MAKALAH ILMU AL-QUR’AN
MUNASABAH
JURUSAN AKUNTANSI (7*8)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Puji
syukur Kehadirat Allah SWT, sehingga dengan rahmatnya dan ijinnya kami
dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada kami. Makalah mengenai
Ilmu Munasab kamh Al-Quran ditujukan untuk melengkapi dan menyelesaikan tugas
yang diembankan kepada kami oleh Ibunda Hj.Noer Huda M,Ag selaku pengampu
matakuliah Ilmu Al- Quran.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat
bermanfaat dan menjadi refresensi materi dari matakuliah Ilmu Al-Qur’an yang
telah di ajarkan kepada kami. Terimakasih.
Waalaikum
salam Wr.Wb
Samata,
Gowa
16 Desember 2013
Kelompok 1
BABI
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur`an adalah kalam Allah yang sekaligus
merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalambahasa Arab,
yang sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawaatur (langsung dari Rasul
kepada Umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi
yang disampaikan Nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk
kehidupan individual dan sosial bagi umat islam dalam segala aspeknya.
Al-qur`an berada tepat di jantung kepercayaan muslim dan berbagai pengalaman
keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur`an, kehidupan
pemikiran dan kebudayaan muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Al-Quran
adalah mukjizat Islam yang kekal, yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, sebagai bukti besar atas kenabian. Di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan yang sedemikian luasnya, Akan tetapi walau demikian, al-Quran
bukanlah kitab ilmiah seperti kitab ilmiah yang dikenal dalam dunia ilmu
pengetahuan. Misi al-Quran adalah dakwa untuk mengajak manusia menuju jalan
yang terbaik. Dan al-Quran pun enggan memilah-milah pesan-pesannya, agar timbul
kesan bahwa satu pesan lebih penting dari pesan yang lain. Allah swt yang
menurunkan al-Quran menghendaki agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan
menyeluruh. Sedangkan tujuan al-Quran dengan memilih sistematika yang
seakan-akan tanpa keteraturan, adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran
yang ada di dalam al-Quran adalah satu kesatuan yang terpadu yang tidak dapat
di pisah-pisahkan. Dan bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan
menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya
terlihat kacau, berubah menjadi kesan yang terangkai indah.
1.2 Rumusan Masalah
Maka makalah
akan membahas perihal yang berkaitan dengan:
1. Apa
pengertian ilmu Al-Munasabah/Tanasubil Aayati Wassuwari ?
2. Bagaimana
pendapat Ulama disekitar ilmu munasabah ?
3. Berapa
macam-macam ilmu munasabah dalam Quran?
4. Mengapa
perlu ilmu munasabah ?
1.3 Tujuan
Mengingat urgensi dari ilmu munasabah
itu sangatlah penting, dalam menelaah Al-Quran, maka tujuan dari makalah ini
sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian ilmu Munasabah.
2. Untuk
mengetahui pendapat Ulama disekitar ilmu munasabah.
3. Untuk
mengetahui macam-macam ilmu munasabah.
4. Untuk
mengetahui kegunaan dari ilmu munasabah.
1.4 Manfaat
Adapun
manfaat dari makalah ilmu munasabah ini adalah :
1. Dapat
mengetahui pengertian ilmu munasabah.
2. Dapat
mengetahui pendapat para Ulama di sekitar ilmu munasabah.
3. Dapat
mengetahui macam-macam ilmu munasabah.
4. Dapat
mengetehui kegunaan dari ilmu munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu Al-Munasabah
Munasabah berasal dari kata ناسب يناسب مناسبة yang berarti dekat,
serupa, mirip, dan rapat. المناسبة sama artinya dengan المقاربة yakni mendekatkannya dan menyesuaikannya.; النسيب artinya القريب
المتصل (dekat
dan berkaitan). Misalnya, dua orang bersaudara dan anak paman. Ini terwujud
apabila kedua-duanya saling berdekatan dalam artian ada ikatan atau hubungan
antara kedua-duanya.
Selanjutnya
Quraish Shihab menyatakan (menggaris bawahi As-Suyuthi) bahwa munasabah
adalah ada-nya
keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surah, dan kalimat yang
mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut dapat berbentuk keterkaitan
makna antara ayat dan macam-macam hubungan, atau kemestian dalam fikiran
(nalar). Makna
tersebut dapat dipahami, bahwa apabila suatu ayat atau surah sulit ditangkap maknanya
secara utuh, maka menurut metode munasabah ini mungkin dapat dicari
penjelasannya di ayat atau di surah lain yang mempunyai kesamaan atau
kemiripan. Kenapa harus ke ayat atau ke surah lain? karena pemahaman ayat
secara parsial (pemahaman ayat tanpa melihat ayat lain) sangat mungkin
terjadinya kekeliruan.
Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat
atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lainnya.
Secara
terminologis, munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada
hal-hal tertentu dalam Al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang
menghubungkan uraian satu dengan yang lainya.
Menurut bahasa, munasabah berarti hubungan atau relevansi, yaitu
hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat
yang sebelum atau sesudahnya.
Menurut istilah, ilmu munasabah / ilmu tanasubil ayati was
suwari ini ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari
bagian-bagian Al-Qur’an yang mulia. Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara
beberapa ayat / beberapa surat Al-Qur’an. Apakah hubungan itu berupa ikatan
antara ‘am (umum) dan khusus / antara abstrak dan konkret / antara
sebab-akibat atau antara illat dan ma’lulnya, ataukah antara
rasional dan irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi. Jadi
pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan
paralel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti
sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab
ayat-ayat Al-Qur’an itu kadang-kadang merupakan takhsish
(pengkhususan) dari ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan
yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak.
Sering pula sebagai keterangan sebab dari suatu akibat seperti
kebahagiaan setelah amal sholeh dan seterusnya. Jika ayat-ayat itu hanya
dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat
yang satu dengan yang lainnya, baik dengan yang sebelumnya maupun dengan ayat
yang sesudahnya. Karena itu, tampaknya ayat-ayat itu seolah-olah terputus dan
terpisah yang satu dari yang lain seperti tidak ada kontaknya sama sekali.
Tetapi kalau diamati secara teliti, akan tampak adanya munasabah atau
kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain.
B.
Pendapat-Pendapat Ulama Tentang Ilmu
Munasabah
1.
Tertib Surah dan Ayat
Para ulama
sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam Al-Quran adalah taukifi, artinya penetapan dari Rasul. Sementara
tertib surah dalam Al-Quran masih terjadi perbedaan pendapat.
Al-Qhurtubi
meriwayatkan pernyataan Ibn Ath-Thibb bahwa tertib surat Al-Quran di
perselisihkan. Dalam hal ini ada tiga golongan:
A.
Tertib
surat berdasarkan ijtihad para sahabat.
Pendapat ini diikuti oleh jumhur
ulama seperti Imam Malik, Al-Qhadi Abu Bakr At-Thibb. Beberapa alasan mereka
adalah :
1) Tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam
Al-Quran.
2) Sahabat pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan susunan
surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya empat buah mushaf
dari kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara yang satu dengan yang
lainnya. Yaitu mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn
Mas’ud, dan mushaf Ibnu Abbas.
3) Mushaf yang ada pada catatan
sahabat berbeda-beda ini menunjukkan bahwa susunan surah tidak ada petunjuk
resmi dari Rasul.
4) Alasan lain adalah riwayat Abu Muhammad Al-Quraysi bahwa Umar
memerintahkan agar mengurutkan surat At-Tiwal. Akan tetapi, riwayat ini diberi
catatan kaki oleh As-Sayuthi agar diteliti kembali.
B. Susunan surat berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw (taukifi).
Di antara ulama yang yang
berpendapat demikian adalah Al-Qadhi Abu Bakr Al-Anbari, Ibn Hajar, Al-Zarkasyi
dan As-Sayuthi. Alasan yang dikemukakan sebagai berikut :
1) Ijma’ sahabat terhadap mushaf
Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi kecuali kalau tertib itu tauqifiy,
seandainya bersifat ijtihadiy, niscaya pemilik mushaf lainnya
akan berpegang teguh pada mushafnya.
2) Hadist tentang hijzb Al-Quran yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Dawud dari Huzaifah As-Syaqafi. Dengan meneliti pembagian yang dikemukakan
hadis tersebut didapatkan pembagian Al-Quran dalam tujuh bagian yang seimbang.
3)
Hadis Ibn Abbas tentang alasan penyatuan surat At-Taubah dan Al-Anfal.
Ibn Hajar menyatakan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan bahwa susunan
Al-Quran taukifi, hanya karna Nabi tidak menjelaskan kepada Usman, maka
surat At-Taubat disatukan dengan surah Al-Anfal. Selanjutnya Ibn Hajar
menyatakan dalam mushaf Ibn Mas’ud terdapat basmalah di
awal surat At-Taubah, tetapi tidak diambil oleh lembaga
4)
Nabi sering membaca Al-Quran dengan tertib surat yang ada pada sekarang.
C. Tertib surat sebagian taukifi dan sebagian ijtihadiy.
Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-Baihaqi. Menurutnya:
“seluruh surat susunannya berdasarkan tauqif Rasul kecuali surat
Baraah dan Al-Anfal”. Al-Qhadi Abu Muhammad Ibn Athiyah termasuk golongan ini.
Dan alasan lainnya: Ternyata
tidak semua nama-nama surah itu diberikan oleh Allah, tapi sebagiannya
diberikan oleh Nabi dan bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat. Adapun
yang diberikan oleh Allah adalah misalnya surat Al-Baqarah, At-Taubah, Ali
Imran dll. Nama surah yang diberikan oleh Nabi adalah yang Nabi sendiri
menyebutkan surah tersebut, seperti surah Thaha dan Yasin. Oleh para sahabat
seperti Al-Baro’ah, yaitu surat yang di awali dengan lafal basmalah.
C. Macam-macam
Munasabah
Pada garis
besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat
dengan dan hubungan surat dengan surat. Dua pokok hubungan itu di perincian
sebagai berikut.
A. Hubungan ayat dengan ayat meliputi :
1) Hubungan
kalimat dengan kalimat dalam ayat.
Fakhruddin Ar-Razi
menyatakan bahwa “kehalusan / kelembutan” Al-Quran terletak pada keserasian
tata urut dan hubungan-nya. Sebagian ulama lain menyatakan bahwa sebaik-baiknya
pembicaraan adalah yang bagian satu berkaitan dengan bagian lain sehingga tak
terputus. Shubhi As-Shaleh. menegaskan bahwa bahwa para ulama mensyaratkan
adanya munasabah dalam ayat itu apabila dua ayat atau lebih itu
saling berhampiran.
Hubungan antara ayat dengan
ayat itu tidak selalu ada pada semua ayat Al-Quran. Ayat yang satu dengan ayat
lain adakalanya muncul secara jelas menunjukkan hubungan kalimat satu dengan
kalimat lainnya. Hubungan itu memberikan kejelasan satu sama lain tentang
maksud keseluruhan ayat.
Namun, ada juga hubungan
yang tidak jelas. Kandungan makna suatu ayat menjadi kabur karena kaitan
kalimat satu dengan kalimat lain tidak di pahamkan secara utuh. Hubungan
“tidak” yang mengakibatkan samar-nya makna suatu ayat bila dikaitkan dengan
kalimat berikutnya dipersambung oleh ma’tuf معطوف (huruf athof). Muhammad
‘Abduh memberikan tekanan dan perhatian pada ayat-ayat yang dimulai dengan ياايهالذى امنو . Tetapi Al-Baqi’i
justru menyatakan bahwa semua ayat bahkan kalimat-kalimat dalam Al-Quran
mempunyai ikatan satu sama lain.
Hubungan
antara ayat dengan ayat dalam Al-Quran terbagi dalam dua macam. Pertama,
hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian,
atau akhir kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu
dengan masalah yang dibahas kemudian. Hubungan ini dapat berbentuk اعتراض , تشديد , dan تفسير.
Kedua,hubungan belum jelas antara ayat
dengan ayat atau kalimat dengan kalimat. Hubungan demikian terdiri dari dua
macam lagi, yaitu لا تكون معطفةdan تكون معطوفة
A. Ma’thufah
Secara umum dapat dikatakan
bahwa adanya huruf ‘athof ini mengisyaratkan adanya hubungan
pembicaraan. Ini dapat dilihat misalnya dalam surat Al-Baqoroh (2): 245 :
وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ (٢٤٥)
artinya
: Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.
Namun demikian, ayat-ayat yang ma’thuf itu dapat
diteliti melalui bentuk susunan berikut...
1). المضا دة (perlawanan/bertolak
belakang antara satu kata dengan kata yang lain) Misalnya kata الرحمة disebut setelah العاذاب . kata الرغبة sesudah الرهبة ; menyebut janji dan ancaman sesudah menyebut hukum-hukum.
Hubungan ini banyak terdapat dalam surah Al-Baqarah, An-Nisa, Al-Maidah.
Misal lain seperti dalam surah Al-Baqarah;6 :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ
تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٦)
Artinya
:Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau
tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
Ayat ini menerangkan watak orang
kafir yang pembangkang, keras kepala, tidak percaya kepada kitab-kitab Allah.
Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin yang
berlawanan dengan orang-orang kafir. Al-Baqarah (2);3-4 :
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣)وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ
يُوقِنُونَ (٤)
Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka.(3) Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4)
2). الاستطراد (pindah
kekata lain yang ada hubungannya atau penjelasannya lebih lanjut)
Misal-nya surah Al-Ara’af; 26 :
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي
سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ (٢٦)
Artinya ;Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian
takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Ayat tersebut menjelaskan tentang nikmat Allah. Sedang Ditengah dijumpai
kata وَلِبَاسُ التَّقْوَى yang
mengalihkan pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah yang dapat
dilihat adalah antara menutup tubuh atau aurat dengan kata-kata taqwa.
3).
التخلص (melepaskan
kata kesatu ke kata lain, tetapi masih berkaitan)
Misalnya ayat 35 surat An-Nur (24) :
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا
مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ
مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ
تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ
وَيَضْرِبُ اللَّهُ
الأمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٣٥)
Artinya Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ada lima التخلصات, yaitu :
a) Menyebut نُورُ dengan perumpamaanya, lalu di takhallush-kan ke الزُّجَاجَةُ dengan menyebut sifatnya.
b) Kemudian
menyebut نُورُ dan زَيْتُونَةٍ yang meminta bantu darinya, lalu di takhallush dengan
menyebut شَجَرَةٍ .
c) Dari شَجَرَةٍ di-takhallush dengan menyebut sifat zaitun.
d) Lalu di-takhallush
dari menyebut sifat زَيْتُونَةٍ ke sifat
نُور.
e)
Kemudian dari نُور di-takhallush
ke nikmat Allah berupa hidayah (يَهْدِي) bagi orang yang Allah kehendaki.
4) Tamsil dari kejadian.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ
مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ
الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٨٩)
Artinya ; Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram
di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal ini
ditanyakan pula oleh Para sahabat kepada Rasulullah s.a.w., Maka diturunkanlah
ayat ini. Ini merupakan perumpamaan orang yang suka membolak-balikkan
pertanyaan. Pertanyaan demikian tidak baik.
B. Tidak Ada Ma’thufah
Dalam hal ini tidak ada
ma’thufah dapat dicari hubungan maknawiyah-nya, seperti hubungan sebab akibat.
Ada tiga bentuk, yaitu ;
1)
التنظير (berhampiran/berserupaan)
Misalnya
ayat 4 dan 5 surat Al-Anfal(8) :
أُولَئِكَ هُمُ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ
وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ م
ِنْ بَيْتِكَ الْمُؤْمِنُونَ
بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (٥)
Huruf al-kaf
(كَ) pada ayat lima berfungsi sebagai pengingat dan
sifat bagi fi’il yang tersembunyi (مضمر فعل ). Hubungan itu tampak dari jiwa itu. Maksud ayat
itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian
lakukan pada perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian itu. Allah SWT
menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah
diberikan Allah dengan diutusnya Rasul dari kalangan mereka (surat
Al-Baqarah(2)151) : كَمَا أَرْسَلْنَا
فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ, sebagai mana juga kaummu membencimu (Rasul)
ketika engkau mengajak mereka keluar dari rumah untuk berjihad. Hubungan ini
terjadi dengan ayat yang jauh sebelumnya.
2)
الاستطراد (pindah ke perkataan lain yang erat kaitannya)
Missal-nya
surat Al-A’raaf ; 26, tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan
pakaian itu untuk mengingatkan manusia bahwa pakain penutup aurat itu lebih
baik. Pakain berfungsi sebagai alat untuk memperbagus apa yang telah Allah
ciptakan. Pakaian adalah penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat
adalah
hal yang
jelak dan bejat. Sedangkan penutup aurat adalah pintu t
3)
المضا دة (perlawanan)
Misalnya surat Al-Baqarah (2); 6 :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ
تُنْذِرْهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٦)
Artinya; Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
Allah tidak
memberi petunjuk kepada mereka yang kafir itu. Ayat ini berlawanan dengan
ayat-ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang kitab, orang mukmin, dan
petunjuk. Hal ini berkaitan dengan ayat 23 surat Al-Baqarah ;
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ
دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ (٢٣)
Adapun
hikmahnya adalah agar mukmin merindukan dan memantapkan iman berdasarkan
petunjuk Allah SWT . التثويق و الثبوت على الاول.
2.
Hubungan Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surat
Hubungan ayat dengan ayat
dalam satu surat sudah di jelaskan sebagian dalam uraian sebelumnya. Hubungan
ayat dengan ayat dalam satu surat sudah jelas. Hanya saja, adanya ayat-ayat
dalam bentuk ini dapat kita lihat misalnya dalam surat Al-fatihah
Surat Al-Fatihah mengandung pokok ajaran agama Islam yang terkandung
dalam Al-Quran, yaitu tentang :
الالهيات , والنبواة ,و القدر , اثباط القضاء , والمعاد
Empat hal itu terlihat dalam urutan ayat sebagai berikut : الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ menunjukkan tentang ketuhanan, Allah penguasa
seluruh jagat raya ini. Jagat raya ini akan bersimpuh kepada Allah pada hari
kiamat (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ). Ayat
ini menunjukkan ke situlah manusia akan kembali, kepada tuhan pencipta (المعاد). Oleh karena itu, ayat إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ menunjukkan bahwa untuk kembali kepada Tuhan
dengan selamat. Manusia hendaklah mengabdi dan pasrah diri dan sepenuhnya
kepada Allah semata. اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ dan seterusnya menunjukkan adanya ketentuan Tuhan.
3.
Hubungan Penutup(( فواصل و فاصلة Dan Kandungan Ayat
Hubungan seperti ini terdiri dari empat macam, yaitu :
a) Tamkin التمكين))
Artinya memperkokoh atau mempertegas pertanyaan. Contoh : QS; Al-Ahzab
ayat 25 :
وَرَدَّ اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوا خَيْرًا
وَكَفَى اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ الْقِتَالَ وَكَانَ اللَّهُ قَوِيًّا عَزِيزًا
(٢٥)
Artinya : Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan
mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan
adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.
Dari ayat ini dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang mukmin dari
perang disebabkan kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang
atau malaikat yang dikirim Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan
dengan fhasilah artinya Allah berkuasa memisahkan antara dua golongan
dalam perang tersebut (dalam perang badar). Kejadian ini menguatkan orang-orang
beriman agar mereka merasa bahwa orang-orang mukmin lah yang menang.
b)
Tashdir (التصدير )
Kalimat akan menjadi fhasilah ayat sudah dimuat di
permulaan, atau pertengahan, atau akhir kalimat/ayat. Misalnya :
QS. Al-Maidah: 39 : فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ
عَلَيْهِ
QS. Al-Ahzab:
37:
وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ
أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ
QS. Al-Anbiya; 37:
خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلا تَسْتَعْجِلُونِ
c) Tausikh (التوشيخ)
Kandungan fashilah ayat-ayat sudah tersirat dalam rangakaian kalimat
sebelumnya dalam suatu ayat. Misal surat Al-Baqarah(2) 20:
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا
فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ
بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٠)
Kata قَدِير (mahakuasa) menegaskan bahwa Allah bisa dan
berkuasa untuk melakukan sesuatu bila ia kehandaki, apalagi hanya menghilangkan
penglihatan dan pendengaran manusia.
d) Al-Ighal (الايغال)
Yaitu penjelasan tambahan untuk mempertajam makna, misal : QS.
Al-Maidah(5); 50 ;
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (٥٠)
Kalimat وَمَنْ
أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا sudah merupakan kalimat sempurna. Akan tetapi, ada
persesuaian fashilah-nya dengan kalimat sebelumnya lalu ditambah dengan لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ. QS. An-Naml(27): 80 :
إِنَّكَ لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا
وَلَّوْا مُدْبِرِينَ (٨٠)
Makna kalimat ini telah lengkap sampai ke الدُّعَاء , lalu ditambahkan seterusnya إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ untuk menyempurnakan hubungan dengan Fashilah
ayat sebelumnya.
4.
Hubungan Awal Uraian Dengan Akhir Uraian Surat
Dalam kitab Al-Itqan,
As-Syuyuti memberikan contoh-contoh tentang hubungan awal uraian dan akhir
uraian suatu surat. Hubungan ini tidak berdasarkan riwayat tertentu, tetapi
merupakan telaah pemikiran logis dari kandungan yang termakhtub dalam ayat-ayat
itu. Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan hubungan tersebut :
Awal surat dan akhir surat Al-Qhasash (28)
Artinya : Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan
kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka
tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa
yang kita ucapkan."
Surat Al-Qasash dengan kisah Nabi Musa dengan Fira’un yang termuat
dalam ayat 3 dan 4 misalnya, dan berakhir dengan uraian tentang keadaan
yang dihadapi Nabi Muhammad. Nabi Musa pada mulanya menghadapi Fira’un yang
kuat, namun kemudian pada akhirnya menemukan kemenangan dari cengkeraman
Fira’un. Sementara di akhir surat memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad
yang menhadapi tekanan dari kaumnya, Muhammad pun memperoleh kemenangan juga,
yaitu Fath Makkah pada tahun VIII hijrah. Dalam kisah ini kita memperoleh
gambaran tentang adanya kesamaan keadaan dan proses yang dihadapi antara Nabi
Musa dab Nabi Muhammad SAW.
Contoh lain juga ada pada surat Al-Mukminun (23)
Artinya : Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
5.
Hubungan Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya
Shubhi As-Shalih, ketika membicarakan Asbab An-Nuzul, menyatakan
bahwa segala sesuatu pasti ada sebab dan tujuan. Begitu juga halnya dengan nama
surat-surat Al-Quran. Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya terbagi
menjadi dua :
Hubungan yang diketahui berdasarkan riwayat
Misalnya pada surat Al-Baqarah, kata Al-Baqarah di ambil dari kata yang
terdapat dalam ayat 67 sampai 71. Contoh surat Al-Baqarah (67)
Artinya : Dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah
kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"[62] Musa
menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil"
Surat An-Nahl juga mempunyai
kaitan nama dan tujuan turunnya berdasrkan riwayat, ada beberapa riwayat dari
Ibn Mas’ud, Abi Hurairah, dan Ibn Abbas. Yang terletak pada ayat 9-67 surat
An-Nahl.
6. Hubungan Surat Dengan Surat Sebelumnya.
As-Syuyuti menyebutkan bahwa
sebagian ulama meyakini bahwa tiap-tiap surat mempunyai kaitan pasti dengan
surat sebelumnya. Adakala jelas dan tidak. Hubungan surat satu dengan surat
sebelumnya dapat dicari melalui empat cara,
a. Dilihat melalui huruf (bi hasb huruf). Misalnya, surat-surat yang
dimulai dengan حم dan الر tersusun berurutan.
b. Karena ada persesuaian antara akhir suatu surat dengan permulaan surat
berikutnya. Misalnya akhir surat Al-Fatihah dengan permulaan surat
Al-Baqarah.
c. Dapat dilihat melalui الوزن dalam
lafadznya. Misalnya, ahir surat Al-Lahab dengan permulaan surat Al-Ikhlas.
d. Adanya kemiripan (bahkan sama) dalam bilangan ayat dalam ayat dalam
suatu surat dengan surat berikutnya. Misalnya, bilangan surat الضحي dan الم نشراح
7. Hubungan Penutup Surat Terdahulu Dengan Awal Surat Berikutnya.
Az-Zarkasyi menyebutkan bahwa
adanya hubungan awal dengan akhir surat sebelumnya merupakan rahasia yang akan
menunjukkan juga hubungan lafadznya. Contohnya : hubungan akhir surat Ali
‘Imran [3] dengan permulaan surat An-Nisa [4]. Surat Ali ‘Imran ditutup dengan
perintah bersabar dan bertakwa kepada Allah, sedangkan surat An-Nisa diawali
oleh perintah takwa kepada Allah juga.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٢٠٠)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264],
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
D. Fungsi Dan
faedah Ilmu Munasabah Al-quran
Ada empat fungsi utama dari
Ilmu Al-Munasabah
1.
Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan
kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2.
Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan
sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3.
Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4.
Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika
Al-Quran.
Faedah mempelajari ilmu
munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara
kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang
lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab
Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena
itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah
ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat
yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan
betul-betul, baik di awal atau diakhirnya.
2. Dengan ilmu munasabah
itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagiaan bahasa Al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau
suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya,
bahwa al-Qur’an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi
Muhammad Saw. Karena itu Imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan
keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya,
sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang
sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
3. Dengan ilmu munasabah
akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui
hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain,
sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada garis
besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat
dengan ayat dan hubungan surat dengan surat.
Dua pokok
hubungan itu di perincian sebagai berikut:
A. Hubungan
ayat dengan ayat meliputi:
1) Hubungan
kalimat dengan kalimat dalam ayat.
2) Hubungan
ayat dengan ayat dalam satu surat.
3) Hubungan
penutup ayat dengan kandungan ayatnya.
B. Hubungan
surat dengan surat meliputi:
1)
Hubungan awal uraian dengan ahir uraian surat.
2)
Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.
3)
Hubungan surat dengan surat sebelumnya.
4)
Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.
Empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah
:
1) Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan
kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran.
2) Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan
sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
3)
Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4)
Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika
Al-Quran.
F.
Saran
Penulis memohon maaf atas segala
kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik
kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. M. Qhuraish Shihab, Membumikan Al-Quran: fungsi dan peran wahyu
dalam kehidupan masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung 1994.
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. Pengantar Ilmu Tafsir,
Penerbit Pustaka Setia, Bandung februari 2006.
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit
Amzah, Oktober 2005.
Al-Quran, Microsoft Word Office 2007.
www.makalah-ibnu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar