu menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah serta tidak memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Demikian pula Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang menggunakan dan membelanjakan hartanya semata-mata untuk kepentingan diri mereka sendiri serta mencari harta dengan menindas atau memperkosa hak orang lain.
Keberkahan harta yang hilang disebabkan oleh riba. Simak penjelasannya berikut ini.
Allah memberitahukan kepada manusia bahwa Dia menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total maupun Dia menghilangkan keberkahan hartanya sehingga tidak bermanfaat, bahkan dia memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat pun Dia akan menyiksanya. Allah juga berfirman, “Dan sesuatu riba itu tidak adakan menambah pada sisi Allah”(Ar-Rum: 39)
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad saw, “Sesungguhnya mesipun riba itu pada mulanya banyak, namun akhirnya ia menjadi sedikit“. Maksud dari kalimat “Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa” adalah dengan rasa tidak puasnya dengan harta halal yang telah diberikan Allah, lalu ia berusaha untuk memakan harta orang lain dengan cara yang tidak baik dan melalui usaha yang jahat. Dengan demikian, berarti ia berusaha untuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya, sehingga hilanglah keberkahan dari harta yang ia miliki.
Mengenai berkah atas harta, dapat kita lihat pada hadist berikut, yaitu “Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka akan dipahamkan-Nya dengan kepemahaman yang dalam tentang agama.” Dan saya juga mendengar Rasulullah saw bersabda, “Aku ini adalah seorang bendahara. Maka siapa yang kuberi sedekah dan diterimanya dengan hati yang bersih, maka dia akan beroleh berkah dari harta itu. Tetapi siapa yang kuberi karena meminta-minta dan rakus, maka dia seperti orang yang makan yang tak pernah kenyang.”(Shahih Muslim: 1719). Berkah yang dimaksud adalah terkait dengan rasa syukur atau cukup atas nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya dan menerima ketetapan Allah sehingga semakin tumbuh rasa kedekatan dengan Allah. Hilangnya keberkahan akan mengakibatkan manusia tidak merasa cukup dengan nikmat dari Allah sebagai perwujudan rasa tidak bersyukur dan menginginkan atau meminta-minta nikmat yang belum ditetapkan oleh Allah untuk ia dapatkan dengan rakus seakan-akan tidak ada rasa puas di mana hawa nafsu diperturutkan dan semakin jauh dari Allah.
Shohabat Jabir RA. menuturkan, bahwa ketika ayat 275  turun, Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa yang tidak menghentikan (meninggalkan) mukhabarah. maka hendaknya diberitahu, bahwa ia akan berperang dengan Allah dan Rasul-Nya." (HR. Abu Dawud dan Hakim)
Mukhabarah ialah menggarapkan tanah kepada orang lain untuk minta bagian dari hasilnya. Muzabanah ialah membeli dengan caramenukar kurma ruthab yang masih basah di atas pohon dengan kurma yang sudah kering di atas tanah. Muhaqalah ialah membeli dengan menukar biji-biji (padi dan sebagainya) yang masih di pohon dengan padi yang sudah kering di tanah. Kesemua-nya itu diharamkan, karena tidak dapat diketahui persamaan timbangannya.
Ulama fiqih berpendapat, tidak mengetahui persamaan timbangan antara dua jenis barang sama dengan riba fadhal (menukar barang sejenis dengan kelebihan yang satu dari yang lainnya). Dan urusan riba ini termasuk perkara sulit bagi kebanyakan ahli ilmu, sehingga Umar bin Khathab r.a. berkata,"Ada tiga hal yang aku inginkan, andaikan Rasulullah saw. memberi kepada kami pedoman untuk menjadi pegangan, yaitu hak waris nenek (datuk) dan kalalah serta beberapa masalah riba dan yang mirip dengan riba atau dapat menyebabkan riba."
An-Nu'man bin Basyir mengatakan, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
حرام فالوسيلة إليه مثله؛ لأن ما أفضى إلى الحرام حرام، كما أن ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب. وقد ثبت في الصحيحين، عن النعمان بن بشير، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "إن الحلال بين وإن الحرام بين، وبين ذلك أمور مشتبهات، فمن اتقى الشبهات استبرأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه (رواه البخارى ومسلم )

"Sesungguhnya halal itu sudah jelas dan haram juga sudah jelas, dan di antara keduanya ada hal-hal yang samar. Karenanya, barangsiapa yang menjaga diri dari perkarasyuhbat, bersih agama dan kehormatannya. Sebalilnya barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syuhbat maka ia akan jatuh ke dalam perkara haram, ^agaikan gembala yang memelihara ternaknya di sekiiar tempat terlarang, mungkin ternaknya terjerumus ke didalamnya."(H.R. Bufchari-Muslim).
Al-Hasan bin Ali r.a. mengatakan, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
"Tinggalkan apa yang anda ragukan, kerjakan apa yang
tidak anda ragukan. ".
(HR. Ashabus Sunan)
Dan di hadis lain disebutkan:

وفي الحديث الآخر: "الإثم ماحاكفي القلب وتردد تفيه النفس،وكرهت أن يطلع عليه الناس
"Dosa itu yang goyah dalam hati, dan ragu dalam perasaan, serta tidak suka dilihat orang. "
Di lain riwayat disebutkan:
استفت قلبك وإن أفتاك الناس المفتون
"Tanyakan kepada hatimu sendiri, meskipun sudah diberi fatwa oleh semua orang. "
Umar r.a. berkata,"Di antara ayat-ayat yang akhir turunnya ialah ayat tentang riba, dan Rasulullah saw. meninggal dunia sebelum menerangkan semua rinciannya kepada kami. Karena itu, tinggalkan riba dan semua yang meragukan."
Abu Sa'id mengatakan, bahwa Umar r.a. berkhotbah: "Sungguh, mungkin aku melarang kalian dari apa-apa yang mungkin berguna bagi kamu, dan termasuk di antara ayat-ayat yang terakhir turunnya ialah ayat tentang riba, sehingga ketika Rasulullah saw. meninggal dunia belum menerangkan semuanya kt?ada kita. Karena itu, tinggalkan apa yang kalian ragukan, untuk melakukan apa yang tidak meragukan."
(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih)
Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, bahwa Nabi saw. bersabda, "Riba itu ada tujuh puluh tiga bab (cara)."
(HR. Ibnu Majah dan Hakim).
Abu Hurairah mengatakan, bahwa Nabi saw. bersabda, "Riba itu ada tujuh puluh macam bagiannya, seringan-ringannya seperti seseorang yang bersetubuh dengan ibunya."
(HR. Ibnu Majah)

6.      Hikmah-hikmahnya
Islam dalam memperkeras persoalan haramnya riba, semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya, masyarakatnya maupun perekonomiannya. Kiranya cukup untuk mengetahui hikmahnya seperti apa yang dikemukakan oleh Imam ar-Razi dalam tafsirnya sebagai berikut:
1.      Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti. Sebab orang yang meminjamkan uang 1 dirham dengan 2 dirham, misalnya, maka dia dapat tambahan satu dirham tanpa imbalan ganti. Sedang harta orang lain itu merupakan standard hidup dan mempunyai kehormatan yang sangat besar, seperti apa yang disebut dalam hadis Nabi: "Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan kehormatan darahnya.”(Abu Nua'irn dalam Hilyah).
Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti, sudah pasti haramnya.
2.      Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan mengentengkan persoalan mencari penghidupan, sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Sedang hal semacam itu akan berakibat terputusnya bahan keperluan n-tasyarakat. Iran satu hal yang tidak dapat disangkal lagi, bahwa kemaslahatan dunia seratus persen ditentukan oleh jalannya perdagangan, pekerjaan, perusahaan dan pembangunan. (Tidak diragukan lagi, bahwa hikmah ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi perekonomian).
3.      Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga. Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya mengembalikan dua dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan. (Ini suatu alasan yang dapat diterima, dipandang dari segi ethik).
4.      Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedang tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah. (Ini ditinjau dari segi sosial).
Ini semua dapat diartikan, bahwa riba terdapat unsur pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang kuat (exploitasion de l'home par l'hom) dengan suatu kesimpulan: yang kaya bertambah kaya, sedang yang miskin tetap miskin. Hal mana akan mengarah kepada membesarkan satu kelas masyarakat atas pembiayaan kelas lain, yang memungkinkan akan menimbulkan golongan sakit hati dan pendengki; dan akan berakibat berkobarnya api terpentangan di antara anggota masyarakat serta membawa kepada pemberontakan oleh golongan ekstrimis dan kaum subversi. Sejarah pun telah mencatat betapa bahayanya riba dan si tukang riba terhadap politik, hukum dan keamanan nasional dan internasional.

7.      Kandungan Hukum
Berdasarkan  ayat-ayat  Al-Quran  dan  Sunnah  bahwa  terdapat larangan untuk melakukan transaksi  riba. Larangan  yang paling  jelas dari nash Al-Quran adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278)
Ayat ini di dalam uslubnya adalah perintah, tetapi perintahnya adalah  untuk  meninggalkan.  Di  dalam  ushul  fiqih  larangan  terhadap sesuatu  adalah  berarti  perintah  untuk  berhenti  mengerjakan  sesuatu tersebut.  Dalam  hal  ini  larangan  untuk  mengerjakan  riba  berarti perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.
Disamping  ayat  di  atas  pengharaman  riba  juga  terdapat  pada ayat yang turun sebelum ayat ini, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Di  dalam  Hadits  bahkan  ada  beberapa  orang  yang  terkait dengan  orang  yang  bertransaksi  riba  ini  akan  mendapat  laknat  dari Allah SWT, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه مسلم)
Artinya:  Dari  Jabir  r.a  berkata:  Rasulullah  SAW  melaknat pemakan  riba,  orang  yang  mewakili  riba,  penulis  riba,  dan  2  orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda: mereka adalah sama
Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba adalah jika  dilakukan  dengan  berlipat  ganda  sebagaimana  ayat  di  atas  yang menyebutkan  larangan  untuk  tidak  memakan  riba  dengan  berlipat ganda.    Menjawab    hal    tersebut    bahwa    sesungguhnya    lafadz أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً  adalah  bukan  menunjukkan  bahwa  larangan  ini berlaku hanya kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi  ayat  ini  hanya  menggambarkan  bahwa  keadaan  ketika  ayat tersebut  diturunkan  bahwa  masyarakat  Arab  ketika  itu  benar-benar melakukan  perbuatan  tercela  dengan  mengambil  riba  yang  berlipat ganda.  Turunnya  ayat  ini  adalah  fase  ketika  dari  turunnya  larangan riba  yang  secara  bertahap.  Artinya  larangan  sampai  fase  yang  ketiga ini  hanya  bersifat  larangan  terbatas  (juz’i),  akan  tetapi  selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara  jelas disebutkan  bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil keuntungan  dengan  riba  itu  yang  berlipat  ganda  maupun  yang  tidak berlipat  ganda.  Seperti  pengharaman  khomar,  bahwa  khomar  sedikit maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar  yang  merupakan  salah  satu  budaya  dari  masyarakat  Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya masyarakat Arab yang sangat  kuat,  oleh  karena  itu  Allah  SWT  dalam  pengharaman  riba menurunkannya  secara  bertahap  sama  seperti  pengharaman  khomar yang juga bertahap.

Kesimpulan
                  Riba secara bahasa bermakna :  Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam.
Keraguan terjerumus ke dalam riba yang diharamkan menjadikan para shahabat Nabi, seperti ucapan Umar Ibn Khaththab, “Meninggalkan sembilan per sepuluh dari yang halal.” ini disebabkan mereka tidak memperoleh informasi yang utuh tentang masalah ini langsung dari Nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Di dalam ayat tertang riba di atas bahwa penulis sedikit menyimpulkan bahwa ayat di atas itu disampaikan dengan cara bertahab-tahab mulai dari sesuatu yang dikabarkan tentang bahayanya yang akhirnya diharakkan-Nya. Maka kita sebagai Manusia yang Iman kepada Ayat Allah harus berusaha menjahui riba lebih-lebih tahu mana sesuatu yang riba dengan sesuatu yang tidak riba.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar