Minggu, 22 Juni 2014

Makalah Tafsir muamalah Surat At Taubah ayat 103


MAKALAH
Tafsir muamalah
“SURAH AT-TAUBAH AYAT 103”


Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Tahun Akademik 2013/2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan okehadirat Allah Swt, karena atas berkat limpahan rahmat-Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai sebuah panduan untutk dapat memberikan pemahaman tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103

            Beigutu pun shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, Nabi sebagai rahmatan lil alamin di alam semesta.

            Penulis tentunya berharap bahwa dengan hadirnya karya ini dalam bentuk makalah diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103 sebagai tambahan pemahaman dalam pendidikan masa kini. Penulis pula tak lupa menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan masih terdapat banyak kekurangan ataupun isi yang diberikan tidak sesuai yang diharapkan oleh pembaca.
           
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran sekiranya di dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan dan kesalahan sehingga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

                              Samata, Gowa. 13 Mei 2014

Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.        LATAR BELAKANG
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.        RUMUSAN MASALAH
1.      bagaimana ayat, terjemahan, dan kosa kata  Q.S At-Taubah ayat 103?
2.      Bagaimana Asbabun Nuzul Q.S At-Taubah ayat 103?
3.      Bagaimana Munasabah Q.S At-Taubah ayat 103?
4.      Bagaimana tafsir dan hikmah Q.S At-Taubah ayat 103?

C.        TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui ayat, terjemahan, dan kosa kata Q.S At-Taubah ayat 103.
2.      Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Q.S At-Taubah ayat 103.
3.      Untuk mengetahui Munasabah Q.S At-Taubah ayat 103.
4.      Untuk mengetahui tafsir dan hikmah Q.S At-Taubah ayat 103.
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Ayat, Terjemahan dan Kosa Kata dari Q.S At-Taubah ayat 103

9:103

Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(at-Taubah: 103)

Kosa Kata :
 ambillah : خُذْ 



dari :  مِنْ 




 sebagian harta mereka : أَمْوَٰلِهِمْ


Sedekah : صَدَقَةً


kamu membersihkan mereka : تُطَهِّرُهُمْ 


dan kamu mensucikan mereka : وَتُزَكِّيهِم


dengannya : بِهَا





dan doakanlah : وَصَلِّ


atas mereka : عَلَيْهِمْ


sesungguhnya : إِنَّ


doa kamu : صَلَوٰتَكَ


ketentraman : سَكَنٌ


bagi mereka : لَّهُمْ


dan Allah : وَٱللَّهُ


 Maha Mendengar : سَمِيعٌ



Maha Mengetahui :  عَلِيمٌ


2.      Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka  mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.  Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.
Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.

3.       Munasabah ayat
 Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً ) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan ayat ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan  adalah jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena  pengakuan tidak  terbukti kecuali dengan  bukti, dengan ujian seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang yang dusta.

4.   Tafsir dan Hikmah Q.S At-Taubah ayat 103.
a.      Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka).,  Yakni, Wahai Rasul dan setiap pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. Dengan zakat itu kamu membersihkan mereka dari penyakit kikir dan rakus. Dengan zakat itu juga kamu mensucikan jiwa mereka, menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas. (التزكية/mensucikan) : berarti membersihkan dengan  ekstra. Atau dalam arti memperkembangkan  harta dan keberkahannya. Yakni, Allah swt menjadikan berkurangnya harta karena dikeluarkan zakatnya  sebagai sebab berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة من مال/Harta tidak akan berkurang lantaran sedekah “.
Menurut al-Hasan al-Bashri yang dimaksud  dengan shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib. Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ ) adalah seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
      Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat  adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها            ), yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan mengambil sedekah tersebut.
Jashshash berkata : Yang benar adalah yang dimaksud dengan shadaqah dalam ayat ini yaitu zakat wajib; karena tidak ada keterangan yang pasti  bahwa Allah mewajibkan kepada mereka, tidak kepada yang lain,  shadaqah selain zakat harta. Jika tidak ada hadits tentang hal itu, maka yang nampak adalah bahwa mereka dan orang-orang yang lain sama dalam hukum dan ibadah, dan bahwa mereka tidak dikhususkan dengan shadaqah wajib tersebut, tanpa diwajibkan kepada yang lain.  Juga jika yang dikehendaki ayat itu adalah shadaqah wajib bagi seluruh manusia karena mereka sama dalam hukum kecuali ada dalil yang mengkhususkannya, maka  mestinya shadaqah ini wajib bagi semua orang, tidak dikhususkan kepada kaum tertentu saja. Apabila hal ini telah nyata, maka shadaqah yang diwajibkan itu adalah zakat wajib, karena pada harta orang-orang lain tidak ada kewajiban selain zakat wajib.
Sedangkan firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), tidak menunjukkan bahwa itu shadaqah yang menghapuskan dosa selain zakat wajib, karena zakat wajib juga dapat membersihkan dan mensucikan orang yang menunaikannya. Seluruh orang mukallaf membutuhkan yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka. Teks  ayat ini walaupun khusus bagi Rasul dan mempunyai sebab khusus, namun bersifat umum bagi para khalifah dan para pemimpin sesudahnya. Oleh karena itu Abu bakar ash-Shiddiq dan para sahabat yang lain memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dari kalangan suku-suku Arab sampai mereka membayar zakat kepada khalifah sebagaimana mereka membayarnya kepada Rasulullah saw.
Abu bakar ash-Shiddiq berkata : (واللّه لو منعوني عقالا- أو عناقا- كانوا يؤدونه إلى رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم، لأقاتلنهم على منعه/Demi Allah, jika mereka enggan menyerahkan kepadaku satu ekor saja yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah saw, niscaya aku perangi mereka karena enggan membayar zakat).
(وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ) : yakni doakan, mohonkan ampunan untuk mereka, dan sayangi mereka, karena doa dan permohonan ampunanmu merupakan ketenangan dan ketentraman bagi hati mereka bahwa Allah telah memberikan taubat bagi mereka. (الصلاة) dari Allah terhadap hamba-Nya adalah rahmat; dari Malaikat adalah istighfar; dan dari orang-orang yang beriman adalah doa.
(وَاللَّهُ سَمِيعٌ ) : Yakni Allah Maha mendengar pengakuan terhadap dosa yang mereka lakukan dan doa yang mereka panjatkan. Maha Mendengar terhadap doamu, pendengaran penerimaan dan pengabulan doa.
(عليم) : yakni, Allah Maha Mengetahui hati dan keikhlasan mereka dalam taubat dan membayar zakat. Maha Mengetahui kebaikan dan kemaslahatan untuk mereka. Karena zakat dapat membersihkan jiwa, menyebabkan Allah ridha, dan dapat menjaga harta.
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
Yang disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan kebaikan. Dalam kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin mempunyai, mencari makanan, dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink tersebut bahkan dikobarkan, tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari didapat itu diserahkan kepada yang lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin. Bukan anjuran, bukan sunnat saja, dan bukan hanya belas kasihan, tetapi kewajiban dan menjadi salah satu dari tiang rukun Islam.    
Setelah Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka sebagai sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh ialah bukti dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran (shiddiq) dan dia pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah, tumbuh, bertambah, suci, dan baik. Maksud perintah Tuhan menyuruh mengambil dari sebagian harta mereka itu sebagai sedekah dalam ayat ini adalah guna membersihkan dan mensucikan mereka.Zakat menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh karena itu Imam Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah; berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah dan infak lebih luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga berarti pemberian yang sunnah saja.
Hamka menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.

2.Dilarang melakukan riba dan segala macam perjudian.

3.Dilarang menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan  orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang terdapat pada bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal
.
4.    Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
   
5.    Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas perak dan perniagaan.  Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan lima persen)  dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang ternak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.

6.    Perbelanjaan istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.

7.    Wajib membela orang-orang yang kesusahan, memberi makan  dan penginapan, kecuali terhadap  penjahat.

8.    Menjadi kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.

9.    Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma, hibah,  hadiah, dan sebaginya).

10.    Dicela keras boros,  royal dan tabdzir berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan kikir. Dinyatakan bahwa semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan, baik untuk dirinya sendiri atau ummat dan negara.

11.    Dibolehkan ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan syarat tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit bagi diri atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).

12.    Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri dan keluarganya.

13.    Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang sabar.

Selanjutnya dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a Nabi SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau zakat itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih payah mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah dengan muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir. Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang baikk itu.
Dalam penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha mengetahui”Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya dengan shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar, artinya shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya – yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara yang baik dan yang buruk.
Dan Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu. Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya mengambil manfaat karena izin Allah, sekarang dia belanjakan kepada jalan yang diridhoi oleh Allah yeng empunya dia.

b.      Hikmah Surah
1.   Kewajiban mengambil zakat untuk mensucikan jiwa, mengembangkan dan     mendapatkan keberkahan harta. .
2.   Mengeluarkan zakat, merupakan bukti kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
3.   Dalam menilai perbuatan baik orang lain, kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan orang-orang mengeluarkan zakat. Doa Rasululla saw adalah syafaat dan menimbulkan ketenangan.










BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba. Karena zakat merupakan ibadah yang memiliki dua hal utama dalam  dimensi kehidupan: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.     Saran

Makalah yang disajikan oleh penulis sebagai panduan untuk dapat kiranya lebih dipahami oleh pembaca tentang isi-isi dalam makalah ini. Penulis menyarankan kepada pembaca agar tiap-tiap sub atau bagian dari karya ini tentunya dapat dikoreksi untuk bisa menyempurnakan Makalah ini, sebagai sebuah karya yang dapat memeberikan pemahaman yang lebih jelas atau mudah dipahami oleh para pembacanya.





Daftar Pustaka

·         http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/kajian-tafsir-ayat-zakat.html
·         http://quran.com/9/













MAKALAH
Tafsir muamalah
“SURAH AT-TAUBAH AYAT 103”
UIN.jpg

Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Tahun Akademik 2013/2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan okehadirat Allah Swt, karena atas berkat limpahan rahmat-Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai sebuah panduan untutk dapat memberikan pemahaman tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103

            Beigutu pun shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, Nabi sebagai rahmatan lil alamin di alam semesta.

            Penulis tentunya berharap bahwa dengan hadirnya karya ini dalam bentuk makalah diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103 sebagai tambahan pemahaman dalam pendidikan masa kini. Penulis pula tak lupa menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan masih terdapat banyak kekurangan ataupun isi yang diberikan tidak sesuai yang diharapkan oleh pembaca.
           
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran sekiranya di dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan dan kesalahan sehingga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

                              Samata, Gowa. 13 Mei 2014

Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.        LATAR BELAKANG
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa, fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.        RUMUSAN MASALAH
1.      bagaimana ayat, terjemahan, dan kosa kata  Q.S At-Taubah ayat 103?
2.      Bagaimana Asbabun Nuzul Q.S At-Taubah ayat 103?
3.      Bagaimana Munasabah Q.S At-Taubah ayat 103?
4.      Bagaimana tafsir dan hikmah Q.S At-Taubah ayat 103?

C.        TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui ayat, terjemahan, dan kosa kata Q.S At-Taubah ayat 103.
2.      Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Q.S At-Taubah ayat 103.
3.      Untuk mengetahui Munasabah Q.S At-Taubah ayat 103.
4.      Untuk mengetahui tafsir dan hikmah Q.S At-Taubah ayat 103.
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Ayat, Terjemahan dan Kosa Kata dari Q.S At-Taubah ayat 103

9:103

Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(at-Taubah: 103)

Kosa Kata :
 ambillah : خُذْ 



dari :  مِنْ 




 sebagian harta mereka : أَمْوَٰلِهِمْ


Sedekah : صَدَقَةً


kamu membersihkan mereka : تُطَهِّرُهُمْ 


dan kamu mensucikan mereka : وَتُزَكِّيهِم


dengannya : بِهَا





dan doakanlah : وَصَلِّ


atas mereka : عَلَيْهِمْ


sesungguhnya : إِنَّ


doa kamu : صَلَوٰتَكَ


ketentraman : سَكَنٌ


bagi mereka : لَّهُمْ


dan Allah : وَٱللَّهُ


 Maha Mendengar : سَمِيعٌ



Maha Mengetahui :  عَلِيمٌ


2.      Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka  mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka.  Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.
Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.

3.       Munasabah ayat
 Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً ) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan ayat ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan  adalah jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena  pengakuan tidak  terbukti kecuali dengan  bukti, dengan ujian seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang yang dusta.

4.   Tafsir dan Hikmah Q.S At-Taubah ayat 103.
a.      Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka).,  Yakni, Wahai Rasul dan setiap pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. Dengan zakat itu kamu membersihkan mereka dari penyakit kikir dan rakus. Dengan zakat itu juga kamu mensucikan jiwa mereka, menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas. (التزكية/mensucikan) : berarti membersihkan dengan  ekstra. Atau dalam arti memperkembangkan  harta dan keberkahannya. Yakni, Allah swt menjadikan berkurangnya harta karena dikeluarkan zakatnya  sebagai sebab berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة من مال/Harta tidak akan berkurang lantaran sedekah “.
Menurut al-Hasan al-Bashri yang dimaksud  dengan shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib. Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ ) adalah seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
      Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat  adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها            ), yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan mengambil sedekah tersebut.
Jashshash berkata : Yang benar adalah yang dimaksud dengan shadaqah dalam ayat ini yaitu zakat wajib; karena tidak ada keterangan yang pasti  bahwa Allah mewajibkan kepada mereka, tidak kepada yang lain,  shadaqah selain zakat harta. Jika tidak ada hadits tentang hal itu, maka yang nampak adalah bahwa mereka dan orang-orang yang lain sama dalam hukum dan ibadah, dan bahwa mereka tidak dikhususkan dengan shadaqah wajib tersebut, tanpa diwajibkan kepada yang lain.  Juga jika yang dikehendaki ayat itu adalah shadaqah wajib bagi seluruh manusia karena mereka sama dalam hukum kecuali ada dalil yang mengkhususkannya, maka  mestinya shadaqah ini wajib bagi semua orang, tidak dikhususkan kepada kaum tertentu saja. Apabila hal ini telah nyata, maka shadaqah yang diwajibkan itu adalah zakat wajib, karena pada harta orang-orang lain tidak ada kewajiban selain zakat wajib.
Sedangkan firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), tidak menunjukkan bahwa itu shadaqah yang menghapuskan dosa selain zakat wajib, karena zakat wajib juga dapat membersihkan dan mensucikan orang yang menunaikannya. Seluruh orang mukallaf membutuhkan yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka. Teks  ayat ini walaupun khusus bagi Rasul dan mempunyai sebab khusus, namun bersifat umum bagi para khalifah dan para pemimpin sesudahnya. Oleh karena itu Abu bakar ash-Shiddiq dan para sahabat yang lain memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dari kalangan suku-suku Arab sampai mereka membayar zakat kepada khalifah sebagaimana mereka membayarnya kepada Rasulullah saw.
Abu bakar ash-Shiddiq berkata : (واللّه لو منعوني عقالا- أو عناقا- كانوا يؤدونه إلى رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم، لأقاتلنهم على منعه/Demi Allah, jika mereka enggan menyerahkan kepadaku satu ekor saja yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah saw, niscaya aku perangi mereka karena enggan membayar zakat).
(وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ) : yakni doakan, mohonkan ampunan untuk mereka, dan sayangi mereka, karena doa dan permohonan ampunanmu merupakan ketenangan dan ketentraman bagi hati mereka bahwa Allah telah memberikan taubat bagi mereka. (الصلاة) dari Allah terhadap hamba-Nya adalah rahmat; dari Malaikat adalah istighfar; dan dari orang-orang yang beriman adalah doa.
(وَاللَّهُ سَمِيعٌ ) : Yakni Allah Maha mendengar pengakuan terhadap dosa yang mereka lakukan dan doa yang mereka panjatkan. Maha Mendengar terhadap doamu, pendengaran penerimaan dan pengabulan doa.
(عليم) : yakni, Allah Maha Mengetahui hati dan keikhlasan mereka dalam taubat dan membayar zakat. Maha Mengetahui kebaikan dan kemaslahatan untuk mereka. Karena zakat dapat membersihkan jiwa, menyebabkan Allah ridha, dan dapat menjaga harta.
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
Yang disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan kebaikan. Dalam kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin mempunyai, mencari makanan, dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink tersebut bahkan dikobarkan, tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari didapat itu diserahkan kepada yang lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin. Bukan anjuran, bukan sunnat saja, dan bukan hanya belas kasihan, tetapi kewajiban dan menjadi salah satu dari tiang rukun Islam.    
Setelah Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka sebagai sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh ialah bukti dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran (shiddiq) dan dia pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah, tumbuh, bertambah, suci, dan baik. Maksud perintah Tuhan menyuruh mengambil dari sebagian harta mereka itu sebagai sedekah dalam ayat ini adalah guna membersihkan dan mensucikan mereka.Zakat menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh karena itu Imam Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah; berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah dan infak lebih luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga berarti pemberian yang sunnah saja.
Hamka menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.

2.Dilarang melakukan riba dan segala macam perjudian.

3.Dilarang menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan  orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang terdapat pada bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal
.
4.    Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
   
5.    Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas perak dan perniagaan.  Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan lima persen)  dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang ternak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.

6.    Perbelanjaan istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.

7.    Wajib membela orang-orang yang kesusahan, memberi makan  dan penginapan, kecuali terhadap  penjahat.

8.    Menjadi kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.

9.    Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma, hibah,  hadiah, dan sebaginya).

10.    Dicela keras boros,  royal dan tabdzir berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan kikir. Dinyatakan bahwa semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan, baik untuk dirinya sendiri atau ummat dan negara.

11.    Dibolehkan ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan syarat tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit bagi diri atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).

12.    Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri dan keluarganya.

13.    Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang sabar.

Selanjutnya dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a Nabi SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau zakat itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih payah mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah dengan muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir. Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang baikk itu.
Dalam penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha mengetahui”Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya dengan shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar, artinya shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya – yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara yang baik dan yang buruk.
Dan Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu. Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya mengambil manfaat karena izin Allah, sekarang dia belanjakan kepada jalan yang diridhoi oleh Allah yeng empunya dia.

b.      Hikmah Surah
1.   Kewajiban mengambil zakat untuk mensucikan jiwa, mengembangkan dan     mendapatkan keberkahan harta. .
2.   Mengeluarkan zakat, merupakan bukti kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
3.   Dalam menilai perbuatan baik orang lain, kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan orang-orang mengeluarkan zakat. Doa Rasululla saw adalah syafaat dan menimbulkan ketenangan.










BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba. Karena zakat merupakan ibadah yang memiliki dua hal utama dalam  dimensi kehidupan: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.     Saran

Makalah yang disajikan oleh penulis sebagai panduan untuk dapat kiranya lebih dipahami oleh pembaca tentang isi-isi dalam makalah ini. Penulis menyarankan kepada pembaca agar tiap-tiap sub atau bagian dari karya ini tentunya dapat dikoreksi untuk bisa menyempurnakan Makalah ini, sebagai sebuah karya yang dapat memeberikan pemahaman yang lebih jelas atau mudah dipahami oleh para pembacanya.





Daftar Pustaka

·         http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/kajian-tafsir-ayat-zakat.html
·         http://quran.com/9/













Tidak ada komentar:

Posting Komentar