Senin, 16 Juni 2014

Makalah Ilmu Hadis, Hadis


Makalah Ilmu Hadis
Hadis


Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
UIN Alauddin Makassar
2013/2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       LATAR BELAKANG
Latar belakang dibuat makalah ini karena banyaknya diantara kita yang mungkin terjadi kesalah pahaman dalam menyebutkan tentang apakah itu yang dinamakan hadis, sunnah, khabar, atau atsar. Karena pada dasarnya terdapat perbedaan diantara keempat istilah tersebut. Oleh sebab itu melalui makalah ini kami akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan hadits, sunnah, khabar dan atsar serta menurut para Ulama Ahli, baik Ahli Hadits, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman mengenai pengertian hadits dan sunnah.
1.2       RUMUSAN MASALAH
Adapun yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Hadis
2.      Sunnah
3.      Khabar
4.      Atsar, serta
5.      Struktur Hadis












BAB II
PEMBAHASAN

2.1   PENGERTIAN
a.      Hadis
ü  Menurut bahasa
Hadis menurut bahasa adalah ucapan atau perkataan, kata hadits juga adalahal- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.
ü  Menurut istilah
Hadis menurut istilahahli hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal Ihwal tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainya adalah segala sesutu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya”. Yang termasuk hal Ihwal dalam defenisi di atas adalah segalah sesutu yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan Himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa “Hadis itu melengkapi sabda Nabi, perbuatan beliau dan Taqrir beliau : melengkapi perkataan, perbuatan dan taqrir sahabat, sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan dan taqrir tabi’in.
Menurut istilah ahli ushul ialah “segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”. Tidak masuk kedalam hadis, sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum seperti urusan pakaian.
Sebagian Muhaddisin berpendapat bahwa hadis itu bukan hanya untuk sesutu yang Marfu’, yaitu sesutu yang disandarkan kepada Nabi SAW saja, melainkan juga untuk sesuatu yang Mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan yang Maqtu’, yaitu yang disandarkan kepada Tabi’in.
Dengan beberapa pengertian tadi bahwa segalah sesutu yang bersumber dari Rasulullah SAW yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tata cara berpakian, tidur dan makan adalah tidak termasuk hadis.


b.      Sunnah
ü  Menurut bahasa
Menurut bahasa sunnah berarti “ kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek” atau “jalan  (yang dilalui), baik yang terpuji maupun yang tercela atau jalan yang lurus atau tuntutan yan tetap (konsisten).

ü  Menurut istilah
Menurut ahli Ushul, Sunnah adalah “segala sesuatu yang yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalan hidup, baik sebelum menjadi rasul maupun sesudahnya” atau “ segala sesuatu yang berhubungan dengan sirah (perjalanan hidup) Nabi SAW. Budi pekerti, berita, perkataan, dan perbuatannya, baik melahirkan syara’ maupun tidak”. Mereka berargumentasi bahwa Rasulullah SAW adalah pembwah dan mengatur undang-undang yang menerangkan kepada manusia tentang Dustur Al-Hayat (undang-undang hidup), dan menetapkan kerangka dasar bagi para Mujtahid yang hidup sesudahnya.
Ulama hadis memberikan pengertian sunnah sebagai “segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya. Mereka mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas karena mereka memandang diri Rasul sebagai uswatun hasanah (contoh atau teladan yang baik), dan oleh sebab itu mereka menerimah secara utuh segala yang diberikan tentang diri Rasulullah, tanpa membedakan apakah yang diberikan itu berhubungan dengan hukum syara’ atau tidak.
Ulama fiqih memandang sunnah sebagai perbuatan yang dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardhu. Dengan kata lain, sunnah adalah amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, Sunnah adalah adat (tradisi) yang telah berulang kali dilakukan masyarakat, baik yang dipandang ibadah maupun tidak.






c.      Khabar
ü  Menurut Bahasa
Khabar secara bahasa artinya an-naba (sebuah berita),bentuk jamaknya adalah akhbaar. Khabar juga adalah Berita yang disampaikan oleh sesorang kepada orang lain.
ü  Menurut Istilah
Terdapat beberapa pendapat  yang mnyangkut tentang Khabar,
·        Ada yang mengatakan bahwa Khabar itu sama dengan hadis, sehingga maknanya menjadi sama secara istilah.
·        Ada pula yang berpendapat bahwa hadis adalah segala yang datang dari Nabi, sedang khabar adalah yang datang dari selain Nabi seperi sahabat dan Tabi’in.
·        Pendapat lain juga mengatakan bahwa khabar lebih luas daripada hadis, kalau hadis segala yang datang dari Nabi, sedang Khabar adalah yang datang dari Nabi atau dari selain beliau.
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani yang dikutip As-Suyuti, istilah hadis sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu.
Mayoritas ulama melihat hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedangkan Khabar sesuatu yang datang dari Rasulullah dan dari yang laiinya, termasuk berita-berita ulama dahulu, para Nabi, dan lain-lain. Dengan demikian, khabar lebih umum lebih umum dari pada hadis dan dapat dikatakan bahwa setiap hadis adalah khabar dan tidak sebaliknya, khabar tidak mesti hadis.


d.      Atsar
ü  Menurut Bahasa
Atsar adalah peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas Nabi karena hadis itu peninggalan beliau. Atau diartikan yang dipindahakan dari Nabi seperti kalimat “doa yang bersumber dari Nabi”.
ü  Menurut Istilah
Ahli hadis mengatakan bahwa Atsar sama dengan Khabar yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, Sahabat dan Tabi’in. Atsar adalah sesuatu yang berasal dari Tabi’in sehingga ahli Atsar adalah Atsari, dan ada yang mengatakan atsar lebih umum daripada Khabar. Secara Linguistis, Atsar sama artinya dengan khabar, hadis, dan sunnah.
Menurut Jumhur ulama mengatakan bahwa Atsar sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW.
Ulama Khurasan mengatakan bahwa Atsar ditujukan untuk yang mauquf, sedangkan Khabar ditujukan kepada yang Marfu. Atsar hanya bersumber dan disandarkan kepada Tabi’in.



2.2   UNSUR-UNSUR HADIS
Dalam meriwayatkan sebuah Hadis dari Nabi Muhammad SAW, melibatkan beberapa unsur seperti : Pemberita (Rawi) atau periwayatan, kemudian materi berita (matan), dan sandaran berita (sanad) yang dimaksud adalah rangkaian hubungan antara satu periwayat dengan periwayat lainnya. Sealain itu, melibatkan indikator penilaian bertemu atau tidaknya seorang periwayat dengan periwayat lainnya, hal ini disebut dengan Shigad Isnad (lafal tahammul wa ‘Ada’ul hadis).
Berikut penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan ulama dalam periwayatn hadis sebagai berikut :
a)        Rawi
          Rawi adalah isim fi’il dari lafal yang bentuk masdarnya adalah yang berarti meriwayatkan, memindahkan atau menceritakan. Kata rawi atau al-rawi juga berarti orang-orang yang meriwayatkan atau menberitakan hadis (naqil al-hadis) sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap-tiap tabaqahnya, juga disebut rawi jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwaytkan dan memindahkan hadis. Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian dan menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin, disebut dengan prawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang-orang yang membukukan dan menghimpun hadis)

b)       Matan
          Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti keras, kuat, sesuatu yang tampak dan asli dalam perkembangan karya penulisan, ada matan dan ada syarah. Matan disini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunmakan bahasa yang universal, dan singkat. Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadis, hadis sebagai matan, kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulamah.
          Dari berbagai redaksi definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya sama yaitu materi atau isi berita hadis itu sendiri yang datang dari Nabi SAW. Matan hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat islam untuk dijadikan petunjuk dalamn beragama.

c)        Sanad
          Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran, pegangan dan pedoman.
          Dalam bidang ilmu hadis sanad itu merupakan salah satu neraca yang menimbang sahih atau dha’ifnya suatu hadis. Andai kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung, makla hadis tersebut dha’if sehingga tidak dapat dijadikan pedoman atau hujah. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadis tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratn, yaitu adil, taqwah, tidak fasik, menjaga kehormatan diri, dan memiliki daya ingat yang kredibel, sanadnya bersambung dari satu periwayat kepada periwayat lain samapai pada sumber berita pertama, maka hadisnya dinilai syahi.

d)       Shigad Isnad
          Shigad Isnad adalah bentuk-bentuk penyandaran atau perhubungan antara seorang periwayat dengan periwayat yang lain. Shigad Isnad terdiri atas delapan tingkatan atau mertabat yang berimplikasi bahwa martabat pertama lebih tinggi dari martabat kedua, ketiga dan seterusnya sampai pada martabat kedelapan. Shigad Isnad tersebut dapat dijadikan indikasi ketersambungan Sanad hadis dan dapat memudahkan untuk menentukan kualitas hadis.

      






BAB III
PENUTUP
3.1   KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa hadis, sunnah, khabar dan  atshar dapat dibedakan dari beberapa aspek, yaitu sandaran, spesifikasinya, dan sifatnya.
Ø  Hadis Sandaranya kepada Nabi Muhammad SAW, dari perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), dan persetujuan (taqriri), yang sifatnya Lebih khusus dan sekalipun dilakukan sekali.
Ø  Sunnah sandarannya kepada Nabi SAW dan para sahabat, hanya dari perbuatan (fi’li), dan menjadi Suatu tradisi.
Ø  Khabar disandarkan kepada Nabi SAW dan selainnya, dilihat dari perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), dan sifatnya lebih umum.
Ø  Atsar disandarkan kepada Sahabat dan Tabi’in, dari perkataan (qawli), perbuatan (fi’li), dan bersifat Umum.
Dalam meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi Muhammad SAW, melibatkan beberapa unsur seperti : pemberita (rawi) atau Periwayat, kemudian berita (matan), dan sandaran berita (sanad) yang dimaksud adalah rangkaian hubungan antara satu periwayat dengan periwayat lainnya. Sealain itu, melibatkan indikator penilaian bertemu atau tidaknya seorang periwayat dengan periwayat lainnya, hal ini disebut dengan Shigad Isnad (lafal tahammul wa ‘Ada’ul hadis).
3.2   SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat.





DAFTAR PUSTAKA


Ambo Asse, ILMU HADIS PENGANTAR MEMAHAMI HADIS NABI SAW, Makassar: UIN Press-Darul Hikmah wal Ulum, 2010
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: Alma’ Arif
ASH SHIDDIEQY, Muhammad Hasbi, Tengku, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Hasan, Moustofa, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2012
Suparta, Munzier, Ilmu Hadi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Hasmi, lajnah Ilmiah, 200 Ensiklopedia Ilmu hadis,Bandung: Marwah Indo Media, 2012
Al-Qaththan, Syeikh Manna, Pengantar Study Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Abdul Majid Khon,Haji, Ulumul Hadis, Jakarta : Amzah, 2012
Syaikh Muhammad bin Shalih Al `Utsaimin, Yogyakarta: Media Hidayah, 2008
Mudassir, H,  Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar