Makalah Tafsir Muamalah
“PINJAMAN”
SURAH
AL-MAIDAH AYAT
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
AKUNTANSI 7,8
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur bagi Allah SWT., Tuhan Semesta Alam, atas segala karunia dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini meskipun penulis
masih akui masih jauh dari sempurna. Salawat serta salam semoga dilimpahkan
kepada Rasulullah SAW.
Dalam
menyusun makalah ini, penulis berusaha untuk menyajikannya secara sederhana,
praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dihayati oleh mahasiswa dan
mereka yang memiliki perhatian besar terhadap tafsir muamalah.
Penulis
berharap agar para mahasiswa dan pembaca sekalian tidak merasa puas dengan
penjelasan makalah ini saja, tetapi terus mencari dan menggali literatur tafsir
atau buku-buku lainnya.
Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi pembaca semua. Amin. Penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran membangundari siapa saja agar buku ini lebih
bermanfaat dan kualitasnya lebih baik di masa mendatang.
Samata-Gowa,
28 Juni 2014
Penyusun
SURAH
AL-MAIDAH AYAT 2
1 .
TEKS AYAT
Terjemahan
:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
2.
KOSA KATA
Menghalangi
|
صَدُّوكُمْ
|
Beriman
|
ءَامَنُوا۟
|
Melampaui
|
تَعْتَدُوا۟
|
Kamu melanggar
|
تُحِلُّوا۟
|
Tolong menolong
|
وَتَعَاوَنُوا۟
|
Syiar-syiar
|
شَعٰٓئِرَ
|
Kebaikan
|
الْبِرِّ
|
Bulan-bulan
|
الشَّهْرَ
|
Takwa
|
وَالتَّقْوَىٰ
|
Haram
|
الْحَرَامَ
|
Berbuat
dosa
|
الْإِثْمِ
|
Binatang hadiah / Korban
|
الْهَدْىَ
|
Permusuhan
|
وَالْعُدْوٰنِ
|
Binatang yang dikalungi
|
الْقَلٰٓئِدَ
|
Sangat keras
|
شَدِيدُ
|
Karunia
|
فَضْلًا
|
Siksa
|
الْعِقَابِ
|
Berburulah
|
فَاصْطَادُوا۟
|
Kebencian
|
شَنَـَٔانُ
|
3.
ASBABUN NUZUL (SEBAB
TURUNNYA AYAT)
Ibnu
Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari Ikrimah yang telah bercerita,
"Bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah beserta kafilahnya
yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah
menemui Nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit
untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda
kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, 'Sesungguhnya ia telah menghadap
kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia berpamit dariku dengan
langkah yang khianat.' Tatkala Al-Bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad
dari agama Islam. Kemudian pada bulan Zulkaidah ia keluar bersama kafilahnya
dengan tujuan Mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw. mendengar beritanya, maka
segolongan sahabat Nabi dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar
bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu.
Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syiar-syiar Allah...' (Q.S. Al-Maidah 2) kemudian para sahabat
mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). Hadis serupa ini telah
dikemukakan pula oleh Asadiy." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Zaid bin
Aslam yang mengatakan, "Bahwa Rasulullah saw. bersama para sahabat tatkala
berada di Hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk
memasuki Baitulharam. Peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka,
kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah Arab lewat
untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabat Nabi saw. berkata, 'Marilah kita
halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalangi
sahabat-sahabat kita.' Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, 'Janganlah
sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...'" (Q.S. Al-Maidah
2)
4. MUNASABAH
Pada akhir surah al-Maidah, Allah
menyatakan diriNya sebagi pemillik kerajaan langit, bumi dan isinya sekaligus
menguasai dan mengaturnya sesuai kehendakNya. Maka pada awal surah al-An’am
Allah memuji diriNya karena Dialah yang telah menciptakan langit, bumi dan
isinya serta segala peristiwa yang terjadi didalamnya .
5.
TAFSIR
Ayat ini merinci apa yang disinggung di atas. Rincian
itu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan
dengan haji dan umrah, yang pada ayat lalu telah disinggung, yakni tidak
menghalalkan berburu ketika sedang dalam keadaan berihram. Disini sekali lagi
Allah menyeru orang-orang beriman : Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu melangar syi’ar-syi’ar Allah dalam
ibadah haji dan umrah bahkan semua ajaran agama, dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, yakni
Dzul Qa’idah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, jangan mengganggu binatang al-hadya, yakni binatang yang akan
disembelih di Mekah dan sekitarnya, dan
yang dijadikan sebagai persembahan
kepada Allah, demikian juga jangan mengganggu al-qalaid, yaitu binatang-binatang yang dikalungi lehernya sebagai
tanda bahwa ia adalah persembahan yang sangat istimewa, dan jangan juga mengganngu para
pengunjung baitullah, yakni siapa pun yang ingin melaksanakan ibadah haji
atau umrah sedang mereka melakukan
hal tersebut dalam keadaan mencari dengan sungguh-sungguh karunia keuntungan duniawi dan keridhaan
ganjaran ukhrawi dari Tuhan mereka.
Apabila kamu
telah bertaballul menyelesaikan ibadah ritual haji atau umrah, atau
karena satu dan lain sebab sehingga kamu tidak menyelesaikan ibadah kamu,
misalnya karena sakit atau terkepung musuh, maka
berburulah jika kamu mau
Dan
janganlah sekali-kali kebencian yang telah mencapai puncaknya
sekalipun kepada suatu kaum karena
menghalang-halangi kamu dari Masjid al-Haram, mendorong kamu berbuat aniaya kepada
mereka atau selain mereka. Dan
tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan, yakni segala bentuk dan macam hal yang membawa kepada
kemaslahatan duniawi dan atau ukhrawi dan
demikian juga tolong-menolonglah dalam ketakwaan,
yakni segala upaya yang dapat menghindarkan bencana duniawi dan atau ukhrawi,
walaupun dengan orang yang tidak seiman dengan kamu, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.
Kata sya’a’ir adalah
kata jamak dari kata sya’irah yang
berarti tanda, atau bisa juga dinamai
syi’ar. Ketika menafsirkan QS.
Al-Baqarah [2]: 158, penulis kemukakan bahwa syi’ar seakar dengan kata syu’ur
yang berarti rasa. Yakni
tanda-tanda agama dan ibadah yang ditetapkan Allah. Tanda-tanda itu dinamai syi’ar karena ia seharusnya menghasilkan
rasa hormat dan agung kepada Allah
swt.
Ada bermacam-macam tanda-tanda itu. Ada yang merupakan
tempat seperti Shafa dan Marwah serta Masy’ar al-Haram, ada juga berupa waktu,
seperti bulan-bulan Haram, dan ada lagi dalam wujud sesuatu, seperti al-hadya dan al-qala’id, yakni binatang kurban yang dipersembahkan kepada Allah.
Kata haram pada
mulanya berarti terhormat. Sesuatu
yang dihormati biasanya lahir sebagai penghormatan terhadap aneka larangan yang
berkenaan dengannya.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengunjungi Baitullah adalah kaum musyrikin yang
ketika turunnya ayat ini, masih diperbolehkan mengunjungi Ka’bah untuk
melaksanakan haji atau umrah, bukan untuk tujuan lain, misalnya untuk
mengganggu kaum muslimin. Itu sebabnya ayat ini tidak menyatakan mengunjungi Mekah. Salah satu alasan
yang menguatkan penafsiran ini bahwa orang-orang Muslin terlarang mengganggu
mereka kapan dan dimanapun, sehingga dengan larangan khusus ini, pastilah ia
bukan ditunjukkan terhadap orang-orang beriman. Namun kiranya diingat bahwa
jika orang-orang musyrik saja ketika itu tidak
boleh diganggu pada saat mereka akan melaksanakan haji, maka lebih-lebih
lagi umat islam. Selanjutnya perlu juga dicatat bahwa izin bagi kaum musyrikin
untuk melanjutkan haji sesuai tradisi nabi Ibrahim a.s, bahkan izin bagi mereka
untuk memasuki masjid Al-Haram telah dicabut Allah dengan firmannya dalam Surah
At-Taubah ayat : 28, yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang
musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati masjid Al-Haram sesudah
tahun ini. (QS.At-Taubah : 28) yakni sesudah tahun kesembilan Hijrah. Sementara
surah Al-Maidah – menurut sementara ulama turun setelah nabi saw. Kembali dari
peranjian Hudaibiyah pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 Hijrah.
Satu riwayat menyatakan bahwa larangan ini turun
berkenaan dengan rencana beberapa kaum muslimin untuk merampas unta-unta oleh
serombongan kaum musyrikin dari suku penduduk Yamama, dibawah pimpinan Syuraih
Ibn Dhubai’ah yang digelar al-hutham, dengan alasan bahwa unta-unta itu milik
kaum muslimin yang pernah mereka rampas.
Bahwa ayat diatas melarang kaum muslimin menghalangi
kaum musyrikin yang akan melaksanakan Haji- sesuai keyakinan mereka- cukup
menjadi bukti betapa tinggi toleransi yang diajarkan oleh islam. Memang, hal
itu kemudian dilarang – khusus untuk memasuki kota Mekah – tetapi larangan
tersebut karena pertimbangan keamanan dan kesucian kota itu.
Ada juga ulama yang memahami para pengunjung Baitullah
yang dimaksud oleh ayat diatas, adalah kaum muslimin, bukan kaum musyrikin.
Imam Fakhruddin – razi termasuk salah seorang ulama yang berpendapat demikian,
dengan alasan larangan melanggar syiar-syiar Allah pada awal ayat ini.
Syiar-syiar itu, tulisnya, pastilah yang direstui oleh Allah sehingga tentu ia
merupakan syiar kaum muslimin, bukan orang-orang musyrik. Demikian juga akhir penggalan
ayat itu yang menyatakan : “mereka mencari karunia dan keridahan dari Tuhan
mereka.” Redaksi semacam ini, tulis Ar-razi, hanya wajar bagi orang muslimin,
bukan bagi orang kafir.
Kata syana’an adalah kebencian yang telah mecapai puncaknya.
Dari pengertian tersebut maka firman-Nya: Dan
janganlah sekali-kali kebencian kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masid al-Haram mendorong, kamu berbuat aniaya, merupakan
bukti nyata betapa Al-Qur’an menekankan keadilan.
Firman-Nya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan
dan ketakwaan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran, merupakan
prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah
kebaikan dan ketakwaan.
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla memerintahkan
hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah
yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan
ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan
bekerjasama dalam perbuatan dosa dan perkara haram.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas
memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup
semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara
mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari
dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan
kewajiban sosialnya terhadap sesamanya.
Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan
seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong
dan persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha
Allah Azza wa Jalla dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak
kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan hal
tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti dari agama
ini.
Al-Mâwardi rahimahullah berkata: Allah Azza wa Jalla
mengajak untuk tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan dengan
ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah Azza wa
Jalla. Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai (meridhai).
Barang siapa memadukan antara ridha Allah Azza wa Jalla dan ridha manusia,
sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya sudah melimpah.
6 .
KANDUNGAN HUKUM
Pada ayat kedua ini Allah menerangkan
kepada orang-orang yang beriman lima larangan penting yang tidak boleh
dilanggar yaitu:
a.
Melanggar syiar-syiar
Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam
ibadah haji dan lain-lainnya.
b.
Melanggar kehormatan
bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang
pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.
c.
Mengganggu
binatang-binatang had-ya, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri
dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Kakbah untuk mendekatkan diri kepada
Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin
di sana.
d.
Qalaid-qalaid yaitu
binatang-binatang had-ya, sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa
binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah.
Menurut pendapat yang lain, termasuk juga manusia-manusia yang memakai kalung
yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Kakbah yang tidak boleh diganggu,
seperti yang dilakukan orang-orang Arab di zaman Jahiliah.
e.
Mengganggu orang-orang
yang mengunjungi Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti
berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Semuanya
tidak boleh dihalang-halangi. Akan tetapi menurut Jumhur yang tidak boleh
dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin sedang orang-orang kafir tidak
diperbolehkan lagi masuk tanah haram
7. PENUTUP
Dengan
jelas, ayat di atas memuat kewajiban saling membantu di antara kaum Mukminin
untuk menegakkan agama dan larangan bagi mereka untuk bekerjasama dalam
menodainya. Bukan sebaliknya yaitu malahan melemahkan semangat beramal orang,
mengejek orang yang berusaha konsisten dengan syariat maupun menjadi dalang
tersebarnya perbuatan maksiat di tengah masyarakat. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar