Makalah Ilmu Alquran
Qiro’ah
Jurusan Akuntansi
UIN Alauddin Makassar
Fakultans Ekonomi dan Bisnis
Islam
2013/2014
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiro’ah
Berdasarkan etimologi (bahasa), qiro’at
merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang berarti membaca.
Bila dirujuk berdasarkan pengertian terminology (istilah), ada beberapa
definisi yang diintrodusirkan ulama :
1. Menurut az-Zarqani.
Az-Zarqani mendefinsikan qiraah dalam
terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang dianut oleh seorang imam qiraat yang
berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur’an serta kesepakatan
riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan
huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Menurut Ibn al Jazari :
Ilmu yang menyangkut cara-cara
mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara
menisbatkan kepada penukilnya.
3. Menurut al-Qasthalani :
Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang
disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf,
I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraat adalah perbedaan cara mengucapkan
lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan
huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil (memberatkan), dan
atau yang lainnya.[1]
5. Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’at adalah pengetahuan tentang
cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya dengan
membangsakaanya kepada penukilnya .
Perbedaan cara pendefinisian di atas
sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada beberapa cara
melafalkan al-quran walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu nabi
Muhammad SAW.
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa qira’ah adalah
cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang dipilih dari salah seorang imam ahli qira’ah yang berbeda dengan cara
ulama’ lain serta didasarkan atas riwayat-riwayat yang mutawatir sanadnya yang
selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang terdapat dalam salah satu mushaf
Usmani.
B. Sejarah Qiraatil Qur’an
Pada periode awal kaum muslimin
memperoleh ayat-yat Al- Qur’an lansung dari Nabi Saw. kepada para sahabat, dan
dari para sabat ini kemudian kepada para tabi’in serta para imam-imam Qira’at pada masa selanjutnya. Pada
masa Nabi Saw. ayat-ayat ini diperoleh dari Nabi dengan cara mendegarkan,
membaca lalu beberapa sahadat menhafalkannya. pada periode ini Alqur’an belum dibukukan,
pedoman dasar bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Na bi Saw. Serta para sahabat yang hafal Al-Qur’an . hal ini berlangsung
hingga masa para sahabat yang pada perkembangannya Al-Qur’an dibukukan atas
dasar ikhtiar Abu Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab. pada perkembangan
berikutnya, al-qur’an justru tertata lebih karena kholifah usman
berinisiatif untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk kemudiyan
disebarkan kepada kaum muslimindi berbagai kawasan. Langkah ini ditempuh oleh
utsman bin affan karena pada waktu itu terjadi perselisihan diantara kaum
muslimin tentang perbedaan bacaan yang mereka terima, maka dengan dasar inilah
sejarah awal terjadinya perdebatan Qira’at
yang kemudiyan dipadankan oleh Utsman bin Affan dengan menyalin mushaf itu
menjadi satu bentuk yang sama dan mengirimnya ke berbagai daerah.. Dengan cara
seperti ini maka tidak akan ada lagi perbedaan, karena seluruh mushaf yang ada
di daerah-daerah kaum muslimin semuanya sama, yaitu mushaf yang berasal dari
kholifah utsman bin affan.
Setelah masa itu, maka muncullah para qurra’ (para ahli dalam Membaca
Al-Qur’an), merekalah yang menjadi penutan di daerahnya masing-masing dan dari
bacaan mereka di jadikan pedoman serta cara-cara membaca Al-Qur’an.
Di madinah, misalnya terdapat banyak qurro’ diantaranya Ibnul Musayyab,
Urwah, bin Abdul Aziz, Said bin Aslam. Di mekkah terdapat Ubaid bin Umar,
Thoush, Mujahid dan Ikrimah. Di kufah terdapat Alqomah, Masruq, dan Ubaidah. Di
Basrah ada Abu ‘Aliyah, Abu Roja’, dan Nasir bin Asir. Di Syam juga terdapat
para qurro’ diantaranya:
Mughiroh bin Abi Syihab, Kholifah bin Sa’id, Sahibu abi Darda’. Mereka semua
adalah tokoh-tokoh yang ahli dalam qira’ah
Al-Qur’an yang termasyhur.
Selain itu qira’ah Al-Quran juga dikenal bacaan yang teori membacanya
berasal dari imam tujuh (qiro’ah
sab’ah) mereka adalah : Imam Abu ‘Amr, Nafi’, Ashim, Khamzah,
Kisai, Ibnu Amir dan Ibnu Kasir.
Tetapi ilmu qiro’ah ini muncul pada abad IV H. Imam sayuthi menyatakan bahwa
yang pertama kali mengkaji dan membukukannya dalam sebuah kitab adalah
Abu Ubaid Al-Qasim bin salam, lalu imam Ahmad bin Jubair Al-Kufi dan
Ismail bin Ishaq Al-Maliki.
Adapun beberapa kitab yang membahas Qiro’ah
sab’ah adalah At-tafsir fi
Qira’ati Sab’Ikarya imam Abu amr’ Ad-dhani. Sedang yang membahas Qira’at asyrah adalah Al-misbahud dzahir fi qira’atil asyir
Dzawahir karya abduk kirom mubarak bin hasan asy-Syahraqarzy.
Latar belakang timbulnya perbedaan qira’at karena para
sahabat berbeda dalam mendengarkan atu mengambil bacaan rasulullah. Sebagian
mereka ada yang merasa cukup dengan satu qiraat saja sementara yang lain
mengambil beberapa qiraat. Kemudian para sahabat ini berpencar ke seluruh
penjuru dunia dengan tetap menggunakan qiraat yang hanya dia dapati dari rasul
C. Macam –Macam Qira’ah
Dalam pembahasan tentang macam-macam qira’at ini akan di jelaskan pendapat
para Ulama’ mengenai hal ini diantaranya:
a. Dalam kitab mahabis fii’ ulumil
Qur’an, prof. Dr . manna’ul Qatthan membagi jenis qira’at menjadi:
Pertama: Qira’ah mutawatir, yaitu qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa
orang, seperti Qira’ah sab’ah yang menurut jumhhur ulama’ Qira’ah sab’ah ini
semua riwatnya adalah mutawatir.. para imam yang termasuk dalam Qira’ah sab’ah
adalah:
Nafi’ bin Abdurrahman (w.169 H.) di Madinah
Ashim bin Abi Najud Al-asdy (w. 127 H.) di Kufah
Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di Syam
Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di Makkah
Abu Amer Ibnul Ala (w. 154 H) di Basrah
Abu Ali Al- Kisa’i (w. 189 H) di Kufah
Kedua : Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanatnya soheh tetapi tulisannya tidak
cocok dengan tulisan mushap usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa
arab. Qiro’at ini tidak boleh untuk membaca al-qur’an.
Ketiga : Qiro’at Syadz, yaitu qiro’at yang sanatnya tidak soheh, seperti bacaan
……………. Dengan bentuk fi’il madi yang berasa dari
bacaaan ibnu sumaifai.
Dalam kitab Zubdah Al- Itqon Fii Ulumil Qur’an Karya Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki
bahwa imam Al-Jaziri mengelompokkan Qiro’at dalam lima bagian, yaitu:
1.
Qiro’ah Mutawatir, yakni Qiro’at yang disampaikan oleh sekelompok orang
mulai dari awal sampai sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta.
2.
Qiroa’at Masyhur, yaitu qiro’ah
yang memiliki sanad sohih, tetapi tidak sampai pada kualitas mutawatir, sesuai
dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan ahli qiro’ah dan tidak termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang.
Misalnya qiro’at dari imam yang
tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian perawi misalnya
meriwayatkan dari Imam Tujuh , sementara yang lainnya tidak. Qiro’at semacam
ini banyak di jumpai kitab-kitab Qiro’ah misalnya At-taisir karya
Ad-dani, Qashidah karya
As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah
Al-Asyr dan Taqrib An-Nasyr,
keduanya karya Ibnu Al-Jaziri.
3.
Qira’at Ahad, yaitu qira’ah yang memiliki sanad sohih, tetapi menyalahi
tulisan mushaf Usmani, dan kaidah bahasa Arab, tidak masyhur, seperti riwayat
dari Al-Hakim Al-Jahdiri dari Abu Bakrah yang menyebutkan bahwa Nabi saw.
Membaca ayat:
متكئين عاي رفارف خضر وعباقري حسان
Dari Abu Hurairah, Al-Hakim meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فلا تعلم نفس ما اخفي لهم من قرات اعين
Juga dari Abu Hurairoh, Al-Hakim meriwatkan bahwa Nabi saw membaca:
لقد جاءكم رسول من انفسكم
(Huruf fa’ dibaca dlommah: anfasikum)
Dari ‘Aisyah, Alhakim meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فروح وريحا ن
((huruf fa’ di baca dlommah: faruuhun)
4.
Qiro’ah syadz, yaitu qiro’ah yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين (di
baca malaka yauma)
5.
Qira’ah maudlu’ (palsu) seperti qira’ah Al-Khazza’i.
Imam Suyuthi menambah jenis qira’ah yng
keenam, yaituyang menyerupai hadits Mudroj, yaitu adanya sisipan pada baca’an
dengan tujuh penafsiran seperti qiro’ah Abi Waqqash yang berbunyi: وله اخ او اخت من
ام
Juga sperti qiro’ah Ibnu Abbas yang berbunyi:
ليس عليكم جناح ان تبتعوا فضلا من ربكم في موسم الحج
b.
Sedang menurut Prof. Dr.H. Abdul Djalal HA.dalam bukunay ulumul qur’an membagi qiroat beberapa
kritria, yaitu:
1. Qiro’ah ditinjau dari segi para pembacanya ( qurrok ):
a) Qiro’ah Sab’ah yang di
sandarkan pada Imam Tujuh ahli qira’a, yaitu qira’ah yang
telah disebutkan diatas.
Ada dua alasan kenapa di sebut qira’ah
sab’ah:
Pertama: ketika kholifah Utsman menirim ke
berbagai daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan
ahli qira’ah yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah qurro’ yang
mengajarkan yaitu Sab’ah (tujuh).
Kedua: tujuh qira’ah itu adalah qira’at yang
sama dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-qur’an. Dua pendapat
diatas di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip dari
pendapat Imam Al-Maliki.
b) Qir’ah Asyrah: qira’ah yang di
sandarkan kepada sepuluh orang ahli qra’ah, yaitu tujuh orang yang sudah
tersebut dalam qira’ah sab’ah di tambah dengan tiga orang, yaitu:
- Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130 H.) di Madinah
- Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w. 205 H.) di Basrah
- Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w. 229 H.)
Menurut sebagian ulama’, pembatasan
terhadap tujuh ahli qira’at kurang tepat, karna masih banyak orang (ulama’)
lain yang juga mamahami dan pandai tentang qira’at.
c) Qira’ah Arba’a Asyrata: yaitu
qira’ah yang di sandarkan kepada 14 ahli qira’ah yang megajarkannya, sepuluh
ahli qira’ah yang telah di tulis di tambah dengan empat orang, yaitu:
- Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
- Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
- Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w. 202 H.) di Baghdad
- Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w. 388 H.) di Baghdad
2. Di tinjau dari para perawi
Qira’at dilihat dari perawinya di bagi menjadi enam kelompok yang sudah di
jelaskan pembagiannya pada pembahasan yang terdahulu, yaitu qira’ah
mutawatiroh, Qira’ah Masyhurah, Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz, Qira’ah maudlu’
dan Qira’ah Mudroj.
3. Ditinjaudari segi nama jenis
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa jika qira’ah itu ditinjau dari sisi nama
jenis, maka qira’ah itu di bagi menjadi:
a.
Qira’ah, yaitu untuk nama bacaan yan telah memenuhi tiga syarat sebagaimana
penjelasan di atas, seperti Qira’ah Sab’ah, Qira’ah Asyrah dan Qira’ah Arba’a
Asyrata.
b.
Riwayat, nama bacaan yang hanya berasal dari salah sorang perawinya
sendiri.
c.
Thariq, yaitu nama untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari
orang-orang yang sesudah para perawinya sendiri.
d.
Wajah, yaitu nama untuk bacaan Al-qur’an yang tidak di dasarkan sifat-sifat
tersebut di atas, melainkan berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.
D. Syarat di Terimanya Qira’ah
Dengan banyaknya periwayatan dalam
qira’ah, maka ada beberapa syarat, agar qira’ah tersebut shahih dan dapat di
baca oleh umat. Syarat –syarat itu adalah:
a. Qira’ah tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab,
b. Sanad dari riwayat yang menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut haru shahih,
c. Bacaan yang di terapkan adalah bacan yang cocok dengn salah satu mushaf Utsmani.
Oleh sebab itu maka qira’ah yang shahih
harus memenuhi syarat-syarat di atas, meskipun diriwayatkan kurang dari tujuh
oang perawi Al-qur’an. Dengan pengertin lain, bahwa apabila sebuah qira’ah
sudah memenuhi persyaratan tersebut diatas, maka qira’at tersebut dinyatkan
Shahih yang harus di imani dan tidak bole di pungkiri keberadaannya.
Berdasarkan persyaratan tersebut, maka
setiap qira’at yang sudah terpenuh tiga hal di atas , maka dikatakan qira’ah
shahih, baik berasal dari Qira’ah Sab’ah, Qir’ah Asyrah Ataupun Qira’ah Arba’a
Asyrata.
Prof. Dr. H.A. Djalal juga menegaskan
bahwa menurut Al-kawassy, semua qira’ah yang shahih sanadnya, selaras dengan
kaidah bahasa arab, dan sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani, itu adalah
termasuk qira’ah sab’ah yang dinash
dalam hadits Nabi Muhammad saw.
E. Metode Penyampaian Qira’ah
Menurut Dr. Muhammad bin alawial-maliki dalam bukunya
berjudul zubdah al-itqan fi ulumil
qur’an mengatakan, bahwa di kalanga ahli hadits ada beberapa periwayatan
atau penyampaian qira’ah di antaranya:
a.
Mendengr
langsung dari guru (al-sima’)
b. Membacakan
teks atau hafalan di depan guru (al-qira’ah `ala al-syaikh)
c.
Melalui
ijazah dari guru kepada murid
d. Guru
memberikan sebuh naskah asli kepada muridnya atau salinan yang di koreksinya
untuk di riwayatkan(al-munalah)
e.
Guru
menuliskan sesuatu untuk di berikan di berikan kepada muridnya(mukatabah)
f.
Wasiat dari
guru kepada para murid-muridnya
g. Peberitahuan
tentang qira’ah tertentu(al-I’lam)
h. Hasil temuan
(al-wijadah)
Para imam qira’ah, baik salaf maupun
kholafmeriwayatkan lebih banyak menggunakan metode qira’ah `al al-syaikh.
Metode ini juga di gunakan oleh nabi saw. Ketika beliau menyodorkan bacaan
al-qur’an di hadapan jibril pada seiap bulan ramadhan. Adapun al-sima’tidak di
gunakan oleh para imam qira’ah dengan beberapa alasan:
Pertama: karna yang mendengar langsung dari nabi hanyalah
para sahabat. sedang mayoritas para imam qir’ah tidak pernah mendengarkan
secara langsung dari nabi saw.
Kedua: setiap
murid yang mendengar langsung dari gurunya tidak mampu secara persis
meriwayatkan apayang telah di dapat dari gurunya. Sedang para sahabat dengan
kulitas kefasihan yng baik, mereka mampu menyampaikan al- qur’an sama persis
seperti ynag mereka dengarkan dari nabi.
F. Manfaat Dari Keberagaman Qira’at:
1. Menunjukkan kemurnian al qur’an
2. Mempermudah mempelajari al-qur’an
3. Menunjukkan keagungan dan kemukjisatan al-qur’an
4. Dapat membaca al-qur’an dengan metode qira’ah yang
berbeda..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar