Kisahku
ketika Ospek di SMAK St. Thomas Aquinass,Waitabula. Nusa Tenggara Timur
Hay
sobat, hari ini aku mau cerita-cerita nih mengenai kisah masa-masa awal SMA ku
tiga tahun silam. Aku tau ingatan manusia itu terbatas, jadi kisah-kisah ku ini
hanyalah satu, dua atau tiga dari sekian ribu kisah yang pernah aku alami. Langsung
saja yah, usai menerima surat tanda lulus SMP aku melanjutkan studi ku di SMA
katolik st. Thomas Aquinas. Awalnya aku masih bingung memilih sekolah mana yang
akan aku tuju tetapi setelah berbincang-bincang dengan guru SMP ku mereka
menyarankanku untuk mendaftar di sekolah tersebut, lagi pula memang benar hanya
sekolah itu saja yang sangat popular dan di segani orang-orang sekitar pada
saat itu. Ya sudah, aku iakan saja..yaa meskipun sedikit terpaksa karena memang
background sekolah tersebut bertolak belakang dengan keyakinan yang aku anut.
Tapi yaa sudahlah, lagi pula menuntut ilmu di tempat yang tak lazim bukan berarti aku mau atau harus
mengikuti keyakinan tersebut.
Kisahku
dimulai ketika aku hendak melangkahkan kakiku di gerbang sekolah tersebut, aku
di sambut oleh sebuah tulisan gerbang SMAK St Thomas Aquinass dengan lambang
kebesaran sekolah tersebut. Awalnya aku tertegun melihat gerbang tersebut
dengan lambangnya yang benar-benar bernuansa katolik, namun setelah beberapa
lama kemudian aku beranikan diriku untuk melangkah memasuki kompleks sekolah
tersebut. Aku berjalan-jalan di koridor-koridor sambil memperhatikan situasi
sekelilingku. Aku merasa nyaman berada di tempat ini, Sejuknya udara perbukitan
membuatku serasa tinggal di daerah pedalaman, hijaunya pohon-pohon yang membuat
mata terasa lebih rileks, kesunyian dan
keheningan yang membuat aku lebih dapat berkonsentrasi. Akhirnya namaku di panggil, usai mengambil
formulir di ruang tata usaha dan mengisinya formulir tersebut aku kembalikan
lagi kepada guru yang bersangkutan. Tidak ada hal istimewa yang terjadi padaku
selama awal pendaftaran.
Hari
yang di tunggu-tunggupun akhirnya tiba, hari dimana para calon pelajar merasa
was-was dan tegang mencari nama mereka dari sekian ratus daftar nama calon
pelajar yang di terima di sekolah ini. Sejak awal aku yakin kalau aku memang di
terima di sekolah ini, aku yakin kalau nilai ujian nasional dan ujian tertulis
yang aku kerjakan kemarin-kemarin untuk dapat menjadi salah satu dari ribuan
murid ini membuahkan hasil yang bagus. Alhamdulillah, setelah menyakinkan
mataku di hadapan selembar kertas yang di tempel di dinding depan perpustakaan
aku merasa bahwa keyakinan ku selama ini memang benar adanya. Syukur
Alhamdulillah aku di tempatkan di kelas XIA yang menurut kabar burung merupakan
kelas dimana para guru mempertimbangkan masing-masing siswa entah itu dari segi
prestasi maupun akademiknya, yaa bisa di bilang tempat tersebut merupakan
tempat perkumpulan para pelajar dengan nilai yang cukup memuaskan.
Keesokan
harinya kami para calon pelajar di suruh berkumpul di sebuah gedung yang
ukurannya tidak terlalu luas, kami di bina dan perkenalkan bagaimana kondisi
sekolah dan apa-apa saja peraturan yang harus kami di taati di sekolah ini. Aku
yang saat itu sedang mengenakan kaos oblong itu duduk di kursi paling belakang
dekat dengan jendela, sebenarnya aku tidak suka duduk di bagian belakang tapi
karena dekat dengan jendela akhirnya aku memutuskan untuk duduk di tempat itu,
aku merasa jenuh di tempat itu jadi sesekali ku tolehkan wajahku melihat para
senior yang sedang berlalu-lalang di sekitar pohon. Di menit menit terakhir aku
putuskan untuk membuka telepon untuk berkirim pesan dan bermain game, tiba-tiba
salah seorang senior mendatangiku sambil menanyakan namaku, sontak aku
terkaget, kupikir ia akan menegurku karena tak acuh dengan materi-materi yang
di berikan, lama berpikir akhirnya ku katakan padanya namaku, ia hanya mengangguk dan pergi
meninggalkanku sembari bergabung kembali dengan teman-temannya. Usai acara
tersebut akupun pergi menemui sahabat karibku semasa SMP yang memang dengan
sengaja mendaftar di sekolah yang sama denganku, kukatakan padanya peristiwa
yang aku alami pagi tadi, ia dengan santai hanya berpesan padaku agar aku
hati-hati dan harus menghindar jika bertemu para senior. Aku hanya bisa
menghela napas sambil mengkhayalkan kesulitan-kesulitan apa saja yang mungkin
akan aku alami jika berpapasan untuk yang kedua kalinya dengan senior itu.
Ospek
hari pertama yang paling tidak di sukai pelajar barupun tiba, hari pertama
dimana para senior dan panitia osis turun langsung kelapangan untuk
memerintah dan mendisiplinkan kami. Kami dipisah menjadi beberapa kelompok dengan
tiga orang mentor, ketika sedang berbaris, aku melihat seorang senior sedang
bermondar-mandir menelusuri barisan para pelajar sambil membaca lembaran kardus
yang bertuliskan identitas mereka, aku hanya melirik beberapa kali karena
merasa masih ada hal lain yang lebih penting aku saksikan, ialah komentar dan
himbauan mentorku. Sesekali kembali ku tolehkan wajahku pada sosok seorang
wanita yang masih berlalu-lalang di sekitar barisan, sontak aku terkaget ketika
ia membalikkan wajahnya ke arahku, dengan reflex ku sembunyikan wajahku di
antara bahu-bahu teman di sebelahku. Aku tak habis pikir ternyata ia
benar-benar mencariku di waktu ospek. Sesekali kutolehkan kembali wajahku untuk
mencari tau apakah ia masih ada di tempat itu atau tidak, tidak ku sangka
ternyata ia berada tepat di belakangku. Aku yang saat itu gugup hanya dapat
pasrah dengan apa yang akan di lakukan olehnya jika benar dia menemukanku. Pada
detik itu aku hanya beruntung, ia meneruskan langkahnya ke barisan bagian depan
tanpa menghiraukan kehadiranku, sepertinya ia telah lupa dengan wajahku. Maklum
ketika saat itu rambutku masih dalam keadaan terikat jadi sepertinya ia tidak
ingat wajahku dengan kondisi rambutku yang dalam keadaan terurai. Kulihat ia
sedang berbicara dengan mentorku, selang beberapa menit setelah kepergiannya
mentorku menghampiri kami sambil melihat atribut yang kami kenakan. Setelah
membaca identitasku mentorku masih terlihat kebingungan, ia melanjutkan
langkahnya menuju ke barisan paling depan, kulihat seorang mentor lain
menhampiri mentorku sambil bercakap-cakap, kemudian mentorkupun kembali menuju
ke barisanku, aku kaget ketika ia menyebutkan namaku tapi sepertinya ia masih
bingung siapa sebenarnya pemilik nama tersebut terlihat dari wajahnya yang
selalu menoleh tak tentu arah, spontan akupun bersuara sambil mengangkat
tanganku, ku katakan padanya bahwa akulah si pemilik nama tersebut, ia hanya
terkejut melihatku tak disangka ternyata orang yang selama ini dia cari
ternyata berada tepat di hadapannya.
Selang
beberapa saat kemudian senior yang pernah menanyakan namaku pun muncul, ia
menatap sinis wajahku sambil memastikan apakah akulah orang yang ia maksud atau
bukan, aku hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan sambil menengadahkan
wajahku ke tanah, ia membentakku agar melihat wajahnya tidak ketinggalan
teman-temannya turut ambil bagian untuk menertawakanku. Ingin rasanya aku
memberontak saat itu, tapi apa dikata aku hanyalah seorang pelajar baru yang
ingin menjadi bagian dari keluarga besar ini, kukekang keinginanku tersebut dan
kulakukan hal-hal yang ia perintahkan kepadaku seperti menari dan bernyayi.
Merasa jenuh dengan hal tersebut iapun menyuruhku untuk mempraktekkan bagaimana
caranya seekor unta menguap. Aku hanya tertegun sambil berkata bahwa aku tidak
pernah melihat seekor unta menguap, bagaimana bisa aku praktekkan sedangkan aku
saja belum pernah melihatnya meskipun hanya sekali. Oh iya aku lupa ceritakan
bahwa masing masing peserta diberikan nama samara, entah itu nama tumbuhan,
benda, bahkan nama hewanpun ada, nama samara identitasku saat itu adalah Unta,
yaaup nama tergaul pemberian seorang panitia ospek yang paling tampan dan
paling bersinar di antara para panitia cowok lainnya; aku kenal orang ini, dia
kakak seniorku sewaktu di masa SMP dulu, ia sering duduk di tempat jualan
ayahku sambil memperhatikanku., tidak aku hiraukan karena saat itu aku tidak
punya pikiran lain terhadap orang itu, kupikir ia hanya kurang kerjaan, jadi
menghabiskan waktu luangnya dengan duduk bersantai santai di tempat duduknya.
Oke aku lanjutkan cerita yang sebelumnya ya, setelah mendengar perkataan ku
tadi senior itu terdiam sebentar, lalu dengan suara kerasnya ia menyuruhku
untuk menyimak apa yang sedang ia prakterkkan, Sontak aku tertawa lepas melihat
gerak bibir ala unta menguap yang di praktekkan senior tersebut, iapun terkaget
mendengar pecahan suaraku, dengan nada suara yang tinggi ia menyuruhku untuk
diam. Ia memang seketika mulutku langsung terdiam, tapi tidak dengan badanku yang
terus bergerak-gerak menahan tawa yang menyesakkan dada. Teman-teman senior
lainnya yang saat itu melihat kelakuankupun datang menghampiriku, mereka
berbondong-bondong menyudutkanku sambil memarahiku karena telah mempermainkan
kakak tadi, langsung saja mereka menyuruhku untuk mempraktekkan seperti yang di
praktekkan oleh kakak senior tadi. Apa boleh buat, aku hanyalah minoritas saat
itu, dengan berat hati terpaksa ku praktekkan bagaimana cara unta menguap, lalu
merekapun berbalik menertawakanku dan entah kenapa akupun ikut tertawa pada
saat itu. Entahlah apakah pada saat itu aku menertawakan senior yang
menertawakanku atau mungkin aku hanya menertawakan diri ku sendiri. Mereka semua
marah kepadaku, mereka menyuruhku untuk kembali diam dan tiba-tiba bel
pengiring berbunyi, terlihat para pelajar lainnya sedang sibuk mengemasi
atribut mereka, dengan sigap aku berlari di antara kerumunan pelajar sambil
melambaikan tanganku pada para senior. Salah satu dari mereka menunjuk ke
arahku. Usai melihat adegan itu akupun tak berani menolehkan pandanganku kearah
mereka, dan ketika tiba waktunya seluruh para mahasiswa baru di bubarkan dengan
cepat ku ambil tas dan menjadi orang pertama yang keluar dari pintu gerbang.
Ospek
hari keduapun di mulai. Pagi itu aku bangun terlambat, dengan tergesa-gesa ku
kenakan semua atributku sambil berlari keluar rumah mencari ojek dengan memakan
sepotong kue di tanganku. Ketika di perjalanan tak terlihat satupun pelajar
yang masih berjalan kaki, aku semakin merasa takut karena ku pikir mungkin
hanya aku satu-satunya pelajar yang terlambat saat itu. Kuputuskan untuk alpa
dan bersembunyi di rumah temanku yang kebetulan minta ijin karena sakit, tapi
seketika aku berubah pikiran ketika kulihat ternyata masih ada orang lain
selain diriku yang terlambat. Akhirnya akupun turun dari sepeda motor, kami di
hadapkan pada senior yang memang khusus menjaga pintu gerbang, kami yang
pelajar putri hanya di suruh untuk berjongkat-jongkat sambil menyanyikan lagu
bebas sedangkan yang putra di suruh lari keliling lapangan sambil memungut
sampah. Aku tau ini memang pantas kami dapatkan karena telah melanggar
peraturan yang di terapkan di sekolah berdisiplin ini. Usai itu kamipun berbaur
dengan barisan lainnya untuk mengikuti petunjuk selanjutnya dari para mentor.
Tak lama kemudian masing-masing para mentor mengarahkan kami untuk melakukan
pemanasan, Pada hari itu kami semua memang di minta untuk memakai baju
olahraga, kupikir kami hanya bersenam saja ternyata tidak…, kami di suruh
berbaris dan berlari meninggalkan sekolah menuju ke lapangan Karitas dekat BHK.
Aku bersyukur pada saat itu penyakit asam lambungku tidak muncul sehingga aku
bisa berlari bebas tanpa ada hambatan yang berarti. Sesampainya disana kami di
suruh latihan baris-berbaris dan berganti-gantian menjadi pemimpin barisan
dalam memberikan aba-aba. Sesekali kami putuskan untuk beristirahat sebentar
karena cuaca saat itu memang benar-benar sangat cerah, sinar matahari tepat serasa
berada di atas kepala sambil masuk menusuk pori-pori tubuh kami. Karena terlalu
seriusnya kami tidak terasa hari sudah beranjak senja, dengan wajah yang kusam,
keringat yang terus mengalir dan baju yang seolah-olah baru dicuci dengan
campuran pewangi alami kami di kumpulkan kembali dalam bentuk barisan bersaf
dan kembali di berikan petunjuk agar kembali besok pagi ke sekolah untuk
mengikuti ospek yang terakhir kalinya. Entah saat itu aku harus bergembira atau
tidak karena penderitaan ini akan berakhir, yang terlintas di pikiranku saat
itu hanyalah air.. cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau
yg terdapat dan diperlukan dl kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yg secara
kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen,
benda cair yg biasa terdapat di sumur, sungai, danau yg mendidih pd suhu
100o C.
Akhirnya
hari terakhirpun tiba, hari dimana para senior mencurahkan semua keluh
kesalnya, keisengannya dan lainnya kepada para junior,. Seperti biasanya, hari
itu aku terlambat lagi, tetapi kali ini bukan hanya beberapa saja yang
terlambat melainkan setengah dari total seluruh junior tersebut, sepertinya
kami semua benar-benar kelelahan sehingga janjian untuk datang terlambat.
karena jumlah kami yang terlalu banyak para panitia ospek tidak memberikan kami
hukuman, karena kalaupun harus di berikan hukuman itu akan benar-benar
membutuhkan waktu yang lama agar semuanya terealisasi dan pastinya akan sangat
menguras waktu. Kamipun berbaris sambil mendengarkan sambutan dari ketua osis
dan pidato selamat datang yang di utarakan oleh kepala sekolah. Senyum dan tawa
kami ternyata hanya terjadi pada saat berhadapan dengan kepala sekolah, setelah
waktu sepenuhnya di serahkan kepada para senior satu persatu dari kamipun mulai
di panggil oleh beberapa senior. Tentu saja para junior yang biasanya di
panggil itu bukan asal panggil dan di kerjain, selalu ada alasan kenapa seorang
senior menargetkan para junior lainnya, entah itu karena kecantikannya,
ketampanannya, keberaniannya melawan senior bahkan ada pula yang karena pasrah
dan pendiam menjadi mangsa empuk para senior. Sudah aku perkiran hal ini akan
terjadi, jadi kuputuskan untuk bersembunyi di toilet sekolah sambil
mendengarkan beberapa lagu. Selang beberapa lama Aku mulai jenuh dengan
aktivitasku saat itu jadi kuputuskan untuk keluar sambil melihat-lihat
kehebohan apa yang di lakukan oleh junior-junior lainnya. Ketika melangkahkan
kakiku keluar dari pintu toilet pemandangan yang sungguh luar biasa tertangkap
oleh lensa mataku. Koridor dan lapangan-lapangan yang saat sebelumnya sepi dan
sunyi kini bagaikan pasar central yang lagi musim tahun baru, aku hampir tidak
bisa membedakan yang mana senior dan yang mana yang bukan, semuanya berbaur.
Kulangkahkan satu persatu kakiku di koridor sambil melihat-lihat di dalam
jendela ruang kelas, tampak terlihat para senior sedang menyuruh para junior
bernyanyi, menari dan menirukan berbagai macam ekspresi, aku yang hanya melihat
dari luar kaca saja tertawa tidak kepalang apalagi mereka yang melihat langsung
ekspresinya. Kulanjutkan langkahku menuju ruang lainnya, tampak beberapa junior
sedang menyapu dan membersihkan kaca sambil di jaga oleh beberapa senior. Tanpa
sengaja senior tersebut menoleh kearahku yang saat itu hanya mengintip-intip
kegiatan mereka lewat jendala, ia memanggilku untuk ikut membantu tapi aku
pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan menjauhi jendela tersebut. Ia pun
keluar dan menuju kearahku. Untuk mengantisipasi agar aku tidak di jadikan
bahan lelucon spontan aku langsung berkata kepada senior tersebut bahwa aku
sedang di suruh oleh kepala sekolah untuk memanggil kak cindy (nama yang tidak
aku tahu siapa pemiliknya), iapun percaya dan membiarkanku lewat. Ku teruskan
langkahku sambil melihat kearah taman-taman dan lapangan sekolah, Nampak
temanku sedang di kerjain oleh senior, ia disuruh untuk merayu sebuah pohon
kering dan akan di lepaskan oleh senior tersebut jika pohon tersebut
menunjukkan pucuk pertamanya., aneh… ada yang di suruh oleh senior untuk
berteriak keliling lapangan dengan ungkapan saya orang gila, bahkan ada lagi
yang di suruh untuk memanjat pohon dan parahnya lagi sampai-sampai beberapa
teman-teman putrid sampai menangis terisak-isak karena di kerjain. Kata
beberapa senior kenalanku ini hanyalah keisengan kecil, tidak sebanding dengan
apa yang pernah mereka rasakan di waktu itu.
Lalu kuteruskan langkahku dan tiba-tiba
seseorang memanggilku dari belakang, ialah sahabat ku ketika masih SMP,
kutanyakan kepadanya apa yang bisa ku bantu, ia hanya berkata padaku bahwa
beberapa senior sejak tadi mencariku kemana-mana. Aku terkaget dan bingung
kenapa mereka masih sempat-sempatnya mengingat dan mencariku. Apa sebenarnya
yang mereka inginkan dariku. Tiba-tiba salah seorang senior yang memberikanku
samaran unta datang menghampiriku. Ia menyuruhku untuk mengikutinya,
berkali-kali ku tanyakan kemana aku akan di bawa, ia hanya diam sambil
mengacuhkan pertanyaanku. Kamipun tiba di ruang kelas lainnya, ia menyuruhku
untuk mengemis cinta kepada senior yang lumayan tampan sambil meminta nomer
hpnya, ku katakan padanya bahwa aku
tidak menyukai senior itu, jadi bagaimana mungkin aku harus
mengemis-ngemis cintanya. Mendengar pernyataan ku tadi senior itupun langsung
menyuruhku duduk, kami terdiam beberapa saat. Senior yang tidak jadi ku rayu
tiba-tiba memecahkan keheningan, ia hanya membertahukanku ukuran sepatunya,
langsung ku katakan berapa ukuran sepatunya kepada senior pemberi samaran unta.
Akhirnya ia membiarkanku pergi meski dengan ketidak ikhlasan. Setelah sampai di
kelas ku, aku langung berfikir apakah aku saat itu sangat tidak sopan atau
sebaliknya. Aku pasrah apakah aku akan menjadi orang yang di benci para senior
ataupun tidak.
Setelah
sibuk mengerjakan pekerjaan office girls di kelas, kamipun di ijinkan pulang
oleh para guru. Aku bersyukur bahwa hari yang begitu panjang dan di penuhi oleh
dinamika kehidupan ini akhirnya usai.
Selang
beberapa hari kemudian senior yang memberikanku samaran unta menyatakan perasaannya
kepadaku, ku kira temannyalah yang akan mengungkapkan pernyataan itu tapi
ternyata justru dia, orang yang paling tidak ku suka lihat caranya menebar
pesona dan selalu ku cap sebagai cowok playboy. Butuh 2 minggu kuputuskan
apakah aku menerima cintanya atau tidak, slama 2 minggu itu pula mantan si
cowok tadi terus mendorongku untuk menerima cintanya.. entah kenapa mantan si
cowok ini sangat setuju kalau aku benar-benar jadian dengannya. Aku bingung
padahal merekalah yang lebih serasi kelihatannya. Akhirnya kuputuskan untuk
menerima cintanya. Tapi dengan syarat kalau hubungan kami ini tidak boleh merembes
ke seluruh penghuni sekolah.
Tak
disangka ternyata gossip tentang kami merebes ke seantero penghuni sekolah,
teman-teman kelasku selalu memanggilku dengan nama cowok itu dan pastinya aku
sangat tidak merasa nyaman dengan hal itu. Aku yang saat itu jarang sekali
bergaul tiba-tiba mempunyai banyak sekali teman, bahkan aku sangat popular dan
menjadi bahan perbincangan para senior. Ketika pulang sekolah aku sering di sapa
oleh orang-orang yang tidak aku kenal. Memang menjadi popular itu menyenangkan,
hanya saja bukan karena prestasiku melainkan karena menjadi pacar senior yang
cool di sekolah itu. Selang beberapa hari kemudian, entah kenapa aku mulai
merasa bahwa aku harus mengakhiri kisah asmaraku dengan senior itu. Akhirnya
kuputuskan ia dengan cara yang sering di lakukan oleh para pecundang, melalui
pesan singkat. Aku tahu saat itu aku memang benar-benar seorang pecundang. Aku
tidak tau apakah dia membacanya atau tidak, karena tidak ada balasan yang aku
terima dari pesan itu, jadi aku anggap saja kalau ia juga setuju untuk
berpisah. Saat itu aku benar-benar sangat egois, aku tahu kalau dia seperti
menjauhiku bukan karena hal lain melainkan ujian nasional dan masuk tes
perguruan tinggi yang akan ia jalani. Hanya saja aku tidak tahan kalau terus-terus di acuhkan seperti
itu. Jadi ya berpisah merupakan pilihan
terbaik yang harus ku pilih.
Selang
beberapa hari kemudian orang-orang masih memanggilku dengan nama mantanku,
rupanya mereka belum tahu bahwa kami telah putus, situasi ini tak berlangsung
lama. Seiring berjalannya waktu mereka mulai melupakan hal itu. Dan mulai saat
itu kehidupanku kembali berjalan normal seperti biasanya.
Aku
tidak tau mengapa aku bisa terilhami untuk menuliskan kisah ku ketika awal
masuk SMA ini dan ketika Opak pada kertas tanpa noda ini. Aku Cuma berharap
bahwa pengalaman yang aku bagikan ini bisa menghibur orang-orang di sekitarku. Dan
apabila ada khilaf ataupun ada yang merasa tersinggung akan hal ini aku mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Karena memang aku hanya manusia biasa yang tidak
terlepas olehnya. Syukroon ya buat teman-teman yang telah membaca pengalamanku
ini. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar