Makalah
Ilmu Hadis
Sejarah
Pembukuan periode mutaqaddimin,
modifikasi
hadis periode mutaakhkhirin
dan
penelitian hadis periode kontenporer
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN
Alauddin Makassar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Qur’an dan
kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi
sumber tersebut. Al-Qur’an sejak awal diturunkan sudah ada perintah
pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan.
Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga
pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah
literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad
SAW. Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya,
dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan
secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H.,
islam merasakan kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap
sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya umat merasakan
otoritas. Hanya Al-Qur’an satu-satunya sumber informasi yang tersedia untuk
memecahkan berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah umat islam yang
masih muda itu, wahyu-wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan
baik, dan belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika Nabi
Muahammad SAW. wafat. Wahyu-wahyu dalam Al-Qur’an yang sangat sedikit sekali
mengandung petunjuk yang praktis untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum
dalam berbagai aktivitas. Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan
semangat Nabi, meskipun terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka.
Namun, setelah beberapa lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang tidak
dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka mulai menjadikan sunnah, seperti
yang merupakan kebiasaan perilaku Nabi sebagai acuan dan contoh dalam
memutuskan suatu masalah. Sunnah yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan
sahabat tersebut dijadikan sebagai bagian dari referensi penting setelah
Al-Qur’an. Bentuk-bentuk kumpulan hafalan inilah yang kemudian disebut dengan
hadits.
B.
Rumusan Masalah
Untuk menghindari adanya
kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi
masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya :
1. Bagaimana pembukuan hadis periode
mutaqaddimin?
2. Bagaimana modifikas
i hadis periode mutaakhkhirin?
3. Bagaimana penelitian hadis periode kontenporer?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalaha sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pembukuan
hadis periode
mutaqaddimin
2. Untuk mengetahui bagaimana modifikasi hadis periode mutaakhkhirin
3. Untuk mengetahui bagaimana penelitian hadis periode
kontenporer
D.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam
penulisan makalah ini yaitu menggunakan metode studi literature, dimana sumber
yang digunakan menggunakan sumber pustaka(buku) dan hasil browsing dari
internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pembukuan hadis periode mutaqaddimin
Yang dimaksud dengan mutaqaddimin adalah periode yang
berada anatar fase abad I hingga III hijriyah yang dimulai dari masa
awal hijrahnya Rasulullah saw hingga masa tabi’in, masa ini kemudian
diistilahkan oleh para ulama dengan al-Quruan
al-Mufaddalah (abad yang dimuliakan). Pembukuan hadis pada
masa mutaqaddimin terjadi dimulai pada abad akhir
ke II H.
Hadis pada masa Rasulullah
saw. dan khulafa’ al-rasyidin belum
dibukukan secara resmi (tadwin). Hal
itu erat kaitannya dengan larangan penulisan selain al-Qur’an oleh Rasulullah
saw. meskipun terdapat juga hadis yang membolehkan penulisannya.
Hadis
yang melarang penulisan misalnya adalah:
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّى وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ
عَلَىَّ – قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ – مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Dari
Abi Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw. bersabda “Jangan menulis dariku,
barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an,
hendaklah diamenghapusnya. Riwayatkanlah apa yang datang dariku tanpa ada
dosa, dan barang siapa yang berdusta atas diriku secara sadar, maka hendaklah
dia menyiapkan tempatnya di neraka.
Sedangkan hadis yang membolehkan penulisan hadis adalah:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، قَالَ : كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ
مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي
قُرَيْشٌ عَنْ ذَلِكَ ، وَقَالُوا : تَكْتُبُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا ؟ فَأَمْسَكْتُ ، حَتَّى
ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ :
اكْتُبْ ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ.
Terjemahannya:
“Dari Abdullah ibn ‘Amr berkata: Saya menulis setiap sesuatu yang aku dengar
dari Rasulullah saw. untuk dihafal, lalu orang-orang Quraisy melarangku seraya
berkata: Apakah engkau menulis semua apa yang diucapkan Rasulullah pada waktu
marah dan ridha? Lalu saya diamhingga aku laporkan ke Rasulullah saw. dan
berkata “Tulislah! Demi zat yang aku dalam genggamannya, tak satupun yang
keluar dariku kecuali kebenaran.
Ulama berusaha untuk mempertemukan dan mendamaikan kedua
hadis yang kelihatannya bertentangan satu sama lain dengan beberapa cara:
1.
Hadis Abu Sa’id al-Khudri termasuk hadis
mauquf sehingga tidak layak menjadi hujjah. Sedangkan hadis Abdullah ibn ‘Amr
sahih.
- Larangan penulisan hadis itu terjadi pada awal Islam karena khawatir bercampur baur dengan al-Qur’an, sedangkan hadis yang membolehkan itu me-nasakh hadis sebelumnya.
- Larangan penulisan hadis itu terjadi jika dilakukan dalam satu mushaf dengan al-Qur’an.
- Larangan itu berlaku bagi orang yang kuat hafalannya dan dikhawatirkan beralih ke tulisan, sedangkan izin berlaku yang tidak kuat hafalannya.
- Larangan penulisan hadis berlaku secara umum, sedangkan izin diberikan kepada orang yang tidak dikhawatirkan salah penulisan dan sembrono.
Oleh karena itu, penulisan hadis (al-kitabah al-Hadis) telah terjadi pada masa Rasulullah saw. dan
para sahabatnya. Di antara penulis hadis dari kalangan sahabat adalah
Abu Umamah al-Bahil (10 SH-81 H), Abu Ayyub al-Ansari (w. 52 H), Abu Bakar
al-Syiddiq (50 SH-13 H) dan sahabat-sahabat lain yang jumlahnya mencapai 50-an.
Kemudian pada tingkat tabi’in, muncul juga beberapa
penulis hadis antara lain, Aban ibn Usman ibn ‘Affan (20-105 H), Ibrahim ibn
Yazid al-Nakha’i (47-96 H), Abu Salamah ibn Abd Rahman (32-104 H) dan
tabi’in-tabi’in yang mencapai 100-an. Kemudian dilanjutkan oleh tabi’in muda
dan beberapa pengikut tabi’in.
Pada ketiga masa (abad I-III) penulisan hadis telah
terjadi, namun masih dalam bentuk tulisan-tulisan individu dan belum terpisah
antara satu dengan yang lainnya, mengingat anatara ketiga memiliki bentuk
pembatasan periwayatan. Bentuk-bentuk pembatasan-pembatasan tersebut adalah:
- Pada masa Rasulullah saw terjadi pelarangan penulisan hadis dari beliau saw, karena kekhawatiran tercampurnya al-Qur’an dengan hadis.
- Pada masa Sahabat Nabi saw terjadi pembatasan riwayat disebabkan karen kekhawatiran para KhulafaU Al-Rasyidin umat Islam mengkonsentrasikan diri mencari dan menghafalkan hadis dan mengabaikan al-Qur’an .
- Pada masa Tabi’in periwayatan masih sebatas periwayatan \lisan dan tulisan yang terdapat dalam individu-individu.
Kodofikasi hadis (tadwin
al-hadis) baru terjadi pada akhir masa sahabat yaitu pada saat Umar ibn
Abd al-Aziz menjadi khalifah dari tahun 99 H hingga 101 H. dengan memerintahkan
para gubernurnya dan para ulama untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi karena
khawatir terhadap pembelajaran hadis dan punahnya para pakar hadis.
Sesudah era Umar bin al-Khaththab, tidak ada khalifah
yang merencanakan menghimpun hadis, kecuali khalifah ‘Umar bin Abdul
‘Aziz (w. 101 H/720 M). Walaupun demikian pada era antara Umar bin al-Khaththab
dan Umar bin Abd al-Aziz tidak ada kegiatan sama sekali untuk men-tadwin hadis.
Informasi historis menyebutkan, tidak sedikit, baik di kalangan sahabat Nabi maupun
tabiin yang telah melakukan pencatatan hadis. Akan tetapi pencatatan hadis itu
masih bersifat per-individu, dalam arti belum menjadi kegiatan kolektif yang
mendapat mandat dari pemerintah.
Khalifah Umar bin Abd Aziz yang terkenal berpribadi salih
dan cinta kepada ilmu pengetahuan, sangat berkeinginan untuk segera menghimpun
hadis. Keinginan itu sudah muncul sebenarnya ketika dia masih menjabat sebagai
Gubernur di Madinah (86-93 H), pada masa pemerintahan al-Walid bin Abd al-Malik
(86-96 H).
Keinginan Khalifah Umar bin Abd Aziz untuk
menghimpun hadis diwujudkan dalam bentuk surat perintah. Surat itu dikirim ke
seluruh pejabat dan ulama di berbagai daerah pada akhir tahun 100 H. Isi surat
perintah itu adalah agar seluruh hadis Nabi di masing-masing daerah agar segera
dikumpulkan.
Salah satu surat khlifah dikirim kepada Gubernur Madinah,
Abu Bakr bin Muhammad ‘Amr bin Hazm (w. 117 H/735 M). Isi surat itu ialah:
1. Khalifah merasa khawatir akan punahnya
pengetahuan hadis dan meninggalnya para ahli hadis, dan
2. Khalifah memerintahkan agar hadis yang ada
di tangan ‘Amrah binti Abd al-Rahman dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr
al-Shiddiq, keduanya murid ‘Aisyah dan berada di Madinah, segera dikumpulkan
(di-tadwin). Namun sayang, sebelum Ibn Hazm berhasil menyelesaikan tugasnya,
khalifah telah meninggal dunia. Menurut al-Shiba’I, Ibn Hazm mengumpulkan
lalu menulis hadis hanya yang berasal dari Amrah dan al-Qashim.
Ulama yang berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab
sebelum khalifah meninggal ialah Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri (w.
124 H/742 M). Dia seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam. Bagian-bagian
kitab al-Zuhri segera dikirim oleh khalifah ke berbagai daerah untuk bahan
penghimpunan hadis selanjutnya.
Walaupun khalifah Umar bin ‘Abd al-Aziz telah
meninggal dunia, namun kegiatan penghimpunan hadis terus berlangsung. Sekitar
pertengahan abad kedua hijriyah, telah muncul berbagai kitab himpunan hadis di
berbagai kota. Ulama berbeda pendapat tentang karya siapa yang terdahulu
muncul. Ada yang mengatakan bahwa yang paling awal muncul adalah karya ‘Abd
al-Malik bin ‘Abd al-‘Aziz bin Juraij al-Bishri (w. 150 H), ada yang menyatakan
karya Malik bin Anas (w. 179 H), dan ada yang menyatakan karya ulama lainnya.
Karya-karya tersebut tidak hanya menghimpun hadis Nabi saja, tetapi juga
menghimpun fatwa-fatwa sahabat dan al-Tabi’in.
Karya-karya ulama berikutnya disusun
berdasarkan nama sahabat Nabi periwayat hadis. Karya yang berbentuk
demikian ini biasa dinamakan al-musnad,
jamaknya al-masanid.Ulama yang mula-mula menyusun kitan al-musnad
ialah Abu Daud (w. 204 H). Kemudian menyusul ulama lainnya, misanya Abu Bakr
‘Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi (w. 219 H) dan Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).
Berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis di
atas, ada yang berkualitas shahih dan ada yang berkualitas tidak shahih. Ulama
berikutnya kemudian menyusun kitab hadis yang khusus menghimpun hadis-hadis
Nabi yang berkualitas shahih menurut kriteria penyusunnya. Misalnya, Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 261 H/870 M), dan Muslim bin
al-Hajjaj al-Qusyairi (w. 261 H/875 M). Kitab himpunan hadis shahih karya
al-Bukhari adalah “al-Jami’
al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah SAW wa Sunnatihi wa Ayyamihi” dan
dikenal dengan al-Jami’ al-Shahih atau Shahih Bukhari. Kitab himpunan hadis
shahih karya Muslim berjudul “al-musnad
al-sahih al-mukhtasar min al-sunan bi al-naql al-‘adl ‘an ‘adl rasulullah saw”
dan dikenal dengan sebutan jami’ al-Shahih atau Shahih Muslim.
Di samping itu muncul pula kitab-kitab hadis yang
bab-babnya tersusun seperti bab-bab fiqih dan kualitas hadisnya ada yang shahih
dan ada yang dha’if. Karya itu dikenal dengan nama al-sunan. Di antara ulama
hadis yang telah menyusun kitab al-Sunan ialah ; Abu Daud (w. 275 H), al-Tirmidzi
(w. 279 H), al-Nasa’i (w. 303 H), dan Ibn Majah (w. 273 H).
Karya-karya al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi,
dan al-Nasa’i, di atas disepakati oleh mayoritas ulama sebagai kitab-kitab
hadis standar dan dikenal sebagai al-kutub al-khamsah (lima kitab hadis
standar). Ulama berbeda pendapat tentang kitab standar peringkat keenam.
Sebagian ulama menyatakan, yang keenam itu adalah al-sunan karya Ibn Majah,
sebagian ulama berpendapat kitab al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas dan
sebagian ulama lagi berpendapat kitab al-Sunan karya Abu ‘Abdullah bin ‘Abdul
Rahman al-Damiri (w. 225 H).
Periode ini merupakan periode lahirnya kitab-kitab
riwayah seperti; Mushannaf, muwaththa’, musnad, sunan, shahih sebagaimna yang
telah dijelaskan.
B. Kodifikasi hadis periode
mutaakhkhirin
Ulama yang hidup pada abad
ke 4 H dan seterusnya disebut ulama muta’akhirin atau khalaf (modern) sedang
yang hidup sebelum abad 4 H disebut ulama mutaqaddimin atau ulama salaf
(klasik). Perbedaan mereka dalam dalam periwayatan dan kodifikasi hadis, ulama
mutaqaddimin menhimpun Hadis Nabi dengan jalan langsung mendengar dari
guru-gurunya kemudian mengadakan penelitian sendiri baik matan dan sanadnya.
Sedang ulama mutaakhirin cara periwayatannya dan pembukuannya bereferensi dan mengutip
dari kitab-kitab ulama mutaqaddimin. Oleh karena itu tidak banyak penambahan
Hadis pada masa ini dan berikutnya kecuali sedikit saja dan dari segi pembukuan
lebih sistematik dari pada sebelumnya. Kegiatan pembukuan hadis dalam bentuk
ikhtisar (resume), istikhraj, dan syarah (ulasan).
Diantara
perkembangan buku Hadis pada masa abad IV ialah sebagai berikut:
1. Mu’jam yang ditulis oleh
Sulayman bin Ahmad al-Thabrani (w 360 H) yang terbagi dalam tiga Mu’jamnya
yaitu:
a. Al-Mu’jam al-Kabir,penghimpunan Hadis yang diperoleh
berdasarkan nama sahabat secara abjad, hanya dimuli dari 10 sahabat yang
digembirakan masuk surga oleh Rasulullah. Mu’jam ini memuat kurang lebih
525.000 hadis.
b. Al-Mu’jam
al-Aswath
c. Al-Mu’jam Al-Asghar, kedua Mu’jam yang belakangan ini
menghimpun beberapa Hadis berdasarkan yang diperoleh dari syeiknya yang abjadi,
hanya benruknya yang membedakan antara keduanya. Jika Al-Mu’jam Al-Ausath
tengah-tengah atau sedang, Al-Mu’jam Al-Asghar lebih sederhana. Kitab Mu’jam
seperti kamus ialah penghimpunan hadis didasarkan pada nama musyyaikhnya atau
negeri tempat tinggalnya atau kabilah secara abjadi.
2. Shahih, artinya diantara metode pembukuannya mengikuti
metode pembukuan hadis shahihayn (Bukhari dan Muslim), yaitu sebagai berikut:
a.
Shahih Ibn Hibban
al-Bas’ti (w. 354 H)
b.
Shahih Ibn Khuzaimah
(w.311)
c.
Shahih Ibn Al-Sakan (w.
353 H)
d.
Al-Mustadrak ‘ala
Shahihayn yang ditulis Abi Abdullah Al-Hakim al-Nasyabiri (w.405 H). kitab
Mustadrak Artinya menambah beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam
kitab Al-Bukhari Muslim dan menurutnya dan menurutnya telah memenuhi syarat
keduanya.
3. Sunan,
metode penulisannya sperti kitab sunan abad sebelumnya, yaitu cakupannya
hadis-hadis tentang hukum dan kualitasnya meliputi
hadis-hadis shahih, hasan, dan
dhaif, yaitu sebagai berikut:
a.
Muntaqa Ibn Al-Jarud
(w.307 H)
b.
Sunan Al-Daru Qutni (w.
385 H)
c.
Sunan Al-Baihaqi (w. 458
H), Al-Baihaqi memang wafatnya belakangan akan tetapi umumnya dimasukkan ke
abad 4, karena metode penulisannya yang mirip pembukuan abad 4 H.
4. Syarah,
yakni penjelasan hadis baik yang berkaitan dengan sanad atau matan, terutama
maksud dan makna matan hadis atau pemecahannya jika terjadi kontradiksi dengan
ayat atau hadis, misalnya:
a.
Syarh
Ma’ani Al-Atsar, ditulis oleh Al-Thahawi
(w.321 H)
b.
Syarh
Musykil Al-Atsar, ditulis oleh Al-Thahawi
(w. 321 H)
5. Mustakhraj, metode penulisan istikhraj adalah seorang
penghimpun hadis mengeluarkan beberapa hadits dari sebuah buku hadis seperti
yang diterima gurunya sendiri dengan menggunakan sanad sendiri. Misalnya Mustakhraj
Abi Bakr Al-Isma’ili ‘ala shahih al-Bukhari (w.
371 H)
6. Gabungan
beberapa buku Hadis, yaitu sebagai berikut:
a. Gabungan
dua kitab shahih “al-Jam’u al-Bayn al-Shahihayn” yang ditulis oleh Ismail bin Ahmad yang dikenal dengan Ibn
Al-Furat
b. Gabungan
dua kitab shahih “al-Jam’u al-Bayn al-Shahihayn” yang ditulis oleh Al-Husin bin Mas’ud Al-Baghawi (w. 516
H).
c. Gabungan
lima kitab “al-Tajrid li al-Shahih wa al-Sunan” yaitu gabungan Shahihayn,
muwaththa, dan kitab-kitab sunan selain Ibn Majah, yang ditulis oleh Abi
Al-Hasan Razin bin Muawiyah Al-Sirqisthi. (W. 535 H).
d. Gabungan
enam kitab, “jami’Al-Ushul li Ahadits al-Rasul” yang ditulis oleh Ibn Atsir
Al-Jazari” (w.606 H).
Periode ini di sebut dengan masa pemeliharaan,
penertiban, penambahan dan penghimpunan hadis-hadis Nabi saw. Periode ini terjadi
pada masa dinasti ’Abbasiyah angkatan ke dua yaitu pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah sampai al-Mu’tasim Billah.
Pada periode ini daulah Islamiyyah mulai melemah dan
akhirnya runtuh, tetapi tidak mempengaruhi kegiatan ulama dalam melestarikan
hadis, sebab tidak sedikit ulama pada periode ini menekuni dan
bersungguh-sungguh dalam memelihara dan mengembangkan hadis.
Pada periode ini ulama pada umumnya hanya berpegang pada
kitab-kitab hadis terdahulu, sebab pada IV H hadis-hadis telah terhkodofikasi
dalam bentuk kitab sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu. Kegiatan ulama
yang paling menonjol pada periode ini dalam melakukan pemeliharaan dan
pengembangan hadis Nabi saw yang telah terhipun adalah: mempelajarinya,
menghaflakannya, memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya, dan menyusun
kitab-kitab baru yang dengan tujuan memelihara, menertibkan dan menghimpun
segala sanad dan matan yang saling berhubungan, serta yang telah termuat secara
terpisah dalam kitab-kitab yang telah disusun olehmutaqaddimin.
Para ulama hadis pada periode ini selain
mengumpulkan dan menyusun hadis dalam bentuk musannaf dan musnad juga
menyusun kitab dengan sistem baru seperti Atraf, Mustakhraj, Mustadrak, dan Jami’.
Kitab-kitab yang disusun dalam bentuk-bentuk tersebut
dapat diklasifikasikan berdasarkan penyusunnya sebagai berikut;
1.
Kitab Atraf adalah
kitab yang disusun dengan cara menyebutkan bagian-bagian matan dari hadis-hadis
tertentu kemudian menjelaskan saanad dan matannya, ddianatara kitab-kitab yang
disusun dalam bentuk seperti ini adalah; Atraf al-Sahihaini karya Ibrahim al-Dimasyqi (w. 400
H), Atraf al-Sahihaini karya
Abu Muhammad Khalaf ibnu Muhammad al-Wasti (w. 401 H), Atraf al-Sunani al-Arba’ah karya
Ibnu Asakir (w. 571 H), Atraf
Kutub al-Sittahkarya Muhmmad Ibnu Tahir al-Dimasyqi (w. 507 H), Atraf al-Ahadis al-Mukhtarah karya
Ibnu Hajar al-’Asqalani (w. 852 H), Atraf
Sahih Ibnu Hibban karya al-’Iraqi (w. 806 H),Atraf al-Masanid al-’Asyarah karya
Syihab al-Din al-Busiri (w. 840 H).
2.
Kitab
Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan
hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim atau selin keduanya,
kemudian penyusun meriwaytkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad yang
berbeda. Dianatara kitab-kitab yang tersusun dalam bentuk seperti ini
adalah; Mustakhraj Sahih
al-Bukhari karya al-Jurjani, Mustakhraj Sahih Muslim karya Abu ’Awanah (w. 216 H), Mustakhraj Sahih al-Bukhari wa Muslim karya
Abbu Bakar Ibnu ’Abdan al-Sirazi (w. 388 H), Takhrij ahadis al-Ihya’ karya al-’Iraqi, yaitu mentakhrij
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya’ ’Ulumu al-Din kraya al-Gazali, Takhrij alhadis al-Baagawi karya
al-Mannawi (w. 1031 H) yaitu mentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam Tafsir al-Bagawi, al-Kafi al-Syafi
Takhrij alhadis al-Kasysyaf karya Ibnu Hajar al-’Aqalani, yaitu mentakhrij
hadis-hadis yang di susun oleh al-Zaila’i (w. 762 H).
3.
Kitab
al-Mustadrak adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan
syarat-sayarat al-Bukhari dan Muslim dan atau salah satu siantara keduanya,
dianatara kitab-kitab hadis yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah
: al-Mustadrak karya
al-Hakim al-Naisaburi (w. 405 H), dan al-Ilzamat karya al-Daruqutni (w. 385 H).
4. Kitab Jami’ adalah kitab himpunan hadis
dari kitab-kitan yang telah adalah, diantara kitab-kitab yang tersususn dalam
bentuk seperti ini adalah
Kitab-kitab
yang menghimpun hadis-hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim
1. Al-Jami’ Baina al-Sahihaini,
karya Ibnu al-Furat (Ismail ibnu Muhammad) (w. 414 H)
2. Al-Jami’ baina al-Sahihaini, karya
Muhammad ibnu Nasr al-Humaidi (w. 488 H)
3. Al-Jami’ baina al-Sahihaini, karya
al-Bagawi (w. 516 H)
Kitab-kitab
yang menghimpun hadis-hadis dari Kutub
al-Tis’ah:
1. Tadriju al-Sihhah, karya Razim
Mu’awiyah kemudian disempurnakan oleh Ibnu al-Asir al- Jazairi pada kitab yang
diberi judul”al-Jami’u al-Usul min
Ahadisi al-Rasul.
2. Al-Jami’ karya Ibnu al-Kharrat (w.
582 H).
Kitab-kitab
yang menghimpun hadis-hadis dari berbagai kitab hadis:
1. Masabih al-Sunnah, karya al-Bagawi kemudian
di saring oleh al-Khatib al-Tabrizi dengan judul ”Misykat al-Masabih”
2. Jami’ al-Masnid wa al-Alqab karya
Abdurrahman bin Ali al-Jauzi (w. 579 H), kemudian kitab ini ditertibkan oleh
al-Tabari.
3. Bahru al-Asanid karya al-Hasan Ibnu Ahmad
al-Samarqandi (w. 491 H).
C. Penelitian hadis periode
kontemporer
Setelah terkodifikasinya hadis pada
periode Mutaqaddimin dan
disempurnakan pada periode mutaakkkhirin para
ulama hadis pada periode kontemporer kemudian melakukan kajian dan penelitian
terhadap hadis- hadis Nabi saw dan mengembangkannya dengan menggunakan berbagai
bentuk metode dan system, diantara metode dan system yang digunakan oleh para
ulama hadis periode kontemporer dalam melakukan penelitian terhadap hadis-hadis
Nabi saw adalah sebagai berikut:
1.
Metode Takhrij yaitu melakukan penelitian
terhadap karya-karya ulama mutaakhkhirin yang belum tersentuh oleh takhrij
salah satu ulama yang mengabdikan diri dalam melakukan pengkajian dan
penelitian hadis pada periode ini adalah Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani (w.
1426 H) diantara karya
beliau adalahIrwa’ al-Galil fi Takhrij
Ahadis Manar al-Sabil yang mentakhrij dan menjelaskan hukum-hukum
akan hadis yang terdapat dalam kitab Syarh al-Dalil karya Ibrahim bin Muhammad bin Dawiyan.
karya beliau adalah Silsilah
al-Ahadis al-Sahihah,
al-Da’ifah, al-Maudu’ah. Dan banyak lagi karya-karya beliau yang
berhubungan dengan takrij hadis.
2.
Metode Ikhtisar al-Hadis, diantara
karya-karya ulama hadis kontemporer dalam meringkas hadis-hadis yang telah
dihimpun oleh ulama terdahulu baik dari kalangan mutaqaddimin maupun mutaakhkhirin adalah karya al-Albani
yaitu Mukhtas\ar Sahih al-Bukhari dan Mukhtasar Sahih Muslim.
3.
Metode tematik, yaitu mengumpulkan
hadis-hadis yang memiliki tema tertentu, kemudian melakukan takhrij dan
penelitian terhadap sanad dan matan untuk mengetahui kesahihan hadis tersebut,
kemudian memberikan penjelasan dan uaraian terhadap hadi-hadis tersebut untuk
menyelesaikan sebuah problematika baik yang bersifat antologis, epistemologis,
maupun aksiologis. Penelitian dengan metode ini mulai dikenal setelah munculnya
metode tematik dalam bidang tafsir al-Qur’an.
4.
Metode digital yaitu melakukan penelitian
hadis melalui program-program hadis yang telah dirancang dengan baik guna
memberikan kemudiahan kepada para peneliti hadis zaman ini dianatara
program-program tersebut adalah :
a.
Program Kutub al-Tis’ah program ini adalah program yang didalamnya memuat
9 kitab hadis standar (Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan
al-Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwatta’ Malik, dan Musanad
Ahmad, dan sauna al-Darimi) dimana masing-masing kitab disertai dengan
penjelasan lafaz, kalimat, perawi, dan sisilah sanad.
b.
Program Alfiyah al-Sunnah program ini memuat seluruh kitab-kitab
hadis baik bentuk himpunan riwayah, mustakhrajat, syarah, maupun zawaid baik
yang telah terbit maupun yang masih dalam bentuk manuskrip, selain kitab-kitab
himpunan hadis program ini juga memuat kitab-kitab yang berhubungan
dengan ‘Ulum al-Hadis.
c.
Program Maktabah al-Syamilah program ini merupakan program
penyempurna dari program al-Fiyah
al-Sunnah dengan tambahan dari beberapa cabang ilmu lainnya seperi Tafsi,
Ulum al-Qur’an, ‘Aqidah, Firqah-firqah dan agama-agama dan seluruh ilmu-ilmu
dalam Islam yyang telah di tulis oleh para ulama baik dari kalangan
mutaqaddimin maupun mutaakhkhirin, sehingga dengan demikan dapat memudah para
peneliti dan pengkaji Islam utamanya dalam penelitian terhadap
hadis-hadis-hadis Nabi saw.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikian perkembangan penulisan dan
pengkodifikasian Hadis sampai pada abad 12 H. Mulai abad terakhir ini sampai
sekarang dapat dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama dalam
bidang Hadis, kecuali hanya membaca, memahami, Takhrij, dan memberikan syarah
Hadis-Hadis yang telah terhimpun sebelumnya.
Dengan memperhatikan apa yang telah diusahakan para
‘ulama dapatlah kita memantapkan, bahwa merekalah ilama’ yang mula-mula
menciptakan undang-undang (Qowait) untuk membedakan yang baik dari yang buruk
mengenai khobar-khobar dan riwayat-riwayat yang diterima dari antara
seluruh umat, karna memang ulama-ulama Islam sangat berhati-hati benar dalam
soal menerima berita yang disampaikan kepadanya.
Semua itu mereka lakukan untuk memelihara sunah rasul dan
untuk menetapkan garis pemisah antara shahih dan dho’if, istimewa antara
hadits-hadits yang ada asal usulnya dengan hadits-hadits yang semata-mata
maudu’.
B.
Saran
Diakhir tulisan ini
penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada pembaca:
1. Dalam
memahami Islam hendaknya kita bersifat inklusif terhadap beberapa hasanah
pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan
dapat menjawab berbagai tuntunan perubahan zaman.
2. Hendaknya
setiap orang tetap bersifat terbuka terhadap berbagai pendekatan dan system
pendidikan yang ada. Karena hal itu akan menambah kekayaan khasanah intelektual
dan wawasan kependidikan bagi semua.
3. Semoga
hasil penelitian ini bermanfaat bagi segenap pembaca terutama kepada penulis
atau penyusun sendiri. Amin yaa Rabbal Alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Dra Siti
Aisyah,MA.Ph.D, Kontribusi Imam Al-Bukhari Dalam Validasi Hadis, Alauddin
University Press, 2011
Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis ,Pustaka Setia, Bandung ,
2010
Ismail,M.Syuhudi., , Kesahihan Sanad Hadis, PT
Bulan Bintang, Ujung Pandang.
Solahuddin
Agus, ulumul hadis, Pustaka Setia ,Bandung, 2009
M.
Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah pengantar
ilmu hadits, Bulan Bintang, 1954
Prof.
Dr. Arifuddin Ahmad, M.Ag. Metodologi Pemahaman
Hadis, Alauddin University Press, 2012
Mustafa
Umar, S.Ag. M.Ag, Antologi Hadis (Melacak
Asal Usul dan Perkembangan Hadis), Alauddin University Press, 2012
H.
Abustani Ilyas, Studi Hadis: Ontologi
Epistemologi dan Aksiologi, Alauddin University Press,2011
IsmaiI,Syuhudi.
Kaidah Kesahihan sanad hadist.Jakarta: Bulan Bintang.1995
Ahmad,
Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar