MAKALAH TAFSIR MUAMALAH
Investasi Menabung & Pembentukan
Bank Islami
Qs. Al Baqarah ayat
276
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Tahun Pelajaran 2013/2014
KATA PENGANTAR
Makalah
ini di susun dalam rangka melaksanakan tugas yang kami terima sebagai seorang
mahasiswa. Hal ini patut dan wajib dilakukan bagi seseorang yang ingin mencoba
mengembangkan cara berfikir dalam kehidupan selanjutnya.
Suatu motivasi untuk membangkitkan semangat belajar, sehingga kami harus
berusaha untuk menyiapkannya. Namun dengan keterbatasan yang kami miliki, tentu
masih banyak yang harus kami lengkapi.
Adanya beberapa saran dan petunjuk dari semua pihak sangat berguna dalam
penyusunan makalah ini demi keberhasilannya. Kami semua berharap, ini merupaka
suatu langkah ke depan dalam jenjang pendidikan yang kami tempuh.
Samata,Mei 2014,
Penulis
Bab I
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Manusia adalah mahluk yang tidak dapat hidup sendiriyakni membutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik dengan cara jual beli, sewa menyewa,
pinjam-meminjam, bercocok tanam atau usaha- usaha yang lain, baik dalam urusan diri
sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Agar hubungan mereka berjalan dengan
lancer dan teratur, maka agama member peraturan yang sebaiki-baiknya.
Jual beli adalah kegiatan tukar
menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan yang
kadang kita tidak tahu apakah sehat ataupun tidak. Utang piutang juga suatu kegiatan
yang sangat kental dengan kehidupan manusia, dan kedua kegiatan muamalah tersebut
sangat erat dengan riba.Oleh karenaitu, pada makalah ini akan memebahas tentang salah satu
ayat yang intinya mengenai riba.
2.
Rumusan
Masalah
a.
Tafsir
ayat tentang riba secara umum dan Surah Al Baqarah ayat 276 secara khusus
3.
Tujuan
a.
Mengetahui
apa-apa saja yang terkandung dalam ayat tentang riba secara umum dan Surah Al
Baqarah ayat 276 secara khusus
b.
Untuk
lebih memperjelas penafsiran ayat tentang riba Surah Al Baqarah ayat 276 agar
tidak menimbulkan kekeliruan
Bab II
Pembahasan
1.
Teks Ayat
Al Baqarah Ayat 276
يَمْحَقُ ٍاللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ
كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيم
2.
Terjemahan
Ayat
[2:276]Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah(1). Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa(2).
Catatan
Kaki:
1.
Yang dimaksud dengan memusnahkan
riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud
dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
2.
Maksudnya ialah orang-orang yang
menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
3. Mufrodat Al Baqarah Ayat 276
Surat Al-Baqoroh ayat 276 terdapat beberapa kata yang
sebelumnya perlu kita fahami juga yakni:
يَمْحَقُ اللَّهُ
|
Allah akan menghapus
|
وَاللَّهُ
|
Allah
|
الرِّبَا
|
Riba
|
لَا
يُحِبُّ
|
tidak suka
|
وَيُرْبِي
|
dan melipat gandakan
|
كُلَّ
كَفَّارٍ أَثِيمٍ
|
kepada orang-orang kafir lagi pendosa
|
الصَّدَقَاتِ
|
Sedekah
|
4. Asbabul
Nuzul
Kaum Tsaqif,
penduduk kota Thaif telah membuat kesepakatan dengan Rasulullah SAW bahwa semua
hutang mereka demikian juga piutang ( tagihan) yang berdasarkan riba agar
dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathu Makkah,
Rasulullah SAW menunjuk ‘Itab ibn Usaid sebagai gubernur Makkah yang juga
meliputi kawasan Thaif. Bani Amr ibn Umar adalah orang yang biasa meminjamkan
uang secara riba kepada Bani Mughirah sejak zaman jahiliyah dan Bani Mughiroh
senantiasa membayarkannya. Setelah kedatangan Islam, mereka memiliki kekayaan
yang banyak. Karenanya, datanglah Bani Amer untuk menagih hutang dengan
tambahan riba, tetapi Bani Mughirah menolak. Maka diangkatlah masalah itu
kepada Gubernur ‘Itab ibn Usaid dan beliau menulis kepada Rasulullah SAW. Maka
turunlah ayat ini. Rasulullah Saw lalu menulis surat balasan yang isinya “ Jika
mereka ridha atas ketentuan Allah SWT diatas maka itu baik, tetapi jika mereka
menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.
5. Munazabah
Ayat ini menegaskan bahwa riba itu tidak ada
manfaatnya sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada
manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman Allah swt.:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman Allah swt.:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Terjemahan
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah [177]. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
[177] yang dimaksud dengan memusnahkan riba
ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan
menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakanberkahnya.
[178] maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
[178] maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
6. Tafsir
Ayat
Ayat ini
menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikitpun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada
manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman Allah swt.:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya berupa harta yang telah dianugerahkan kepada mereka. Mereka tidak menggunakan harta itu menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah serta tidak memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Demikian pula Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang menggunakan dan membelanjakan hartanya semata-mata untuk kepentingan diri mereka sendiri serta mencari harta dengan menindas atau memperkosa hak orang lain.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan "menyuburkan sedekah" ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.
Berfirman Allah swt.:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (39)
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka orang-orang (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S Ar Rum: 39)
Para ulama berpendapat yang dimaksud dengan perkataan "Allah memusnahkan riba" ialah Allah memusnahkan keberkatan harta riba itu karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan mereka juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya berupa harta yang telah dianugerahkan kepada mereka. Mereka tidak menggunakan harta itu menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah serta tidak memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Demikian pula Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang menggunakan dan membelanjakan hartanya semata-mata untuk kepentingan diri mereka sendiri serta mencari harta dengan menindas atau memperkosa hak orang lain.
Keberkahan harta yang hilang disebabkan oleh riba. Simak
penjelasannya berikut ini.
Allah memberitahukan kepada manusia bahwa Dia menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total maupun Dia menghilangkan keberkahan hartanya sehingga tidak bermanfaat, bahkan dia memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat pun Dia akan menyiksanya. Allah juga berfirman, “Dan sesuatu riba itu tidak adakan menambah pada sisi Allah”(Ar-Rum: 39)
Allah memberitahukan kepada manusia bahwa Dia menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total maupun Dia menghilangkan keberkahan hartanya sehingga tidak bermanfaat, bahkan dia memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat pun Dia akan menyiksanya. Allah juga berfirman, “Dan sesuatu riba itu tidak adakan menambah pada sisi Allah”(Ar-Rum: 39)
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad saw,
“Sesungguhnya mesipun riba itu pada mulanya banyak, namun akhirnya ia
menjadi sedikit“. Maksud dari kalimat “Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa” adalah dengan rasa tidak
puasnya dengan harta halal yang telah diberikan Allah, lalu ia berusaha untuk
memakan harta orang lain dengan cara yang tidak baik dan melalui usaha yang
jahat. Dengan demikian, berarti ia berusaha untuk mengingkari nikmat Allah yang
ada padanya, sehingga hilanglah keberkahan dari harta yang ia miliki.
Mengenai berkah atas harta, dapat kita lihat pada hadist
berikut, yaitu “Siapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka akan
dipahamkan-Nya dengan kepemahaman yang dalam tentang agama.” Dan saya juga
mendengar Rasulullah saw bersabda, “Aku ini adalah seorang bendahara. Maka
siapa yang kuberi sedekah dan diterimanya dengan hati yang bersih, maka dia
akan beroleh berkah dari harta itu. Tetapi siapa yang kuberi karena
meminta-minta dan rakus, maka dia seperti orang yang makan yang tak pernah
kenyang.”(Shahih Muslim: 1719). Berkah yang dimaksud
adalah terkait dengan rasa syukur atau cukup atas nikmat Allah yang telah
diberikan kepadanya dan menerima ketetapan Allah sehingga semakin tumbuh rasa
kedekatan dengan Allah. Hilangnya keberkahan akan mengakibatkan manusia tidak
merasa cukup dengan nikmat dari Allah sebagai perwujudan rasa tidak bersyukur
dan menginginkan atau meminta-minta nikmat yang belum ditetapkan oleh Allah
untuk ia dapatkan dengan rakus seakan-akan tidak ada rasa puas di mana hawa
nafsu diperturutkan dan semakin jauh dari Allah.
Shohabat Jabir RA. menuturkan, bahwa ketika ayat
275 turun, Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa
yang tidak menghentikan (meninggalkan) mukhabarah. maka hendaknya diberitahu,
bahwa ia akan berperang dengan Allah dan Rasul-Nya." (HR. Abu Dawud
dan Hakim)
Mukhabarah ialah menggarapkan tanah kepada orang lain
untuk minta bagian dari hasilnya. Muzabanah ialah membeli dengan caramenukar
kurma ruthab yang masih basah di atas pohon dengan kurma yang sudah kering di
atas tanah. Muhaqalah ialah membeli dengan menukar biji-biji (padi dan
sebagainya) yang masih di pohon dengan padi yang sudah kering di tanah. Kesemua-nya
itu diharamkan, karena tidak dapat diketahui persamaan timbangannya.
Ulama fiqih berpendapat, tidak mengetahui persamaan
timbangan antara dua jenis barang sama dengan riba fadhal (menukar barang
sejenis dengan kelebihan yang satu dari yang lainnya). Dan urusan riba ini termasuk perkara sulit bagi kebanyakan ahli ilmu,
sehingga Umar bin Khathab r.a. berkata,"Ada tiga hal yang aku inginkan,
andaikan Rasulullah saw. memberi kepada kami pedoman untuk menjadi pegangan,
yaitu hak waris nenek (datuk) dan kalalah serta beberapa masalah riba dan yang
mirip dengan riba atau dapat menyebabkan riba."
An-Nu'man bin Basyir mengatakan,
bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
حرام فالوسيلة إليه مثله؛ لأن ما أفضى
إلى الحرام حرام، كما أن ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب. وقد ثبت في الصحيحين،
عن النعمان بن بشير، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "إن
الحلال بين وإن الحرام بين، وبين ذلك أمور مشتبهات، فمن اتقى الشبهات استبرأ لدينه
وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع
فيه (رواه البخارى ومسلم )
"Sesungguhnya
halal itu sudah jelas dan haram juga sudah jelas, dan di antara keduanya ada
hal-hal yang samar. Karenanya, barangsiapa yang menjaga diri dari
perkarasyuhbat, bersih agama dan kehormatannya. Sebalilnya barangsiapa yang
terjerumus ke dalam perkara syuhbat maka ia akan jatuh ke dalam perkara haram,
^agaikan gembala yang memelihara ternaknya di sekiiar tempat terlarang, mungkin
ternaknya terjerumus ke didalamnya."(H.R.
Bufchari-Muslim).
Al-Hasan bin Ali r.a. mengatakan,
bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
دع ما يريبك
إلى ما لا يريبك
"Tinggalkan apa yang anda ragukan, kerjakan
apa yang
tidak anda ragukan. ". (HR. Ashabus Sunan)
tidak anda ragukan. ". (HR. Ashabus Sunan)
Dan di hadis lain disebutkan:
وفي الحديث
الآخر: "الإثم ماحاكفي القلب وتردد تفيه النفس،وكرهت أن يطلع عليه الناس
"Dosa itu yang goyah dalam hati, dan ragu dalam
perasaan, serta tidak suka dilihat orang. "
Di lain riwayat disebutkan:
استفت قلبك
وإن أفتاك الناس المفتون
"Tanyakan
kepada hatimu sendiri, meskipun sudah diberi fatwa oleh semua orang. "
Umar r.a.
berkata,"Di antara ayat-ayat yang akhir turunnya ialah ayat tentang riba,
dan Rasulullah saw. meninggal dunia sebelum menerangkan semua rinciannya kepada
kami. Karena itu, tinggalkan riba dan semua yang meragukan."
Abu Sa'id mengatakan, bahwa Umar r.a. berkhotbah:
"Sungguh, mungkin aku melarang kalian dari apa-apa yang mungkin berguna
bagi kamu, dan termasuk di antara ayat-ayat yang terakhir turunnya ialah ayat
tentang riba, sehingga ketika Rasulullah saw. meninggal dunia belum menerangkan
semuanya kt?ada kita. Karena itu, tinggalkan apa yang kalian ragukan, untuk
melakukan apa yang tidak meragukan."
(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih)
Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, bahwa Nabi saw. bersabda,
"Riba itu ada tujuh puluh tiga bab (cara)."
(HR. Ibnu Majah dan Hakim).
Abu Hurairah mengatakan, bahwa Nabi saw. bersabda,
"Riba itu ada tujuh puluh macam bagiannya, seringan-ringannya seperti
seseorang yang bersetubuh dengan ibunya."
(HR. Ibnu Majah)
6. Hikmah-hikmahnya
Islam dalam memperkeras persoalan haramnya riba,
semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya,
masyarakatnya maupun perekonomiannya. Kiranya
cukup untuk mengetahui hikmahnya seperti apa yang dikemukakan oleh Imam ar-Razi
dalam tafsirnya sebagai berikut:
1.
Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti. Sebab orang
yang meminjamkan uang 1 dirham dengan 2 dirham, misalnya, maka dia dapat
tambahan satu dirham tanpa imbalan ganti. Sedang harta orang lain itu merupakan
standard hidup dan mempunyai kehormatan yang sangat besar, seperti apa yang
disebut dalam hadis Nabi: "Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan
kehormatan darahnya.”(Abu Nua'irn dalam Hilyah).
Oleh karena itu mengambil harta
kawannya tanpa ganti, sudah pasti haramnya.
2.
Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab
kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh
tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan mengentengkan
persoalan mencari penghidupan, sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung
beratnya usaha, dagang dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Sedang hal semacam
itu akan berakibat terputusnya bahan keperluan n-tasyarakat. Iran satu hal yang
tidak dapat disangkal lagi, bahwa kemaslahatan dunia seratus persen ditentukan
oleh jalannya perdagangan, pekerjaan, perusahaan dan pembangunan. (Tidak
diragukan lagi, bahwa hikmah ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi
perekonomian).
3.
Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama
manusia dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka
seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu
dirham juga. Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang
akan menganggap berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya
mengembalikan dua dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan
kebaikan. (Ini suatu alasan yang dapat diterima, dipandang dari segi ethik).
4. Pada umumnya pemberi
piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu.
Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya
untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedang tidak
layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah. (Ini
ditinjau dari segi sosial).
Ini semua dapat diartikan, bahwa riba terdapat unsur
pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang kuat (exploitasion
de l'home par l'hom) dengan suatu kesimpulan: yang kaya bertambah kaya, sedang
yang miskin tetap miskin. Hal mana akan mengarah kepada membesarkan satu kelas
masyarakat atas pembiayaan kelas lain, yang memungkinkan akan menimbulkan
golongan sakit hati dan pendengki; dan akan berakibat berkobarnya api
terpentangan di antara anggota masyarakat serta membawa kepada pemberontakan
oleh golongan ekstrimis dan kaum subversi. Sejarah pun telah mencatat betapa
bahayanya riba dan si tukang riba terhadap politik, hukum dan keamanan nasional
dan internasional.
7.
Kandungan
Hukum
Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran
dan Sunnah bahwa terdapat larangan untuk melakukan
transaksi riba. Larangan yang paling jelas dari nash Al-Quran
adalah:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278)
Ayat ini di dalam uslubnya adalah perintah, tetapi
perintahnya adalah untuk meninggalkan. Di dalam
ushul fiqih larangan terhadap sesuatu adalah
berarti perintah untuk berhenti mengerjakan
sesuatu tersebut. Dalam hal ini larangan
untuk mengerjakan riba berarti perintah untuk berhenti
mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.
Disamping ayat di atas
pengharaman riba juga terdapat pada ayat yang turun
sebelum ayat ini, yaitu:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Di dalam Hadits bahkan
ada beberapa orang yang terkait dengan
orang yang bertransaksi riba ini akan
mendapat laknat dari Allah SWT, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول
الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه
مسلم)
Artinya: Dari Jabir r.a
berkata: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba,
orang yang mewakili riba, penulis riba,
dan 2 orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda:
mereka adalah sama
Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba
adalah jika dilakukan dengan berlipat ganda
sebagaimana ayat di atas yang menyebutkan
larangan untuk tidak memakan riba dengan
berlipat ganda. Menjawab
hal tersebut bahwa
sesungguhnya lafadz أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً adalah
bukan menunjukkan bahwa larangan ini berlaku hanya
kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi ayat
ini hanya menggambarkan bahwa keadaan
ketika ayat tersebut diturunkan bahwa masyarakat
Arab ketika itu benar-benar melakukan perbuatan
tercela dengan mengambil riba yang berlipat
ganda. Turunnya ayat ini adalah fase
ketika dari turunnya larangan riba yang
secara bertahap. Artinya larangan sampai
fase yang ketiga ini hanya bersifat
larangan terbatas (juz’i), akan tetapi
selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara jelas
disebutkan bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba
adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil
keuntungan dengan riba itu yang berlipat
ganda maupun yang tidak berlipat ganda.
Seperti pengharaman khomar, bahwa khomar sedikit
maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar
yang merupakan salah satu budaya dari
masyarakat Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya
masyarakat Arab yang sangat kuat, oleh karena itu
Allah SWT dalam pengharaman riba menurunkannya
secara bertahap sama seperti pengharaman khomar
yang juga bertahap.
Kesimpulan
Riba secara
bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara
linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan,
baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam.
Keraguan terjerumus ke dalam riba
yang diharamkan menjadikan para shahabat Nabi, seperti ucapan Umar Ibn
Khaththab, “Meninggalkan sembilan per sepuluh dari yang halal.” ini disebabkan
mereka tidak memperoleh informasi yang utuh tentang masalah ini langsung dari
Nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Di dalam ayat tertang riba di atas
bahwa penulis sedikit menyimpulkan bahwa ayat di atas itu disampaikan dengan
cara bertahab-tahab mulai dari sesuatu yang dikabarkan tentang bahayanya yang
akhirnya diharakkan-Nya. Maka kita sebagai Manusia yang Iman kepada Ayat Allah
harus berusaha menjahui riba lebih-lebih tahu mana sesuatu yang riba dengan
sesuatu yang tidak riba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar