Makalah
Ilmu Alquran
Asbabun
Nuzul
Jurusan
Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
UIN
Alauddin Makssar
2013/2014
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Al
qur’an merupakan petunjuk bagi umat islam yang memuat berbagai macam pesan,
untuk memahami pesan dalam al quran tersebut merupakan suatu hal yang penting
adalah mengetahui latar belakang turunnya, hal ini penting agar pesan tersebut
dapat ditangkap dengan tepat. Sebagian ayat al qur’an yang diturunkan merupakan
reaksi setelah terjadi suatu peristiwa, interaksi diantara manusia dimasa
rasullullah Saw, inilah yang didalam kajian ulumul qur’an disebut dengan
Asbabun Nuzul (Latar belakang turunnya ayat Al qur’an). Begitu pentingnya
asbabun nuzul maka bisa kita katakan bahwa sebagian ayat tidak mungkin bisa
diketahui makna-makna atau diambil hukum darinya, sebelum mengetahui secara
pasti tentang asbabun nuzul-nya. Pada kesempatan ini pemakalah akan membahas beberapa
hal mengenai asbabun nuzul dimulai dari pengertian asbab al nuzul dan cara
mengetahuinya, faedah mengetahui asbab al-nuzul, ketentuan lafaz yang umum atau
sebab khusus, beberapa riwayat mengenai asbab al-nuzul pengertian munasabah dan
macam-macam munasabah, metode munasabah dan peranan munasabah dalam
tafsir.
Pembahasan
1. Pengertian asbab al
nuzul dan cara mengetahuinya
Kata
“Asbab” atau “sebab”, yang secara kebahasaan bermakna: “segala sesuatu yang
dijadikan jalan yang dapat menghubungkan atau menyampaikan kepada sesuatu
lainnya”. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2]
ayat 166:
Artinya:
(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara
mereka terputus sama sekali (Al-Baqarah, ayat 166)
Sedangkan
kata “nuzul”, menurut bahasa setidaknya memilik dua pengertian, yaitu: (1)
“Gerakan menurun dari suatu tempat yang tinggi ke tempat yang rendah”
(al-inhidar aw al-inhithath min ‘uluwwin ila safalin), seperti ungkapan “نزل فلان
من الجبل”, Si A turun dari atas gunung; dan (2) “Mendiami, menempati, atau
mampir pada suatu tempat” (al-hulul), sebagaimana dalam ungkapan “نزل فلان في المدينة”,
Si A tinggal di kota. Dan sebelum diuraikan tentang pengertian “asbab al-Nuzul”
lebih lanjut, maka perlu untuk diperhatikan bahwa istilah “sebab” di sini,
tidak sama dengan istilah “sebab” yang dikenal dalam hukum sebab-akibat.
Istilah “sebab” dalam hukum sebab-akibat mengandung pengertian keharusan adanya
“sebab” untuk menimbulkan adanya “akibat”; dan suatu “akibat” tidak akan pernah
terjadi tanpa ada “sebab” yang mendahului. Dan bagi al-Qur’an, meski diantara
ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, namun keberadaan sebab itu tidak
mutlak adanya walaupun secara realita telah terjadi peristiwanya.
Adanya
sebab bagi turunnya al-Qur’an tak lain merupakan bentuk wujud nyata
kebijaksanaan Allah SWT dalam memberikan petunjuk kepada hamba-Nya. Dengan
adanya sebab yang mendahului, maka akan lebih tampak dan terasa kebenaran
al-Qur’an selaku petunjuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia
.
Adapun
M. Quraish Shihab memperjelas pengertian “asbab nuzul al-Qur’an” dengan cara
memilah peristiwanya. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang dimaksudkan
dengan “asbab nuzul al-Qur’an” adalah: (1) Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat, di mana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Qur’an tentang
peristiwa tadi atau mengomentarinya; (2) peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah
turunnya suatu ayat, di mana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau
dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi .
Untuk
mengetahui asbab an nuzul dapat diketahui dengan periwayatan yang diakui
keabsahan, dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, hal ini disebabkan
karena asbab an nuzu terjadi di masa rasulullah Saw dan hal ini membutuhkan
kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berhubungan dengan asbab an nuzul,
hal ini menunjukkan kesulitan dalam menentukan asbab an nuzul suatu ayat
sehingga tidak jarang terjadi perbedaan riwayat mengenai asbab an nuzul suatu
ayat. Al-Dahlawi mengidentifikasi sumber kesulitan dalam riwayat “asbab
al-Nuzul”, yaitu: (a) Adakalanya kalangan sahabat atau tabi‘in mengemukakan
suatu kisah ketika menjelaskan suatu ayat. Tapi mereka tidak secara tegas
menyatakan bahwa kisah itu merupakan “asbab al-Nuzul”. Padahal, setelah
diteliti ternyata kisah itu merupakan sebab turunnya ayat tersebut; (b)
Adakalanya kalangan sahabat dan tabi‘in mengemukakan hukum suatu kasus dengan mengemukakan
ayat tertentu, kemudian mereka menyatakan dengan kalimat: نزلت في كذا ...;
seolah-olah mereka menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan penyebab turunnya
ayat tersebut.
Padahal,
boleh jadi pernyataan itu sekedar istinbath hukum dari Nabi Saw tentang ayat
yang dikemukakan tadi . Al wahidi berkata “ tidak boleh berbicara tentang sebab
turunnya ayat al qur’an, kecuali dengan periwayatan yang di nukil dari mereka
yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab turunnya, dan meneliti
ilmunya. Al-Wahidi misalanya, dengan tegas menyatakan: لا يحل القول في أسباب نزول
الكتاب إلا بالرواية والسماع ممن شاهدوا التنزيل, ووقفوا على الأسباب وبحثوا عن علمها
وجدوا في الطلب. Artinya: “Tidak dibenarkan mengemukakan pandangan terkait
dengan Asbab Nuzul al-Qur’an, kecuali berdasarkan riwayat dan informasi yang
didengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan secara langsung peristiwa
turunnya ayat, mencermati sebab-sebab tersebut, dan bersungguh-sungguh dalam
mencarinya”. Terlihat dengan jelas bahwa begitu pentingnya asbabun nuzul, namun
demikian dalam memutuskan sebuah riwayat merupakan sebuah asbabun nuzul dari
sebuah ayat juga merupakan hal yang sulit dan harus sangat berhati-hati dalam
menentukan asbabun nuzul, didalam penjelasan selanjutnya akan dipaparkan faedah
mengetahui asbabun nuzul yang akan menunjukkan pentingnya asbabun nuzul, dan
sebelum itu akan dipaparkan beberapa pandangan yang menanggap tidak pentingnya
asbabun nuzul.
2. Faedah
mengetahui asbab al-nuzul
Dalam
menilai faedah mengetahui asbab al nuzul terjadi perbedaan pendapat diantara
para ulama, diantara mereka terdapat kalangan ulama yang berpendapat bahwa
mengetahui asbab al nuzul tidak penting dalam memahami al qur’an, hal ini
dikarenakan asbab al nuzul merupakan sejarah awal yang hanya berlaku pada saat
turunnya ayat tersebut, mereka tidak memandang bahwa asbab an nuzul dapat
memudahkan dalam memahami ayat-ayat al qur’an, mereka perpendapat meletakkan
kedalam lingkaran historis akan membatasi pesan-pesan yang terkandung di dalam
ayat-ayat al qur’an. Diantara ulama yang ditengarai menganggap tidak terlalu
penting pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah
Muhammad ‘Abduh. Penilaian ini didasarkan atas pandangan Muhammad ‘Abduh yang
tidak menyinggung keberadaan “asbab al-Nuzul” dalam prinsip-prinsip pokok
penafsirannya, Diantara tokoh yang dinilai tegas dalam memandang tidak
pentingnya pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah
Muhammad Husein al-Thabathaba’i. Dalam kitab “al-Qur’an fi al-Islam”,
al-Thabathaba’i mengajukan tiga alasan untuk menunjukkan bukti kuat atas
penilaiaannya ini, yaitu: Pertama, Hadits-hadits yang berkaitan dengan “asbab
al-Nuzul” tidak shahih, karena tidak ada yang mempunyai sanad; Kedua,
Periwayatan hadits-hadits tersebut tidak dilakukan secara berhadapan muka
antara pemberi dan penerima riwayat, dan tidak juga dengan cara tahamul dan
hapalan. Para perawi hanya mengaitkan suatu ayat dengan kisah-kisah tertentu.
Jadi, pada hakikatnya “asbab al-Nuzul” hanyalah sebuah hasil ijtihad semata.
Karenanya, banyak riwayat yang saling bertentangan; dan Ketiga, Sampai akhir
abad I Hijriyah, penulisan hadits masih tetap dilarang oleh Nabi Saw. Ketika
itu orang-orang yang mengemukakan catatan hadits, segera dibakar catatannya. Akhirnya,
periwayatan hadits tentang “asbab al-Nuzul” termasuk hanya dalam bentuk makna
saja.
Kondisi
ini mengakibatkan terjadinya perubahan kandungan hadits itu sendiri. Dan
diantara tokoh yang akhir-akhir ini memandang pengetahuan tentang “asbab
al-Nuzul” tidak ada urgensitasnya dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad
Syahrur. Dalam buku “Nahwa Ushul Jadidah”, Syahrur dengan gamblang menyatakan
bahwa penafsiran saat ini tidak memerlukan asbâb al-Nuzûl. Sebab menurutnya,
hal itu hanyalah bentuk sejarah penafsiran awal yang hanya berlaku pada saat
turunnya al-Qur'an (abad ke-VII M), dan tidak berlaku untuk waktu dimana kita
berada saat ini (abad ke-XXI) . Namun demikian mayoritas ulama menganggap
penting mengetahui asbab al nuzul ketika mempelajari al qur’an, beberapa
pendapat yang menganggap begitu pentingnya mengetahui asbab al nuzul adalah: Al
– Wahidi berkata , “ Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa
mengetahui kisah dan sebab turunnya.” . Ibn Taimiyah berkata, “Pengetahuan
tentang sebab turunnya ayat membantu memahami kandungan ayat tersebut, karena
dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat mengetahui akibat dari
buah dari sebab tersebut, beberapa orang dari kalangan salaf tidak jarang
mengalami kesulitan dalam memahami makna ayat-ayat Al qur’an. Namu ketika
mereka mengetahui sebabturunnya ayat tersebut, sirnalah kesulitan yang
menghalangi pemahami mereka.” Menurut al –Ahabuni dalam kitabnya al-Tibyan Fi
Ulum Al Qurran, faedah mengetahui asbab al-nuzul adalah: 1. Mengetahui hikmah
yang ditegakkan atas disyariatkannya hukum. 2. Mengkhususkan hukum sebab yang
terjadi (bagi yang berpendapat bahwa penetapan hukum itu dengan sebab yang
khusus) 3. Mengehindarkan dugaan adanya hasr (batasan tertentu) karena zahir
ayat memang menunjukkan hasr. 4. Megetahui orang yang menjadi sebab
diturunkannya ayat dan menghilangkan keraguan atasnya 3. Ketentuan lafaz yang
umum atau sebab khusus Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tetang
ayat yang turunnya berdasarkan adanya suatu kasus atau pertanyaan, perbedaan
pendapat mereka terletak pada pengertian ketentuan dalam ayat, jika ketentuan
ayat itu menggunakan lafal yang lebih umum dari kasus atau pertanyaan yang
diajukan, apakah ketentuan itu dipandang dari umumnya lafal atau kususnya sebab?
maksudnya jika turun ayat berkaitan dengan suatu kasus atau sebagai jawaban
atas suatu pertanyaan itu saja atau apakah ketentuan dalam ayat itu bisa
diperlakukan secara umum. Sebagian ulama ushul fiqh masih berselisih pendapat
tentang istilah “asbab al-nuzul yang bersifat khusus dengan ayat yang turun
berbentuk umum,” mana yang dapat dijadikan pegangan: apakah ayat yang umum atau
sebab yang khusus? Di sini akan penulis kemukakan kedua pendapat tersebut,
yakni: Pertama, jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadikan pegangan adalah
lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz
yang umum itu melampau sebab yang khusus. Misalnya ayat li’an yang turun
berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayyah kepada istriya telah berzina dengan
Syuraik bin Sahma yang menyebabkan turunnya ayat ke-6 sampai ke 9 dari surah
An-Nuur. Jadi hukum yang diambil dari lafadz umum ayat ini (“Dan orang-orang
yang menuduh istrinya”) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal bin Umayyah,
tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.
Kedua, Kelompok ulama lain berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah
kekhususan sebab, bukan lafadz yang umum. Karena lafadz yang umum itu
menunjukkan sebab yang khusus.
Oleh
karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain yang menjadi sebab
turunnya ayat, diperlukan dalil lainnya seperti qiyas dan sebagainya, sehingga
pemindahan riwayat sebab yang khusus itu mengandung faedah; dan sebab tersebut
sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya Abd
al-Mun’im al-Namir berkesimpulan bahwa perbedaan antara keduanya hanya rsekedar
khilaf syakli (perbedaan formal) bukan perbedaan hakiki. Masing-masing
mempunyai jalan pikirannya, tetapi tidak mempengaruhi sedikitpun kepada penerapan
ayat tersebut secara umum. Ibn Taimiah memberikan komentar yang sejalan dengan
ini : “Para ulama, meski mereka berbeda pendapat dalam menghadapi lafal umum
yang datang lantaran suatu sebab:apakah khusus bagi sebab itu, namun tak
seorang pun (dari mereka) yang mengatakan bahwa keumuman-keumuman Al-Qur’an dan
sunnah khusus bagi orang tertentu. Hanya saja, paling jauh dapat dikatakan
bahwa keumuman-keumuman itu tertentu pada orang yang semacam itu:maka meliputi
pula akan orang yang menyerupainya dan tidaklah keumuman padanya menurut lafal.
Ayat yang mempunyai sebab tertentu, sekalipun ayat itu berupa perintah dan
larangan, maka ayat tersebut mencakup orang itu dan orang lain yang sama
kedudukannya”.
3. Beberapa riwayat
mengenai asbab al-nuzul
Beberapa
ketentuan yang digunakan oleh ahli tafsir ketika terdapat beberapa riwayat
tentang sebab turunnya suatu ayat : a. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat
itu tidak tegas, seperti contohnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” atau
seperti : “Aku mengira ayat ini turun mengenai perkara ini” , maka tidak ada
yang kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu. Sebab yang dimaksud
riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu
termasuk ke dalam makna ayat yang disimpulkan darinya dan bukan menyebabkan
Asbab Nuzul. Terkecuali ada indikasi pada salah satu riwayat yang menunjukkan
bahwa itu adalah Asbab Nuzul. b. Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak
tegas, misalnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” sedang riwayat lain
menyebutkan Asbab Nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka
yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan Asbab Nuzul secara tegas
itu. Dan riwayat yang tidak tegas dipandang termasuk ke dalam penjelas. c. Jika
riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan Asbab Nuzul, salah satu diantaranya
itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih. d. Apabila
riwayat-riwayat itu sama-sama shahih, namun terdapat segi yang memperkuat salah
satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari
riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang
didahulukan. e. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat
itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu
turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara
sebab itu berdekatan. f. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka
riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga
dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih
karena jarak waktu diantara sebab itu berjauhan .
C.
Penutup
Asbabun
nuzul merupakan cabang dari ulumul qur’an yang begitu penting untuk dipelajari
untuk dapat memahami al qur’an, asbab al nuzul merupakan salah satu ilmu yang
penting dipelajari oleh seorang mufasir dalam melakukan pentafsiran terhadap
ayat-ayat al qur’an, asbabun nuzul dapat diketahui dari periwayatan yang diakui
keabsahan, dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, faedah mengetahui
asbab al-nuzul adalah untuk mempermudah memahami makna yang tersurat dan
tersirat dari ayat al qur’an. Perbedaan pendapat mengenai ketentuan lafaz yang
umum atau sebab khusus menurut Abd al-Munim al-Namir merupakan sekedar
perbedaan yang tidak hakiki, munasabah merupakan langkah analisa al qur’an
dengan jalan musyakalah (mencari persamaan) dan mencari kedekatan makna dalam
ayat al qur’an.
Daftar Pustaka
Abu
Maryam Abdusshomad, Beberapa Riwayat Mengenai Asbab Nuzul,
http://alsofwah.or.id.
Al-Qaththan,
Manna’, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, (Riyadh :Mansyurat al-‘Ashar al- Hadist
Jalal al-Din al-suyuti, al itqan fi ulum Al qur’an(beirut:Maktabah
al-‘Asriah,1987),juz I,
Jalaluddin
As Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al qur’an (Jakarta:Gema Insani, 2008),
Jalaluddin
As-Suyuthi, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Daar Al-Fikr, Beirut, t.t, Jilid I.
Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (terj. Mabahis Fi ‘Ulumil Qur’an oleh
Mudzakir AS, Bogor : Litera Antar Nusa, 2009
Muhammad
Ali al-Shabui, Al- Tibyan Fi Ulum Al Qur;An(Damsyiq:maktabah al –Ghazali,
Nawir
Yuslem, Ulumul Qur’an(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010 Pusat Studi Al
Qur’an, Pengertian Asbab an Nuzul,
www.psq.or.id
(diakses 09 Maret 2012, 11:31)
Ramli
Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada ,1993)
Rosihan
Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008)
Supiana
dan M. Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002)
Zenrif,
Sintesis Paradigma Studi Al Qur’an,( UIN Malang Press, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar