Hadis
Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam
UIN
Alauddin Makassar
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Latar belakang dibuat
makalah ini karena banyaknya
diantara kita yang mungkin terjadi kesalah pahaman dalam menyebutkan tentang
apakah itu yang dinamakan hadis, sunnah, khabar, atau atsar. Karena pada
dasarnya terdapat perbedaan diantara keempat istilah tersebut. Oleh sebab itu
melalui makalah ini kami akan menjelaskan tentang apakah yang dimaksud dengan
hadits, sunnah, khabar dan atsar serta menurut para Ulama Ahli, baik Ahli
Hadits, Ushul maupun Ahli Fiqh, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman mengenai
pengertian hadits dan sunnah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun
yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.
Hadis
2.
Sunnah
3.
Khabar
4.
Atsar,
serta
5.
Struktur
Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
a.
Hadis
ü
Menurut
bahasa
Hadis
menurut bahasa adalah ucapan atau perkataan, kata hadits juga adalahal- jadid yang artinya (sesuatu yang
baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat. Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita,
yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang
lain, sama maknanya dengan hadis.
ü
Menurut
istilah
Hadis
menurut istilahahli hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal Ihwal
tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainya adalah segala sesutu
yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
ketetapannya”. Yang termasuk hal Ihwal dalam defenisi di atas adalah segalah
sesutu yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan dengan Himmah, karakteristik,
sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sebagian
ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa “Hadis itu melengkapi sabda Nabi,
perbuatan beliau dan Taqrir beliau : melengkapi perkataan, perbuatan dan taqrir
sahabat, sebagaimana melengkapi pula perkataan, perbuatan dan taqrir tabi’in.
Menurut
istilah ahli ushul ialah “segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir
Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”. Tidak masuk kedalam hadis, sesuatu
yang tidak bersangkut paut dengan hukum seperti urusan pakaian.
Sebagian
Muhaddisin berpendapat bahwa hadis itu bukan hanya untuk sesutu yang Marfu’,
yaitu sesutu yang disandarkan kepada Nabi SAW saja, melainkan juga untuk
sesuatu yang Mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan yang Maqtu’,
yaitu yang disandarkan kepada Tabi’in.
Dengan
beberapa pengertian tadi bahwa segalah sesutu yang bersumber dari Rasulullah
SAW yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau tidak mengandung misi
kerasulannya, seperti tata cara berpakian, tidur dan makan adalah tidak
termasuk hadis.
b.
Sunnah
ü
Menurut
bahasa
Menurut bahasa sunnah berarti “ kebiasaan dan jalan
(cara) yang baik dan yang jelek” atau “jalan
(yang dilalui), baik yang terpuji maupun yang tercela atau jalan yang
lurus atau tuntutan yan tetap (konsisten).
ü
Menurut
istilah
Menurut ahli Ushul, Sunnah adalah “segala sesuatu
yang yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, budi pekerti, perjalan hidup, baik sebelum menjadi rasul maupun
sesudahnya” atau “ segala sesuatu yang berhubungan dengan sirah (perjalanan hidup)
Nabi SAW. Budi pekerti, berita, perkataan, dan perbuatannya, baik melahirkan
syara’ maupun tidak”. Mereka berargumentasi bahwa Rasulullah SAW adalah pembwah
dan mengatur undang-undang yang menerangkan kepada manusia tentang Dustur
Al-Hayat (undang-undang hidup), dan menetapkan kerangka dasar bagi para
Mujtahid yang hidup sesudahnya.
Ulama hadis memberikan pengertian sunnah sebagai
“segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
tabiat, budi pekerti atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi
Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya. Mereka
mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas karena mereka memandang diri Rasul
sebagai uswatun hasanah (contoh atau teladan yang baik), dan oleh sebab itu mereka
menerimah secara utuh segala yang diberikan tentang diri Rasulullah, tanpa
membedakan apakah yang diberikan itu berhubungan dengan hukum syara’ atau
tidak.
Ulama fiqih memandang sunnah sebagai perbuatan yang
dilakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardhu.
Dengan kata lain, sunnah adalah amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan
dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, Sunnah adalah adat (tradisi)
yang telah berulang kali dilakukan masyarakat, baik yang dipandang ibadah
maupun tidak.
c.
Khabar
ü
Menurut
Bahasa
Khabar secara bahasa artinya an-naba (sebuah
berita),bentuk jamaknya adalah akhbaar. Khabar juga adalah Berita yang
disampaikan oleh sesorang kepada orang lain.
ü
Menurut
Istilah
Terdapat
beberapa pendapat yang mnyangkut tentang
Khabar,
·
Ada
yang mengatakan bahwa Khabar itu sama dengan hadis, sehingga maknanya menjadi
sama secara istilah.
·
Ada
pula yang berpendapat bahwa hadis adalah segala yang datang dari Nabi, sedang
khabar adalah yang datang dari selain Nabi seperi sahabat dan Tabi’in.
·
Pendapat
lain juga mengatakan bahwa khabar lebih luas daripada hadis, kalau hadis segala
yang datang dari Nabi, sedang Khabar adalah yang datang dari Nabi atau dari
selain beliau.
Menurut Ibn
Hajar Al-Asqalani yang dikutip As-Suyuti, istilah hadis sama artinya dengan
khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu.
Mayoritas ulama
melihat hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedangkan Khabar sesuatu yang
datang dari Rasulullah dan dari yang laiinya, termasuk berita-berita ulama
dahulu, para Nabi, dan lain-lain. Dengan demikian, khabar lebih umum lebih umum
dari pada hadis dan dapat dikatakan bahwa setiap hadis adalah khabar dan tidak
sebaliknya, khabar tidak mesti hadis.
d.
Atsar
ü
Menurut
Bahasa
Atsar
adalah peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas Nabi
karena hadis itu peninggalan beliau. Atau diartikan yang dipindahakan dari Nabi
seperti kalimat “doa yang bersumber dari Nabi”.
ü
Menurut
Istilah
Ahli hadis mengatakan bahwa Atsar sama dengan Khabar
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, Sahabat dan Tabi’in. Atsar
adalah sesuatu yang berasal dari Tabi’in sehingga ahli Atsar adalah Atsari, dan
ada yang mengatakan atsar lebih umum daripada Khabar. Secara Linguistis, Atsar
sama artinya dengan khabar, hadis, dan sunnah.
Menurut Jumhur ulama mengatakan bahwa Atsar sama
dengan Khabar, yaitu sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW.
Ulama Khurasan mengatakan bahwa Atsar ditujukan
untuk yang mauquf, sedangkan Khabar ditujukan kepada yang Marfu. Atsar hanya
bersumber dan disandarkan kepada Tabi’in.
2.2 UNSUR-UNSUR HADIS
Dalam meriwayatkan
sebuah Hadis dari Nabi Muhammad SAW, melibatkan beberapa unsur seperti :
Pemberita (Rawi) atau periwayatan, kemudian materi berita (matan), dan sandaran
berita (sanad) yang dimaksud adalah rangkaian hubungan antara satu periwayat
dengan periwayat lainnya. Sealain itu, melibatkan indikator penilaian bertemu
atau tidaknya seorang periwayat dengan periwayat lainnya, hal ini disebut
dengan Shigad Isnad (lafal tahammul wa ‘Ada’ul hadis).
Berikut
penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan ulama dalam periwayatn hadis
sebagai berikut :
a)
Rawi
Rawi adalah isim fi’il dari lafal yang
bentuk masdarnya adalah yang berarti meriwayatkan, memindahkan atau
menceritakan. Kata rawi atau al-rawi juga berarti orang-orang yang meriwayatkan
atau menberitakan hadis (naqil al-hadis) sebenarnya antara sanad dan rawi
merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada
tiap-tiap tabaqahnya, juga disebut rawi jika yang dimaksud dengan rawi adalah
orang yang meriwaytkan dan memindahkan hadis. Akan tetapi yang membedakan
antara rawi dan sanad adalah terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadis.
Orang yang menerima hadis dan kemudian dan menghimpunnya dalam suatu kitab
tadwin, disebut dengan prawi. Dengan demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin
(orang-orang yang membukukan dan menghimpun hadis)
b) Matan
Kata matan atau al-matan menurut
bahasa berarti keras, kuat, sesuatu yang tampak dan asli dalam perkembangan
karya penulisan, ada matan dan ada syarah. Matan disini dimaksudkan karya atau
karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunmakan bahasa yang universal,
dan singkat. Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan
terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadis, hadis sebagai matan, kemudian
diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulamah.
Dari berbagai redaksi definisi matan
yang diberikan para ulama, tetapi intinya sama yaitu materi atau isi berita
hadis itu sendiri yang datang dari Nabi SAW. Matan hadis ini sangat penting
karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat islam untuk dijadikan
petunjuk dalamn beragama.
c)
Sanad
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu
yang dijadikan sandaran, pegangan dan pedoman.
Dalam bidang ilmu hadis sanad itu
merupakan salah satu neraca yang menimbang sahih atau dha’ifnya suatu hadis.
Andai kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta
atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu
langsung, makla hadis tersebut dha’if sehingga tidak dapat dijadikan pedoman atau
hujah. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadis tersebut orang-orang yang
cakap dan cukup persyaratn, yaitu adil, taqwah, tidak fasik, menjaga kehormatan
diri, dan memiliki daya ingat yang kredibel, sanadnya bersambung dari satu
periwayat kepada periwayat lain samapai pada sumber berita pertama, maka
hadisnya dinilai syahi.
d) Shigad Isnad
Shigad Isnad adalah bentuk-bentuk
penyandaran atau perhubungan antara seorang periwayat dengan periwayat yang
lain. Shigad Isnad terdiri atas delapan tingkatan atau mertabat yang
berimplikasi bahwa martabat pertama lebih tinggi dari martabat kedua, ketiga
dan seterusnya sampai pada martabat kedelapan. Shigad Isnad tersebut dapat
dijadikan indikasi ketersambungan Sanad hadis dan dapat memudahkan untuk
menentukan kualitas hadis.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian di atas
dapat kami simpulkan bahwa hadis, sunnah, khabar dan atshar dapat dibedakan dari beberapa aspek,
yaitu sandaran, spesifikasinya, dan sifatnya.
Ø
Hadis
Sandaranya kepada Nabi Muhammad SAW, dari perkataan (qawli), perbuatan (fi’li),
dan persetujuan (taqriri), yang sifatnya Lebih khusus dan sekalipun dilakukan
sekali.
Ø
Sunnah
sandarannya kepada Nabi SAW dan para sahabat, hanya dari perbuatan (fi’li), dan
menjadi Suatu tradisi.
Ø
Khabar
disandarkan kepada Nabi SAW dan selainnya, dilihat dari perkataan (qawli),
perbuatan (fi’li), dan sifatnya lebih umum.
Ø
Atsar
disandarkan kepada Sahabat dan Tabi’in, dari perkataan (qawli), perbuatan
(fi’li), dan bersifat Umum.
Dalam meriwayatkan
sebuah hadis dari Nabi Muhammad SAW, melibatkan beberapa unsur seperti :
pemberita (rawi) atau Periwayat, kemudian berita (matan), dan sandaran berita
(sanad) yang dimaksud adalah rangkaian hubungan antara satu periwayat dengan
periwayat lainnya. Sealain itu, melibatkan indikator penilaian bertemu atau
tidaknya seorang periwayat dengan periwayat lainnya, hal ini disebut dengan
Shigad Isnad (lafal tahammul wa ‘Ada’ul hadis).
3.2 SARAN
Demikian makalah yang
dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan
maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat
kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Ambo
Asse, ILMU HADIS PENGANTAR MEMAHAMI HADIS
NABI SAW, Makassar: UIN Press-Darul Hikmah wal Ulum, 2010
Rahman,
Fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung:
Alma’ Arif
ASH
SHIDDIEQY, Muhammad Hasbi, Tengku, Sejarah
Dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Hasan,
Moustofa, Ilmu Hadis, Bandung:
Pustaka Setia, 2012
Suparta,
Munzier, Ilmu Hadi, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013
Hasmi,
lajnah Ilmiah, 200 Ensiklopedia Ilmu
hadis,Bandung: Marwah Indo Media, 2012
Al-Qaththan,
Syeikh Manna, Pengantar Study Ilmu
Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Abdul
Majid Khon,Haji, Ulumul Hadis,
Jakarta : Amzah, 2012
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al `Utsaimin, Yogyakarta: Media Hidayah, 2008
Mudassir,
H, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar