MAKALAH
Tafsir
muamalah
“SURAH
AT-TAUBAH AYAT 103”
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Tahun Akademik 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan okehadirat Allah Swt, karena atas berkat limpahan
rahmat-Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai sebuah panduan untutk dapat memberikan
pemahaman tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103
Beigutu
pun shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, Nabi sebagai
rahmatan lil alamin di alam semesta.
Penulis tentunya berharap bahwa
dengan hadirnya karya ini dalam bentuk makalah diharapkan mampu memberikan
informasi kepada pembaca tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103 sebagai
tambahan pemahaman dalam pendidikan masa kini. Penulis pula tak lupa
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan
masih terdapat banyak kekurangan ataupun isi yang diberikan tidak sesuai yang
diharapkan oleh pembaca.
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran sekiranya di dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan dan
kesalahan sehingga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Samata,
Gowa. 13 Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Menunaikan
zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang
muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki
harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas
kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau
saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat
diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa,
fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang
yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat
merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di
tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan
orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal
(ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban
kepada sesama manusia.
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. bagaimana ayat, terjemahan, dan kosa
kata Q.S At-Taubah ayat 103?
2. Bagaimana Asbabun Nuzul Q.S
At-Taubah ayat 103?
3. Bagaimana Munasabah Q.S At-Taubah
ayat 103?
4. Bagaimana tafsir dan hikmah Q.S
At-Taubah ayat 103?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui ayat, terjemahan,
dan kosa kata Q.S At-Taubah ayat 103.
2. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Q.S
At-Taubah ayat 103.
3. Untuk mengetahui Munasabah Q.S At-Taubah
ayat 103.
4. Untuk mengetahui tafsir dan hikmah
Q.S At-Taubah ayat 103.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ayat, Terjemahan dan Kosa Kata dari
Q.S At-Taubah ayat 103
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(at-Taubah: 103)
Kosa Kata :
ambillah : خُذْ
|
dari : مِنْ
|
|
sebagian harta mereka : أَمْوَٰلِهِمْ
|
Sedekah
: صَدَقَةً
|
kamu
membersihkan mereka : تُطَهِّرُهُمْ
|
dan
kamu mensucikan mereka : وَتُزَكِّيهِم
|
dengannya
: بِهَا
|
|
dan
doakanlah : وَصَلِّ
|
atas
mereka : عَلَيْهِمْ
|
sesungguhnya
: إِنَّ
|
doa
kamu : صَلَوٰتَكَ
|
ketentraman
: سَكَنٌ
|
bagi
mereka : لَّهُمْ
|
dan
Allah : وَٱللَّهُ
|
Maha Mendengar : سَمِيعٌ
|
|
Maha
Mengetahui : عَلِيمٌ
|
2.
Asbabun
Nuzul
Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan
orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui
dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka
juga dan hukum bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang
masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka
mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka
bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW
sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan
mereka. Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian
menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka
telah diterima.
Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya
yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui
dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa
harta mereka seraya
berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami
untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta
mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab:
"Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah
ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3
dari harta mereka.
Dalam
riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa
Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki
harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat
Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.
3. Munasabah ayat
Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً )
adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang
Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan)
antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah
mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka.
Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika
kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha
dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan ayat
ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya sebagaimana
pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya
adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena
tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena
cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah
dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat
dan penyesalan adalah jika kalian
mengeluarkan zakat wajib, karena
pengakuan tidak terbukti kecuali
dengan bukti, dengan ujian seseorang
menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati,
maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang
yang dusta.
4.
Tafsir dan Hikmah Q.S At-Taubah ayat
103.
a. Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka)., Yakni, Wahai Rasul dan setiap
pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu
dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. Dengan zakat itu kamu
membersihkan mereka dari penyakit kikir dan rakus. Dengan zakat itu juga kamu
mensucikan jiwa mereka, menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan
harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas. (التزكية/mensucikan) : berarti membersihkan
dengan ekstra. Atau dalam arti
memperkembangkan harta dan
keberkahannya. Yakni, Allah swt menjadikan berkurangnya harta karena
dikeluarkan zakatnya sebagai sebab
berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة
من مال/Harta tidak akan
berkurang lantaran sedekah “.
Menurut
al-Hasan al-Bashri yang dimaksud dengan
shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan
mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan
menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib.
Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ
أَمْوالِهِمْ ) adalah
seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah
khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah
dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ),
yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan
mengambil sedekah tersebut.
Jashshash berkata : Yang benar
adalah yang dimaksud dengan shadaqah dalam ayat ini yaitu zakat wajib; karena
tidak ada keterangan yang pasti bahwa
Allah mewajibkan kepada mereka, tidak kepada yang lain, shadaqah selain zakat harta. Jika tidak ada
hadits tentang hal itu, maka yang nampak adalah bahwa mereka dan orang-orang
yang lain sama dalam hukum dan ibadah, dan bahwa mereka tidak dikhususkan
dengan shadaqah wajib tersebut, tanpa diwajibkan kepada yang lain. Juga jika yang dikehendaki ayat itu adalah
shadaqah wajib bagi seluruh manusia karena mereka sama dalam hukum kecuali ada
dalil yang mengkhususkannya, maka
mestinya shadaqah ini wajib bagi semua orang, tidak dikhususkan kepada
kaum tertentu saja. Apabila hal ini telah nyata, maka shadaqah yang diwajibkan
itu adalah zakat wajib, karena pada harta orang-orang lain tidak ada kewajiban
selain zakat wajib.
Sedangkan firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), tidak menunjukkan bahwa itu shadaqah yang menghapuskan dosa
selain zakat wajib, karena zakat wajib juga dapat membersihkan dan mensucikan
orang yang menunaikannya. Seluruh orang mukallaf membutuhkan yang dapat
membersihkan dan mensucikan mereka. Teks ayat ini
walaupun khusus bagi Rasul dan mempunyai sebab khusus, namun bersifat umum bagi
para khalifah dan para pemimpin sesudahnya. Oleh karena itu Abu bakar
ash-Shiddiq dan para sahabat yang lain memerangi orang-orang yang enggan
membayar zakat dari kalangan suku-suku Arab sampai mereka membayar zakat kepada
khalifah sebagaimana mereka membayarnya kepada Rasulullah saw.
Abu bakar ash-Shiddiq berkata : (واللّه لو منعوني عقالا- أو عناقا- كانوا يؤدونه إلى رسول
اللّه صلى اللّه عليه وسلّم، لأقاتلنهم على منعه/Demi Allah, jika mereka enggan menyerahkan kepadaku satu ekor
saja yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah saw, niscaya aku perangi
mereka karena enggan membayar zakat).
(وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ) : yakni doakan,
mohonkan ampunan untuk mereka, dan sayangi mereka, karena doa dan permohonan
ampunanmu merupakan ketenangan dan ketentraman bagi hati mereka bahwa Allah
telah memberikan taubat bagi mereka. (الصلاة) dari Allah terhadap hamba-Nya adalah
rahmat; dari Malaikat adalah istighfar; dan dari orang-orang yang beriman
adalah doa.
(وَاللَّهُ
سَمِيعٌ ) : Yakni Allah Maha
mendengar pengakuan terhadap dosa yang mereka lakukan dan doa yang mereka
panjatkan. Maha Mendengar terhadap doamu, pendengaran penerimaan dan pengabulan
doa.
(عليم) : yakni, Allah Maha Mengetahui hati dan
keikhlasan mereka dalam taubat dan membayar zakat. Maha Mengetahui kebaikan dan
kemaslahatan untuk mereka. Karena zakat dapat membersihkan jiwa, menyebabkan
Allah ridha, dan dapat menjaga harta.
Allah
SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari
umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga
diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan
bagian zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh
orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk
memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam
ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan
tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena
menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang
murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah
mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa
itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang
pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya
akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
Yang
disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat
sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik
dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan
kebaikan. Dalam kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin
mempunyai, mencari makanan, dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink
tersebut bahkan dikobarkan, tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari
didapat itu diserahkan kepada yang lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin.
Bukan anjuran, bukan sunnat saja, dan bukan hanya belas kasihan, tetapi
kewajiban dan menjadi salah satu dari tiang rukun Islam.
Setelah
Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah
perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka sebagai
sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh ialah bukti
dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran (shiddiq) dan dia
pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah, tumbuh, bertambah, suci, dan
baik. Maksud perintah Tuhan menyuruh mengambil dari sebagian harta mereka itu
sebagai sedekah dalam ayat ini adalah guna membersihkan dan mensucikan
mereka.Zakat menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh
karena itu Imam Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat
itu adalah sedekah; berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah
dan infak lebih luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga
berarti pemberian yang sunnah saja.
Hamka
menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam
dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al
Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
2.Dilarang
melakukan riba dan segala macam perjudian.
3.Dilarang menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang terdapat pada bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal
.
4. Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
4. Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
5.
Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas
perak dan perniagaan. Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan
lima persen) dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat
binatang ternak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.
6. Perbelanjaan istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.
7. Wajib membela orang-orang yang kesusahan, memberi makan dan penginapan, kecuali terhadap penjahat.
8. Menjadi kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.
9. Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma, hibah, hadiah, dan sebaginya).
10. Dicela keras boros, royal dan tabdzir berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan kikir. Dinyatakan bahwa semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan, baik untuk dirinya sendiri atau ummat dan negara.
11. Dibolehkan ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan syarat tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit bagi diri atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).
12. Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri dan keluarganya.
13. Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang sabar.
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a Nabi
SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau zakat
itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih payah
mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah dengan
muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu
menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir.
Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang
baikk itu.
Dalam
penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha
mengetahui”Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya dengan
shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar, artinya
shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan
dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun
mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya –
yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara
yang baik dan yang buruk.
Dan
Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu.
Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya
mengambil manfaat karena izin Allah, sekarang dia belanjakan kepada jalan yang
diridhoi oleh Allah yeng empunya dia.
b.
Hikmah
Surah
1.
Kewajiban
mengambil zakat untuk mensucikan jiwa, mengembangkan dan mendapatkan keberkahan harta. .
2.
Mengeluarkan zakat, merupakan bukti
kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
3.
Dalam menilai perbuatan baik orang lain,
kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan
perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan
orang-orang mengeluarkan zakat. Doa Rasululla saw adalah syafaat dan menimbulkan ketenangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Menunaikan
zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang
muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki
harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas
kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau
saat hasil pertanian telah tiba. Karena zakat merupakan ibadah yang memiliki
dua hal utama dalam dimensi kehidupan:
vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai
kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.
Saran
Makalah
yang disajikan oleh penulis sebagai panduan untuk dapat kiranya lebih dipahami
oleh pembaca tentang isi-isi dalam makalah ini. Penulis menyarankan kepada
pembaca agar tiap-tiap sub atau bagian dari karya ini tentunya dapat dikoreksi
untuk bisa menyempurnakan Makalah ini, sebagai sebuah karya yang dapat
memeberikan pemahaman yang lebih jelas atau mudah dipahami oleh para
pembacanya.
Daftar
Pustaka
·
http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/kajian-tafsir-ayat-zakat.html
·
http://quran.com/9/
MAKALAH
Tafsir
muamalah
“SURAH
AT-TAUBAH AYAT 103”
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Tahun Akademik 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan okehadirat Allah Swt, karena atas berkat limpahan
rahmat-Nya kepada kita semua, terkhusus kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai sebuah panduan untutk dapat memberikan
pemahaman tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103
Beigutu
pun shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw, Nabi sebagai
rahmatan lil alamin di alam semesta.
Penulis tentunya berharap bahwa
dengan hadirnya karya ini dalam bentuk makalah diharapkan mampu memberikan
informasi kepada pembaca tentang kandungan surat At-Taubah ayat 103 sebagai
tambahan pemahaman dalam pendidikan masa kini. Penulis pula tak lupa
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan
masih terdapat banyak kekurangan ataupun isi yang diberikan tidak sesuai yang
diharapkan oleh pembaca.
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran sekiranya di dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan dan
kesalahan sehingga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Samata,
Gowa. 13 Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Menunaikan
zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang
muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki
harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas
kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau
saat hasil pertanian telah tiba.
Zakat
diwajibkan dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan kaum dhu’afa,
fakir miskin, atau melipur orang-orang yang sengsara, dan membantu orangorang
yang sangat membutuhkan pertolongan. Di samping itu pemberian zakat dapat
merekat tali kasih sehingga tidak timbul ketegangan atau gejolak di
tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di antara orang-orang kaya dengan
orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi: vertikal
(ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai kewajiban
kepada sesama manusia.
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. bagaimana ayat, terjemahan, dan kosa
kata Q.S At-Taubah ayat 103?
2. Bagaimana Asbabun Nuzul Q.S
At-Taubah ayat 103?
3. Bagaimana Munasabah Q.S At-Taubah
ayat 103?
4. Bagaimana tafsir dan hikmah Q.S
At-Taubah ayat 103?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui ayat, terjemahan,
dan kosa kata Q.S At-Taubah ayat 103.
2. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Q.S
At-Taubah ayat 103.
3. Untuk mengetahui Munasabah Q.S At-Taubah
ayat 103.
4. Untuk mengetahui tafsir dan hikmah
Q.S At-Taubah ayat 103.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ayat, Terjemahan dan Kosa Kata dari
Q.S At-Taubah ayat 103
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(at-Taubah: 103)
Kosa Kata :
ambillah : خُذْ
|
dari : مِنْ
|
|
sebagian harta mereka : أَمْوَٰلِهِمْ
|
Sedekah
: صَدَقَةً
|
kamu
membersihkan mereka : تُطَهِّرُهُمْ
|
dan
kamu mensucikan mereka : وَتُزَكِّيهِم
|
dengannya
: بِهَا
|
|
dan
doakanlah : وَصَلِّ
|
atas
mereka : عَلَيْهِمْ
|
sesungguhnya
: إِنَّ
|
doa
kamu : صَلَوٰتَكَ
|
ketentraman
: سَكَنٌ
|
bagi
mereka : لَّهُمْ
|
dan
Allah : وَٱللَّهُ
|
Maha Mendengar : سَمِيعٌ
|
|
Maha
Mengetahui : عَلِيمٌ
|
2.
Asbabun
Nuzul
Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan
orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui
dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka
juga dan hukum bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang
masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka
mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang
yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka
bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW
sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan
mereka. Nabi kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian
menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka
telah diterima.
Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya
yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui
dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa
harta mereka seraya
berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami
untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta
mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab:
"Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah
ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3
dari harta mereka.
Dalam
riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa
Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki
harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat
Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.
3. Munasabah ayat
Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً )
adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang
Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan)
antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah
mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka.
Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika
kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha
dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan ayat
ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat kepada orang-orang kaya sebagaimana
pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya
adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena
tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena
cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah
dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat
dan penyesalan adalah jika kalian
mengeluarkan zakat wajib, karena
pengakuan tidak terbukti kecuali
dengan bukti, dengan ujian seseorang
menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati,
maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang
yang dusta.
4.
Tafsir dan Hikmah Q.S At-Taubah ayat
103.
a. Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka)., Yakni, Wahai Rasul dan setiap
pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu
dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. Dengan zakat itu kamu
membersihkan mereka dari penyakit kikir dan rakus. Dengan zakat itu juga kamu
mensucikan jiwa mereka, menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka, memperkembangkan
harta benda mereka, dan mengangkat mereka ke derajat orang-orang yang ikhlas. (التزكية/mensucikan) : berarti membersihkan
dengan ekstra. Atau dalam arti
memperkembangkan harta dan
keberkahannya. Yakni, Allah swt menjadikan berkurangnya harta karena
dikeluarkan zakatnya sebagai sebab
berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة
من مال/Harta tidak akan
berkurang lantaran sedekah “.
Menurut
al-Hasan al-Bashri yang dimaksud dengan
shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan
mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan
menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib.
Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ
أَمْوالِهِمْ ) adalah
seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah
khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah
dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ),
yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan
mengambil sedekah tersebut.
Jashshash berkata : Yang benar
adalah yang dimaksud dengan shadaqah dalam ayat ini yaitu zakat wajib; karena
tidak ada keterangan yang pasti bahwa
Allah mewajibkan kepada mereka, tidak kepada yang lain, shadaqah selain zakat harta. Jika tidak ada
hadits tentang hal itu, maka yang nampak adalah bahwa mereka dan orang-orang
yang lain sama dalam hukum dan ibadah, dan bahwa mereka tidak dikhususkan
dengan shadaqah wajib tersebut, tanpa diwajibkan kepada yang lain. Juga jika yang dikehendaki ayat itu adalah
shadaqah wajib bagi seluruh manusia karena mereka sama dalam hukum kecuali ada
dalil yang mengkhususkannya, maka
mestinya shadaqah ini wajib bagi semua orang, tidak dikhususkan kepada
kaum tertentu saja. Apabila hal ini telah nyata, maka shadaqah yang diwajibkan
itu adalah zakat wajib, karena pada harta orang-orang lain tidak ada kewajiban
selain zakat wajib.
Sedangkan firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها ), tidak menunjukkan bahwa itu shadaqah yang menghapuskan dosa
selain zakat wajib, karena zakat wajib juga dapat membersihkan dan mensucikan
orang yang menunaikannya. Seluruh orang mukallaf membutuhkan yang dapat
membersihkan dan mensucikan mereka. Teks ayat ini
walaupun khusus bagi Rasul dan mempunyai sebab khusus, namun bersifat umum bagi
para khalifah dan para pemimpin sesudahnya. Oleh karena itu Abu bakar
ash-Shiddiq dan para sahabat yang lain memerangi orang-orang yang enggan
membayar zakat dari kalangan suku-suku Arab sampai mereka membayar zakat kepada
khalifah sebagaimana mereka membayarnya kepada Rasulullah saw.
Abu bakar ash-Shiddiq berkata : (واللّه لو منعوني عقالا- أو عناقا- كانوا يؤدونه إلى رسول
اللّه صلى اللّه عليه وسلّم، لأقاتلنهم على منعه/Demi Allah, jika mereka enggan menyerahkan kepadaku satu ekor
saja yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah saw, niscaya aku perangi
mereka karena enggan membayar zakat).
(وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ) : yakni doakan,
mohonkan ampunan untuk mereka, dan sayangi mereka, karena doa dan permohonan
ampunanmu merupakan ketenangan dan ketentraman bagi hati mereka bahwa Allah
telah memberikan taubat bagi mereka. (الصلاة) dari Allah terhadap hamba-Nya adalah
rahmat; dari Malaikat adalah istighfar; dan dari orang-orang yang beriman
adalah doa.
(وَاللَّهُ
سَمِيعٌ ) : Yakni Allah Maha
mendengar pengakuan terhadap dosa yang mereka lakukan dan doa yang mereka
panjatkan. Maha Mendengar terhadap doamu, pendengaran penerimaan dan pengabulan
doa.
(عليم) : yakni, Allah Maha Mengetahui hati dan
keikhlasan mereka dalam taubat dan membayar zakat. Maha Mengetahui kebaikan dan
kemaslahatan untuk mereka. Karena zakat dapat membersihkan jiwa, menyebabkan
Allah ridha, dan dapat menjaga harta.
Allah
SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari
umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga
diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan
bagian zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh
orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk
memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam
ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan
tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena
menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang
murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah
mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa
itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang
pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya
akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
Yang
disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat
sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik
dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan
kebaikan. Dalam kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin
mempunyai, mencari makanan, dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink
tersebut bahkan dikobarkan, tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari
didapat itu diserahkan kepada yang lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin.
Bukan anjuran, bukan sunnat saja, dan bukan hanya belas kasihan, tetapi
kewajiban dan menjadi salah satu dari tiang rukun Islam.
Setelah
Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah
perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka sebagai
sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh ialah bukti
dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran (shiddiq) dan dia
pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah, tumbuh, bertambah, suci, dan
baik. Maksud perintah Tuhan menyuruh mengambil dari sebagian harta mereka itu
sebagai sedekah dalam ayat ini adalah guna membersihkan dan mensucikan
mereka.Zakat menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh
karena itu Imam Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat
itu adalah sedekah; berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah
dan infak lebih luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga
berarti pemberian yang sunnah saja.
Hamka
menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam
dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al
Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
1. Islam mengakui milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
2.Dilarang
melakukan riba dan segala macam perjudian.
3.Dilarang menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang terdapat pada bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan bank, dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan berontaknya kaum buruh kepada kaum modal
.
4. Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
4. Orang-orang bodoh yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
5.
Islam mengatur zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas
perak dan perniagaan. Dan sepersepuluh atau seperlima (sepuluh persen dan
lima persen) dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat
binatang ternak yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.
6. Perbelanjaan istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.
7. Wajib membela orang-orang yang kesusahan, memberi makan dan penginapan, kecuali terhadap penjahat.
8. Menjadi kaffarah, yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.
9. Selalu dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma, hibah, hadiah, dan sebaginya).
10. Dicela keras boros, royal dan tabdzir berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan kikir. Dinyatakan bahwa semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan, baik untuk dirinya sendiri atau ummat dan negara.
11. Dibolehkan ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan syarat tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit bagi diri atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan (produksi).
12. Dipuji orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri dan keluarganya.
13. Orang yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang sabar.
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a Nabi
SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau zakat
itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih payah
mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah dengan
muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu
menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir.
Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang
baikk itu.
Dalam
penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha
mengetahui”Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya dengan
shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar, artinya
shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan
dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun
mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya –
yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara
yang baik dan yang buruk.
Dan
Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu.
Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya
mengambil manfaat karena izin Allah, sekarang dia belanjakan kepada jalan yang
diridhoi oleh Allah yeng empunya dia.
b.
Hikmah
Surah
1.
Kewajiban
mengambil zakat untuk mensucikan jiwa, mengembangkan dan mendapatkan keberkahan harta. .
2.
Mengeluarkan zakat, merupakan bukti
kejujuran seseorang atas pengakuan imannya kepada Allah Swt.
3.
Dalam menilai perbuatan baik orang lain,
kita dituntut untuk bersyukur kepada Allah dan termotivasi untuk melakukan
perbuatan yang baik. Bahkan Rasulullah Saw mengucapkan salam dan mendoakan
orang-orang mengeluarkan zakat. Doa Rasululla saw adalah syafaat dan menimbulkan ketenangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Menunaikan
zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang
muslim sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki
harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas
kepemilikan harta tersebut (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau
saat hasil pertanian telah tiba. Karena zakat merupakan ibadah yang memiliki
dua hal utama dalam dimensi kehidupan:
vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan horizontal (sebagai
kewajiban kepada sesama manusia.
Berkenaan
dengan zakat, Ayat 103 surat at-Taubah menjelaskan tentang implementasi zakat
dalam Islam, Melalui makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan zakat yang didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
B.
Saran
Makalah
yang disajikan oleh penulis sebagai panduan untuk dapat kiranya lebih dipahami
oleh pembaca tentang isi-isi dalam makalah ini. Penulis menyarankan kepada
pembaca agar tiap-tiap sub atau bagian dari karya ini tentunya dapat dikoreksi
untuk bisa menyempurnakan Makalah ini, sebagai sebuah karya yang dapat
memeberikan pemahaman yang lebih jelas atau mudah dipahami oleh para
pembacanya.
Daftar
Pustaka
·
http://journeylife-harun.blogspot.com/2009/11/kajian-tafsir-ayat-zakat.html
·
http://quran.com/9/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar